Mohon tunggu...
Nadhifta Nabila
Nadhifta Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kecurigaan di Balik Kedatangan Pengungsi Rohingya di Aceh

7 Januari 2024   21:46 Diperbarui: 7 Januari 2024   21:51 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, Indonesia kembali dihebohkan dengan kedatangan pengungsi Rohingya yang mendarat di Provinsi Aceh. Dikutip dari CNBC Indonesia, pada hari Minggu, 10 Desember 2023 lalu, sekitar 400 pengungsi Rohingya tiba di provinsi Aceh. Para pengungsi ini terbagi kedalam 2 kapal kayu, masing-masing 200 orang. Hal tersebut dikonfirmasi oleh kepala komunitas nelayan Aceh, Miftah Cut Ade. Beliau mengatakan dua kapal tersebut masing-masing mendarat di Kabupaten Pidie dan Aceh Besar. Sebelumnya, badan pengungsi PBB, UNHCR, menyatakan bahwa ada 1.200 pengungsi Rohingya yang telah tiba di Indonesia sejak bulan November 2023 lalu. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mencurigai adanya perdagangan manusia di balik kedatangan kapal- kapal pengungsi ini dan juga telah berjanji akan bekerja sama dengan organisasi internasional untuk menangani kasus ini.

Pengungsi Rohingya sendiri merupakan etnis minoritas yang berasal dari Myanmar. Para pengungsi ini datang dan meminta pertolongan dan perlindungan kepada pemerintah Indonesia yang notabene bukan penandatangan Konvensi PBB tentang Pengungsi. Pengungsi Rohingya tersebut di dominasi oleh para perempuan dan anak-anak. Bertahun-tahun lamanya, etnis Rohingya ini meninggalkan Myanmar karena konflik etnis, sebab mayoritas penduduk Myanmar beragama Buddha dan berkulit putih. Masyarakat Myanmar seringkali menganggap bahwa etnis Rohingya ini adalah penyelundup dari Asia Selatan, tidak diakui kewarganegaraan nya, dan menjadi sasaran pelecehan. Kira-kira, lebih dari satu juta warga Rohingya tinggal di kamp-kamp pengungsi, Cox's Bazar, di distrik perbatasan Bangladesh. Sebagian besar dari mereka juga sudah ada yang melarikan diri pada tahun 2017 lalu dari tindakan keras yang dipimpin militer di Myanmar. Dikutip dari laman UNHCR, UNHCR sendiri membeberkan beberapa fakta terkait pengungsi Rohingya, fakta-fakta tersebut ialah:

1. Warga Rohingya mengalami penderitaan ekstrem di Myanmar. Mereka tidak diberikan akses terhadap kewarganegaraan, tidak diperbolehkan mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja, dibatasi dalam kamp dan desa, dan menjadi sasaran kekerasan ekstrem.

2. Pengungsi Rohingya masih berharap dapat kembali ke Myanmar jika kondisinya memungkinkan.

3. Disebabkan kondisi keamanan di kamp-kamp Bangladesh yang sesak telah memburuk secara signifikan selama beberapa waktu terakhir, sehingga mendorong banyak keluarga pengungsi Rohingya untuk melakukan perjalanan yang sangat berbahaya dalam mencari keselamatan dan stabilitas.

4. Karena mereka tidak memiliki kewarganegaraan, tidak ada jalur legal yang memungkinkan pengungsi Rohingya untuk berpindah-pindah wilayah dengan mudah di kawasan ini. Akibatnya, mereka sering memilih perjalanan menggunakan kapal perahu berbahaya yang ditawarkan oleh para penyelundup manusia.

5. Pengungsi Rohingya terus mencari keselamatan dengan menempuh perjalanan kapal yang berbahaya di laut meskipun telah mengetahui resikonya. Tahun 2022 merupakan salah satu tahun paling mematikan dalam sejarah pergerakan maritim pengungsi Rohingya di Asia Tenggara, dengan 348 orang secara tragis dipastikan tewas atau hilang, termasuk anak-anak.

6. Pengungsi Rohingya tidak hanya mencari keselamatan ke Indonesia saja. Mayoritas pengungsi Rohingya telah melarikan diri dan diberi status pengungsi di Bangladesh (>960.000), Malaysia (>107.000), dan India (>22.000).

7. Semua negara, termasuk Indonesia, mengakui bahwa mencari suaka adalah hak asasi manusia. Negara wajib memberikan perlindungan kepada pengungsi, termasuk pengungsi Rohingya. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016, mengatur penerimaan dan penanganan pengungsi di dalam negeri.

8. Pengungsi Rohingya mengetahui dan selalu diingatkan oleh UNHCR, bahwa mereka adalah tamu di Indonesia dan wajib mengikuti hukum serta adat istiadat yang berlaku di negara ini.

UNHCR berada di Indonesia untuk membantu pemerintah dalam menangani masalah pengungsi dan membantu mencari solusi bagi pengungsi. Selama pengungsi tinggal di Indonesia untuk sementara waktu hingga solusi jangka panjang ditemukan bagi mereka, UNHCR terus berkoordinasi dengan pihak berwenang dan bekerja sama dengan mitra kerja, donor, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kebutuhan pengungsi terpenuhi dan mereka dapat hidup bermartabat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, menegaskan bahwa terdapat dua tindak pidana yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengungsi Rohingya tiba di Indonesia, yakni penyelundupan manusia dan perdagangan manusia. Indonesia bertekad memburu para oknum yang terlibat dalam tindak pidana yang ada pada kasus pengungsi Rohingya ini. Lebih lanjut, sebagai negara yang bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi, Indonesia terus menyampaikan permohonan kepada negara-negara pihak Konvensi Pengungsi untuk bertanggung jawab lebih besar dalam upaya menangani pengungsi Rohingya ini. Bahkan, sebagian besar negara pihak Konvensi Pengungsi ini melakukan push back policy atau kebijakan menolak. Indonesia berharap, negara-negara Konvensi Pengungsi segera mengambil langkah untuk melakukan tindakan tanggung jawab atas pengungsi Rohingya saat ini. Sebab, sekali lagi, Indonesia bukan negara pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi

Namun saat ini, kedatangan para pengungsi Rohingya ini mulai menghadapi penolakan dari masyarakat Aceh. Sebab, pengungsi Rohingya yang lebih dulu sampai di Aceh berperilaku kurang baik dan tidak patuh pada norma-norma masyarakat setempat. Tidak hanya itu, media sosial juga dihebohkan dengan penolakan tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat takut akan terjadinya permintaan hak tanah oleh etnis Rohingya seperti yang terjadi di Selayang Malaysia. Dengan cepat, permasalahan ini langsung menjadi trending di sosial media, khususnya TikTok. Apalagi setelah adanya isu terkait perencanaan pemberian salah satu pulau di Indonesia kepada pengungsi Rohingya untuk mereka tempati. Masyarakat Indonesia melayangkan protes dan menolak keras atas perencanaan tersebut. Banyak tulisan-tulisan yang beredar di media sosial yang mengatakan bahwa pemerintah Indonesia terlalu berlebihan kepada para pengungsi sehingga lupa bahwa masih banyak rakyat di negara nya sendiri yang masih berada dibawah garis kemiskinan dan jauh dari kehidupan yang layak dan yang lebih membutuhkan dan lebih pantas menerima bantuan dari pemerintah Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun