Mohon tunggu...
Muhammad Nadhiel Hibatullah
Muhammad Nadhiel Hibatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Nama saya Muhammad Nadhiel Hibatullah Seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Bisa dibilang saya senang dalam mempelajari ilmu hukum. Hobby saya adalah naik motor dan berenang. kepribadian saya sendiri gampang berbaur dengan orang-orang dan juga sangat peduli dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia

30 Mei 2024   18:42 Diperbarui: 30 Mei 2024   19:33 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ekonomi syariah juga disebut sebagai ekonomi Islam, adalah ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Ekonomi syariah mencakup perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha, baik berbadan hukum maupun tidak, dalam rangka memenuhi kebutuhan komersial dan non-komersial sesuai prinsip syariah. 

Salah satu bentuk produk perbankan syariah adalah akad murabahah. Jika terjadi sengketa atau perselisihan antara pihak bank dan nasabahnya terkait hal tersebut, terdapat beberapa alternatif penyelesaian. Para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan masalah melalui musyawarah mufakat, lembaga penyelesaian sengketa, atau melalui proses litigasi di pengadilan, yang semuanya dituangkan dalam klausul penyelesaian sengketa.

Seiring dengan meningkatnya kegiatan bisnis di era globalisasi dan modernisasi saat ini, yang disertai dengan banyaknya transaksi, khususnya di perbankan syariah, sengketa (dispute/difference) antara pihak-pihak yang terlibat tidak dapat dihindari. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu memerlukan penyelesaian yang cepat dan tepat. 

Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui prosedur litigasi atau penyelesaian di muka pengadilan, di mana para pihak yang bersengketa berada dalam posisi antagonis. Penyelesaian melalui jalur hukum seperti ini biasanya kurang populer di kalangan dunia bisnis, sehingga model ini tidak direkomendasikan. Jika pun akhirnya ditempuh, penyelesaian tersebut hanya dipilih sebagai langkah terakhir (ultimum remidium) setelah alternatif lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
 
Sebagai lembaga alternatif di luar pengadilan, alternative dispute resolution (ADR) atau dalam istilah Indonesia disebut mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (MAPS), merupakan regulasi pilihan penyelesaian sengketa antara bank umum dengan nasabah yang diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 8/5/PBI/2006. 

Peraturan ini menyatakan bahwa setiap bank harus menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan nasabah melalui lembaga mediasi perbankan yang saat ini masih dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Langkah ini diambil untuk menghindari potensi kerugian bagi nasabah dan untuk menjaga reputasi bank.
Khusus untuk bank syariah, sebagai lembaga alternatif di luar pengadilan agama, diatur melalui Pasal 20 PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Apabila terjadi sengketa antara bank syariah dengan nasabah, penyelesaian dilakukan secara musyawarah. Jika mufakat tidak tercapai, sengketa akan diselesaikan melalui BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional).
 
Perdamaian (Sulhu)
Langkah pertama yang perlu diupayakan dalam menyelesaikan perselisihan adalah melalui cara damai. Untuk mencapai hakekat perdamaian, prinsip utama yang harus dikedepankan adalah kesadaran para pihak untuk kembali kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (Al-Sunnah) dalam menyelesaikan segala persoalan. Upaya damai tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-prinsip syari'at, diharapkan persoalan para pihak dapat diselesaikan.

Arbitrase Syariah (Tahkim)
Untuk menyelesaikan perkara atau perselisihan secara damai dalam hal keperdataan, para pihak dapat berinisiatif sendiri atau melibatkan pihak ketiga sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya ditempuh jika para pihak yang berperkara tidak mampu mencapai kesepakatan damai. Institusi formal yang khusus dibentuk untuk menangani perselisihan atau sengketa disebut arbitrase, yaitu cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
 
Lembaga Peradilan Syariah (Qadha)
Dengan disahkannya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, terjadi perubahan besar dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama, antara lain di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah (Pasal 49). 

Dengan adanya kewenangan ini, perkara yang timbul terkait penyelesaian sengketa syariah selain dapat diselesaikan melalui cara damai (sulhu) dan arbitrase syariah (tahkim), juga dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan (qadha).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun