Mohon tunggu...
Nades Medan (Pong Olin)
Nades Medan (Pong Olin) Mohon Tunggu... Guru - Melihat dunia dengan genggaman teknologi

Belajar berbagi dengan sesama tanpa memandang latar belakang. Pernah menjadi wartawan harian lokal, tapi karena tidak bisa seide dengan pemred yang otoriter, aku keluar dan kembali menekuni profesi sebagai pendidik, kembali mengabdikan ilmu pengetahuan sesuai latar belakang pendidikan profesi yang aku dapat selama delapan semester di bangku kuliah. Aku ayah dua orang putri dan suami dari seorang perempuan berdarah Manado dan Toraja, Jean seorang perempuan tangguh yang 50% Toraja dan 50% Manado

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Korsel dan Kotak Konyol

30 Juni 2018   03:20 Diperbarui: 30 Juni 2018   07:44 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada permainan kata sindiran lucu tapi menarik dari beberapa netizen di lini massa facebook seperti ini :

''kalau ada teman yang diomongi dia diam, diajak makan diam, dipelototi dia marah, sudah bisa dipastikan karena dua hal; pertama, paslon dukungannya kalah pilkada, kedua, dia pasti pendukung jerman''

Sindiran lucu tapi menarik seperti itu rasanya pantas, karena dalam waktu yang hampir bersamaan, laga ke-43 di putaran piala dunia antara juara bertahan Jerman kontra Korea Selatan menarik perhatian jutaan mata pencinta sepak bola di berbagai belahan bumi ini. Hasilnya, Korea Selatan sukses mempecundangi Jerman, sang juara bertahan, dan kemenangan Korea Selatan membuat banyak petaruh (judi) kalah. 

Beberapa jam sebelum laga, hasil hitung cepat pemilihan kepada daerah telah diketahui hasilnya dan banyak orang yang juga kalah bertaruh, minimal bertaruh gengsi. Maka permainan kata sindiran lucu yang kedua diatas dalam lini massa facebook, bukan tidak mungkin kenyataan yang ditemui di kalangan masyarakat. Betapa tidak, kesebelasan Korea Selatan yang tidak terlalu diperhitungkan bisa meraih tiga poin diakhir laga akhir group F, dan tidak main-main, kesebelasan Jerman yang mereka pecundangi dengan dua gol ada juara bertahan yang masih dijagokan banyak pendukungnya untuk kembali membawa pulang tropy piala dunia 2018 di Rusia.

Perhelatan pesta demokrasi untuk memilih gubernur, bupati dan walikota juga demikian. Ada banyak pasangan calon yang semula tidak diperhitungan justru memenangkan pemilihan. Sama seperti kekalahan Jerman, ada petahana yang kalah dari pasangan yang tidak diperhitungkan. Sudah pasti kekalahan pasangan calon yang diunggulkan adalah kekalahan pertaruhan gengsi, karena bukan saja kekalahan kedua pasangan, tetapi juga kekalahan partai pengusung (kendaraan politik), kekalahan tim pemenangan dan kekalahan simpatisan. 

Maka sindiran lucu yang pertama diatas sangatlah tepat. Karena kalah gengsi, maka amarah seseorang, amarah kelompok bisa memuncak, termasuk mogok bicara dan mogok makan.

Rasa-rasanya tidak berlebihan, kalau dikatakan; pilkada serempak 2018 di 171 daerah di Indonesia serta perhelatan piala dunia ke 21 tahun 2018 di Rusia sama-sama menarik, menggelitik dan konyol.

Piala Dunia

Salah satu yang menarik pada perhelatan piala dunia 2018 di Rusia ialah; kesebelasan Korea Selatan yang telah menarik perhatian jutaan manusia di berbagai belahan bumi ini. Alam sadar kita pasti tersentuh untuk melihat dan belajar bahwa suatu kemenangan diraih karena ada semangat pantang menyerah, kerjasama yang baik, tehnik dan taktik masing-masing individu yang dipadukan dalam satu tim. Kekompakan tim menghasilkan kemenangan, pulang dengan kebanggaan dan disambut dengan pujian.

Sisi piala dunia yang menggelitik adalah kekalahan kesebelasan Jerman, sang juara bertahan yang melengkapi kegagalan Perancis, Italia dan Spanyol, juara bertahan yang kalah di fase group. Hal lain yang menggelitik ialah nama besar kesebelasan Jerman sebagai juara empat kali piala dunia yang harus pulang cepat karena kalah dari kesebelasan Korsel yang prestasi terbaiknya baru sampai pada semifinal ketika menjadi negara penyelenggara bersama Jepang pada 2002. 

Dan yang konyol atas kekalahan Jerman dengan dua gol, ialah para pendukungnya di Indonesia, banyak yang tiba-tiba menjadi marah, mengumpat, mencemoh para pemain dan pelatih kesebelasan Jerman. Konyol karena yang bermain orang Jerman, mereka yang marah dan mencemoh. Pemain Jerman kalah dan pulang mereka yang menggerutu dan menumpat.

Kotak yang konyol

Hal yang kalah menarik, menggelitik dan konyol dari perhelatan pilkada 2018 adalah kemenangan kotak kosong di pemilihan walikota Makassar. Kemenangan kotak kosong dengan raihan sekitar 53% suara pemilih, telah menarik berbagail kalangan masyarakat bari berbagai wilayah untuk mengikuti pemberitaan media tentang dinamika kehidupan di Makassar pasca pilkada. Kotak kosong mengalahkan pasangan calon tunggal yang diusung oleh 10 partai politik di Makassar. 

Bahkan calon walikota usungan 10 partai politik itu adalah anggota keluarga seorang pengusaha besar dan ternama dari Makassar. Jadi boleh dikata, kemenangan kotak kosong adalah kemenangan yang sangat mengejutkan, sukit dipikirkan apalagi diterima begitu saja tanpa mengurai latar belakangnya. 

Sangat menarik, karena kemenangan kotak kosong dalam pilkada di Makassar, telah menjadi satu tamparan keras kepada para petinggi partai pengusung dan teguran kepada para politisi di parlemen bahwa rakyat sudah kian tidak percaya pada partai politik. Rakyat sudah bosan dengan janji-janji bibir para politisi. Rakyat butuh kepastian, bukan janji. Rakyat butuh pemimpin yang jelas visi misinya dan pelayanannya (kerjanya) bisa diukur.

Kekalahan pasangan calon tunggal dari kotak kosong, membaca berbagai kalangan masyarakat di luar Makassar tergelitik, koq bisa yah, bisa-bisanya kotak kosong yang menang ? Konyol kan....?  Yang jelas kemenangan kotak kosong ada fakta dan juga sejarah yang telah mengangkat Kota Makassar ikut mewarnai catatan-catatan politik di negeri ini. Rakyat (pemilih) di Makassar telah menyadarkan kita bahwa dengan bersatu, sehati kemenangan dan sukses akan diraih.  

Seiring berjalannya waktu, cerita dalam canda tawa kalangan masyarakat tentang kemenangan kotak kosong di pilkada Makassar akan mengisi ruang-ruang media sosial beberapa dalam beberapa pekan.

Kemenangan dan kekalahan dalam perhelatan piala dunia dan pilkada serempak 2018 telah menorehkan catatan lepas dan ringan serta menghibur bagi banyak orang. Ada pelajaran, ada teguran juga ada banyolan-banyolan yang tersisa dari kedua perhelatan beda tempat dan beda kelas tersebut. Satu yang pasti, piala dunia sepak bola 2018 di Rusia dan pilkada serempak 2018 di Indonesia membuat kita tertawa, marah karena gengsi masih kita pelihara.

Nades-PO2

Parepare, 30062018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun