Mohon tunggu...
Siti Nadia Styaningsih
Siti Nadia Styaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Gemar berpolitik dan menulis apa pun yang perlu ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia terhadap Sengketa Laut Natuna sebagai Tujuan Negara di Bidang Kedaulatan

21 Maret 2023   06:45 Diperbarui: 21 Maret 2023   07:27 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

    Selama tahun 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap 46 kapal asing yang mencuri ikan, dimana 46 kapal tersebut terdiri dari lima belas kapal berbendera Malaysia, enam kapal berbendera Filipina, dan 25 kapal berbendera Vietnam. Kemudian pada Agustus 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap dua kapal ikan asing yang melakukan illegal fishing di Laut Natuna Utara.

    Sementara itu di tahun sebelumnya, terdapat pembaruan daam peta Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penamaan Laut Natuna Utara di sebelah utara Pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Kebijakan pemerintah Indonesia yang mengubah nama kawasan perairan tersebut, dari Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara menuai potes dari pemerntah Tiongkok, karena pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa Laut Natuna Utara termasuk ke dalam Laut Tiongkok Selatan berdasarkan peta tradisional Tiongkok. Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan maritim mengenai Laut Natuna tersebut pada tahun 2017 sebagai kebijakan peta baru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan peta baru ditandatangani oleh Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan sejumlah kementerian yang terkait.

    Sengketa Laut Natuna termasuk dalam politik internasional yang didominasi oleh studi mengenai kebijakan luar negeri. Kebijakan politik luar negeri merupakan aturan yang digunakan dengan memusatkan kepentingan tindakan dan unsur untuk kekuatan negara. Kebijakan politik luar negeri juga bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional.

    Holsti menjabarkan bahwa kebijakan luar negerti memiliki tiga komponen, yaitu 1) Sebagai kumpulan orientasi (as a cluster of orientation), 2) Sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments and plans for action), 3) Dan Sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour). Holsti juga menyampaikan bahwa tujuan negara dalam panggung internasional terdiri dari keamanan, kedaulatan (otonomi), kesejahteraan, dan status atau prestise. Dengan begitu, terkait dengan sengketa Laut Natuna, kebijakan yang ditetapkan Indonesia berkenaan dengan kepentingan tujuan negara di bidang kedaulatan (otonomi) dan status (prestise). Dapat pula dikaitkan dengan bidang keamanan, karena kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dapat berkenaan dengan strategi menjaga keamanan perbatasan di wilayah perairan.

    Indonesia memiliki kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, serta memiliki wilayah laut yang sangat luas. Lautan mengambil bagian 2/3 dari keseluruhan wilayah Indonesia. Mengingat luasnya wilayah laut Indonesia, UNCLOS 1982 menetapkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Dengan kondisi tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, disebutkan bahwa Zona Maritim dibagi atas Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi, dimana Wilayah perairan meliputi Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, dan Laut Teritorial. Sementara Wilayah Yurisdiksi meliputi Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen.

    Laut Natuna adalah salah satu kawasan perairan Indonesia yang memiliki potensi sumber daya laut yang sangat berlimpah. Kondisi tersebut menimbulkan konfrontasi dari sejumlah negara dari Asia Tenggara dan Asia Timur yang saling klaim atas sebagian maupun keseluruhan wilayah perairan Natuna. Hal ini disebabkan karena status kepulauan-kepulauan di wilayah Laut Natuna atas kepulauan yang terdapat di wilayah tersebut. Tiongkok mengemukakan aturan Sembilan Garis Putus-Putus (Nine Dash Line) sebagai klaim untuk wilayah Laut Natuna Utara sebagai Laut Cina Selatan yang meliputi Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly yang terikat dalam sengketa dengan Filipina, Tiongkok, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.

    Akan tetapi, dalam kasus ini, Negara Indonesia memiliki kedudukan dan posisi paling kuat terhadap Laut Natuna daripada Tiongkok yang hanya mengandalkan aturan Nine Dash Line. Sebab, perairan laut Natuna berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

    Tak hanya itu, kuatnya posisi Indonesia terhadap kedaulatan Laut Natuna sebagai bagian dari wilayah perairan Indonesia, juga dapat didukung dengan pelanggaran yang kerap kali dilakukan oleh Tiongkok terhadap Zona Eksklusif perairan Indonesia, dimana kapal-kapal Tiongkok memasuki wilayah perairan Laut Natuna tanpa seizin Indonesia dan melakukan illegal fishing.

    Kebijakan yang berkaitan dengan illegal fishing tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 115 tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing), serta dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37/Permen-KP/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal.

    Kesimpulannya, Indonesia meluncurkan kebijakan politik luar negeri dengan mengubah nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara dengan maksud untuk mempertahankan status dan kedaulatan (otonomi) wilayah perairan Indonesia. Berbagai kebijakan, termasuk penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing, merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghindari kerugian negara.

    Sebagai negara kepulauan yang wilayahnya didominasi oleh perairan, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat berlimpah dan terdiri dari berbagai variasi. Maka dari itu, sumber daya alam (SDA) di laut menjadi salah satu mata pencaharian yang sangat diandalkan oleh masyarakat Indonesia, terutama yang bermukim atau tinggal di pesisir pantai. Potensi kekayaan sumber daya laut yang sangat tinggi yang ada di laut Indonesia, menjadi pemicu adanya pelanggaran dari pihak asing yang ingin memanfaatkan dan mengambil sumber daya tersebut bahkan tanpa izin sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun