Dengan adanya instrumen multilateral ini, Indonesia akan memperoleh manfaat, yaitu tidak perlu melakukan negosiasi P3B secara terpisah dengan satu yurisdiksi tertentu, karena proses negosiasi bilateral (konvensional) ini akan membutuhkan waktu yang lebih lama serta alokasi sumber daya yang lebih besar, baik itu tenaga maupun dana sehingga perubahan atas aturan P3B tersebut akan menjadi lebih efektif jika dilakukan secara serentak dan sekaligus.Â
Selain menghemat waktu dan biaya, MLI juga memberikan manfaat lain secara substansial, yang mana menambah ketentuan dalam menangkal upaya tindakan penggerusan dan pengalihan, serta anti penghindaran pajak yang sebelumnya tidak ada dalam aturan P3B
Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI) merupakan strategi yang paling cepat dan tepat dalam mencegah penyalahgunaan penghindaran pajak berganda, mengingat bahwa ada ribuan aturan P3B atau tax treaty yang berlaku di berbagai penjuru dunia.
Sampai saat ini, terdapat 15 rencana aksi BEPS yang dilakukan dalam rangka mencegah praktik penggerusan basis pajak dan pemindahan laba usaha, dan MLI merupakan salah satu dari 15 BEPS Actions tersebut.Â
Dalam praktiknya, MLI ini sifatnya fleksibel karena MLI memberikan kesempatan pada setiap yurisdiksi untuk dapat memilih klausul MLI mana saja yang akan digunakan dengan cara menyesuaikannya dengan kondisi dan kebutuhannya. Sehingga nantinya klausul MLI yang dipilih akan mencerminkan kesepakatan bersama antara satu negara dengan negara mitranya.Â
Saat ini, terdapat beberapa standar dan norma dalam MLI yang dapat digunakan oleh setiap yurisdiksi untuk mencegah praktik BEPS. Yang pertama yaitu BEPS Action 2 (Menetralisir Pengaruh Perbedaan Penerapan Peraturan Antar Negara).Â
Menurut Action 2, perbedaan aturan dalam sistem perpajakan di berbagai dunia tidak jarang menimbulkan kesulitan untuk menentukan negara mana yang mengalami kerugian pajak. Ada dua macam solusi untuk permasalahan ini, yaitu solusi khusus peraturan dalam negeri dan juga solusi untuk isu-isu P3B. Â Untuk isu-isu P3B, solusi tersebut berisi rekomendasi khusus entitas yang memiliki status kewarganegaraan ganda. Yang kedua yaitu BEPS Action 6 (Preventing Granting of Treaty Benefits in Inappropriate Circumtances).Â
Menurut Action 6, ada 3 hal yang menjadi perhatian utama, di antaranya rekomendasi terkait peraturan domestik dalam rangka mencegah penyalahgunaan aturan P3B, penjelasan bahwasanya P3B tidak dibuat dengan tujuan untuk melakukan penghindaran pajak berganda, serta identifikasi hal-hal apa saja yang harus dipertimbangkan oleh suatu negara sebelum ia melakukan kesepakatan/perjanjian P3B dengan negara lain. Â
Yang ketiga yaitu BEPS Action 7 (Mencegah Adanya Pemalsuan atas Status Permanent Establishment). Action 7 ini memiliki tujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya tindakan pemalsuan atas status permanent establishment (PE). Mengacu pada standar internasional, kemungkinan suatu negara memajaki keuntungan perusahaan asing itu kecil, kecuali status PE memang dimiliki oleh perusahaan di negara tersebut. Â
Yang terakhir yaitu BEPS Action 14 (Making Dispute Resolution More Effective). Action 14 ini bertujuan menyelesaikan permasalahan melalui cara-cara yang lebih efektif. Tindakan yang dilakukan untuk memerangi praktik BEPS juga harus mencakup tindakan yang menjamin kepastian meningkatnya pertumbuhan investasi.
Dalam pelaksanaannya, setiap negara yang menandatangani MLI tidak memiliki kewajiban untuk melakukan revisi atau perbaikan atas naskah P3B mereka, karena pada dasarnya MLI adalah suatu instrumen yang diciptakan dalam rangka memodifikasi aturan P3B dengan cara menyandingkan aturan P3B dengan MLI itu sendiri. Jadi bisa disimpulkan bahwa pada esensinya, MLI tidak diciptakan untuk memperbaiki aturan P3B yang telah ada sebelum penandatanganan MLI.