MENDESKRIPSIKAN KEMBALI JURNALISME MULTIMEDIA
Pengertian jurnalisme multimedia akan terus berkembang seiring kreativitas dan teknologi
Dalam kalangan jurnalis penguasaan multimedia dipahami sebagai kemampuan untuk memproduksi foto, video, audio, info grafik, dan gambar animasi. Eric Maierson merupakan seorang produser di MediaStorm sejak tahun 2006 dan Robyn Tomlin merupakan seorang editor di Thunderdome. Kedua pekerja media ini enggan menggunakan kata "multimedia" untuk karya yang mereka produksi. Maierson lebih suka menyebut karyanya dengan "produksi film dan studio desain interaktif" dan Tomlin menyebut karyanya dengan "video dan interaktif".
Penggunaan kata interaktif ini digunakan Tomlin untuk produk multimedianya yang mana tidak hanya sekedar menyampaikan informasi namun juga membantu viewersnya untuk memahami informasi yang ingin disampaikan. Sehubungan dengan itu, multimedia tidak lagi hanya sekedar menyebarkan informasi dalam berbagai bentuk seperti foto, video, audio, info grafik namun juga memiliki interaktivitas dimana saling berkaitan dan saling membantu melengkapi dalam menyampaikan informasi. Pengertian multimedia akan terus berkembang seiring kreativitas dan teknologi baru yang terus berkembang.
Terdapat beberapa tips dalam menghasilkan produk multimedia.
Pertama, jangan mengulang informasi di platform yang berbeda. Blog, Youtube, Twitter, dan Instagram adalah beberapa contoh platform yang kini banyak digunakan untuk menyebarkan informasi. Jangan memuat informasi serupa meskipun disebarkan pada platform yang berbeda. Sebaiknya, manfaatkan sebaik mungkin keunggulan masing-masing platform. Seperti, fokus pada pembuatan tulisan panjang di Blog, fokus pada pembuatan konten video untuk konten di Youtube, fokus pada pembuatan konten tulisan-tulisan singkat di Twitter, dan fokus pada pembuatan konten foto di Instagram.
Kedua, informasi tidak harus selalu dalam bentuk teks. Informasi dapat juga disampaikan dalam cerita infografik di mana infografik tersebut mengutamakan penyampaian cerita dibanding tata letak agar dapat mudah ditangkap oleh audiens.
Ketiga, muat informasi dengan sederhana. Kemas informasi dengan singkat dan padat. Sampaikan secara sederhana agar mudah dipahami. Caranya dengan menyaring informasi yang penting dan tidak penting; yang harus dimasukan atau dibuang. Informasi yang terlalu panjang namun tidak mendetail akan membuat audiens bosan.
Keempat, raih perhatian audiens melalui visual. Raih perhatian audiens dengan visual menarik begitu mereka membuka platform yang kita miliki sehingga betah berlama-lama di dalamnya.
Kelima, informasi yang tidak urut tidak berarti harus rumit. Permudah audiens dalam navigasi cerita atau konten dimana mereka dapat melompat dari satu konten ke konten lainnya tanpa opsi yang rumit. Sehubungan dengan itu, menjadikan setiap audiens mungkin mencari konten yang sama namun mendapatkan informasi yang berbeda.
Keenam, tetap memuat interaktivitas meskipun rendah. Beberapa media telah memuat interaktivitas namun beberapa media lain masih pasif terhadap audiens mereka. Contohnya, menggunakan hyperlink meskipun penggunakan hyperlink yang dilakukan dengan cara klik tidak ubahnya seperti membalik sebuah buku.
Ketujuh, berikan audiens pengalaman yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya melalui produk multimedia yang dihasilkan.
Kedelapan, opini seorang jurnalis ketika membuat sebuah konten diperlukan karena pengetahuan mereka terkait organisasi dan peraturan-peraturan yang berlaku soal pembuatan konten. Namun, keputusan tetap berada di tangan produser konten terkait.
MULTIMEDIA DAN INTERAKTIVITAS
Multimedia tentu tidak sama dengan multiplatform.
Multimedia merupakan konten berita yang menggunakan lebih dari dua jenis media dalam satu platform. Koran tidak dapat disebut produk multimedia karena hanya hadir  dalam dua elemen yakni tulisan dan foto.
Bagaimana dengan televisi? Televisi ternyata tidak dapat disebut sebagai multimedia karena elemen yang ada pada televisi hanyalah audio dan video.
Produk multimedia setidaknya memuat 3 elemen media. Video dari NewYorkTimes yang berjudul "Snow Fall"Â di tahun 2012 dapat dijadikan sebagai contoh produk multimedia dimana informasi tersebut memuat tulisan, foto, video, dan animasi di dalamnya.
Interaktivitas diperlukan dalam produk multimedia guna melibatkan audiens untuk dapat berperan aktif terkait konten yang sedang dinikmatinya dan tidak lagi hanya sekedar melakukan klik link. Salah contoh interaktivitas yang dapat kita lihat adalah ketika New York Times mewawancari sekitar 200 orang terkait harapan mereka ketika Barack Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat dan mengunggahnya di website resmi New York Times. Audiens yang mengunjungi website tersebut tidak hanya cuma mampu mendengar namun juga dapat memberi pendapat mereka di laman yang sama.Â
Adanya interaktivitas membuat audiens yang sebelumnya pasif (hanya mampu melihat atau mendegar) kini dapat juga berpikir dan mengutarakan buah pikiran tersebut dan melihat pemikiran lain sesama audiens yang juga ikut berpendapat.
Contoh lainnya adalah laporan terkait laporan kasus pembunuhan dalam 12 bulan terakhir oleh Los Angeles Times. Audiens tidak lagi hanya mendapatkan data berupa nama, usia, dan asal tempat tinggal dalam bentuk tabel namun dalam bentuk map data di mana dalam map tersebut korban dipetakan berdasarkan tempat tinggalnya yang memudahkan kita melihat persebaran wilayah daerah mana saja tempat terjadinya perkara.Â
Selain itu, untuk lebih detail audiens hanya perlu melakukan klik titik merah pada map data dan selanjutnya akan muncul data terkait korban berupa nama, usia, alamat tempat tinggal, ras, penyebab terbunuh, beserta foto korban itu sendiri.
Youtube: https://youtu.be/J4hicnOIM6Q
Soundcloud: https://soundcloud.com/user-935389531/mulmed-storytelling
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI