Tak ada jawaban, hanya sebuah anggukan pertanda mengiyakan. Angin malam menusuk permukaan kulit. Membelai halus, menyelimuti tubuh. Tak ada pembicaraan selama perjalanan. Lebih tepatnya belum ada topik yang perlu dibicarakan. Dipertemukan malam, bersama mengitari keindahan bumi. Jalan semakin terjal. Dingin semakin terasa. Kendaraan telah berganti. Sejenak berhenti di pos pertama setelah dua jam perjalanan. Lumayan melelahkan, namun impian dihadapan senantiasa menguatkan.
“Kamu baik-baik saja? Gak bawa jaket kah? Dingin banget ini” tanyanya beruntut setelah kaki ini berpijak pada tanah.
Sejujurnya, saat ini Senja mulai kedinginan. Hawa daerah pengunungan mulai terasa mencekam. Meski masih bisa sedikit tertoleransi. Satu kesalahan Senja dalam perjalanan kali ini, lupa membawa jaket. Uji nyali memang, pergi ke gunung tanpa membawa jaket. “Agak mulai kerasa dinginnya si, tapia man kok snatai” jawab Senja.
“Eh iya, aku ke temenku dulu ya. Istirahat sebentar, hehe. Kamu istrahat juga,” lanjut Senja
Dirinya mengangguk, “Oke siap. Aku tunggu di sini ya nanti.”
Senja berjalan menuju Cyra dan Maya. Kedua sahabatnya telah berkumpul, bergosip lebih tepatnya. Entah topik apa yang menyebabkan keduanya tertawa terbahak-bahak. Senja mengoleskan minyak kayu putih pada telapak tangannya. Mencoba mencari kehangatan meski rasanya minyak kayu putih tersebut tak berfungsi untuk suasana dingin seperti ini.
“Jadi, Nja. Gimana rasanya jalan sama doi” Maya tertawa geli.
“Heh, doi apaan astagfirullah. Kenal juga masih hitungan jam. Jangan ngelantur tolong,” seru Senja sebal.
Cyra tertawa puas melihat wajah Senja yang sudah dipastikan geram. “Aku merestuimu kok sama dia. Ganteng kok temen Rendy yang satu itu. Lumayan kan geng kita pasangannya sama geng mereka. Kalo mau jalan bareng dirimu sudah tidak jomblo lagi, ya gak sis” sambil mencolek dagu Senja.
“Nah. Aku setuju juga si, Nja. Ganteng kok doi, bisa di bawa ke kondangan,” timpal Maya. Senja malas menanggapi, meskipun sedikit terbesit dalam pikirannya membenarkan ucapan sahabatnya. “Iya deh, terserah kalian. Berasa daku hidup dibawah harapan kalian aja.”
Waktu istirahat selesai. Rombongan pun melanjutkan perjalanan menuju puncak. Senja kembali menaiki kendaraan yang sama dengan partnernya. Suasana diantara keduanya mulai mencair. Beberapa pertanyaan telah menguasai perjalanan hingga kecanggungan diantara keduanya perlahan terkikis. Nyaman. Satu kata yang menggambarkan suasana saat ini. Gerimis hujan tak ingin melewatkan menemani perjalanan mereka. Jalan semakin curam dan licin. Tak ada jalan mulus yang membentang. Hanya tanah dan batuan yang nyata.