Mohon tunggu...
Cut ZaizafunNada
Cut ZaizafunNada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberagaman Muslim Indonesia: Bagaimana Menyikapinya?

15 Juli 2024   16:19 Diperbarui: 15 Juli 2024   17:25 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Indonesia memiliki keberagaman dalam pemahaman Islam, hal ini mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah bangsa ini. Meskipun demikian, keragaman ini seringkali memicu tantangan dan perselisihan dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut saya akan membahas tentang bagaimana masyarakat muslim Indonesia dapat menyikapi keragaman ini, dengan menguraikan beberapa contoh konflik yang pernah terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.

Keragaman Islam di Indonesia

Keragaman pemahaman Islam di kalangan masyarakat muslim Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari praktik ibadah, pemahaman teologis, hingga adat istiadat yang melingkupinya. Islam di Indonesia tidak hanya berpacu pada satu pemahaman karena terdapat banyak organisasi keagamaan di Indonesia. Organisasi keagamaan yang umum terdengar di kalangan masyarakat umum adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dan Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh Hasyim Asy'ari. Kedua organisasi ini tentu saja memiliki pemahaman yang berbeda

Masyarakat muslim Indonesia yang mengikuti organisasi NU (Nahdlatul Ulama) lebih banyak dibandingan masyarakat muslim yang mengikuti organisasi Muhammadiyah. Perbedaan diantara keduanya sering memicu ketegangan karena bedanya pemahaman penafisran mengenai hukum islam.

Di kalangan masyarakat muslim Indonesia ajaran NU dikenal memiliki akar yang kuat dalam tradisi keagamaan dan budaya Jawa, yang membuatnya dekat dengan masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat Indonesia timur. NU juga memiliki jaringan pesantren yang luas di seluruh Indonesia. Pesantren-pesantren ini tentunya tidak hanya berperan sebagai sarana pembelajaran agama islam, tetapi juga sebagai pusat penyebaran nilai-nilai keagamaan NU di kalangan para santri dan masyarakat umum. Kemudian juga NU aktif dalam berbagai kegiatan sosial, seperti pembangunan masjid, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial yang memperkuat pandangan positif masyarakat terhadap masyarakat.

Muhammadiyah juga memiliki jumlah pengikut yang signifikan, terutama di daerah-daerah tertentu di Indonesia, diantaranya, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di kalangan masyarakat muslim Indonesia ajaran Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang ingin membersihkan praktik keagamaan yang dianggap bid'ah (yang tidak sesuai dengan ajaran Islam) juga lebih cenderung menggunakan pendekatan yang lebih modern dalam praktik keagamaannya. Selain itu Muhammadiyah juga aktif dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dengan banyak mendirikan sekolah, rumah sakit, dan universitas, serta terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan.

Sederhananya, ketengan antar dua organisasi ini sering terjadi saat penentuan hari raya dan penentuan awal Ramadhan. Muhammadiyah sering menggunakan metode hisab (perhitungan astronomi), sementara NU lebih cenderung menggunakan metode rukyat (pengamatan hilal). Kemudian dalam hal praktik ibadah dan tradisi keagamaan, misalnya, perbedaan pandangan tentang tahlilan, yasinan, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah yang berorientasi pada pembaruan ingin membersihkan praktik-praktik ibadah dari unsur-unsur yang dianggap bid'ah (inovasi dalam agama) berbeda dengan NU yang lebih tradisional dan mempertahankan banyak praktik keagamaan lokal dan tradisi.

Kedua organisasi ini juga memiliki banyak institusi pendidikan dan sosial dalam hal pendirian dan pengelolaan sekolah, pesantren, dan kegiatan sosial lainnya, meskipun kadang-kadang menimbulkan ketegangan, secara umum tetap dalam koridor persaingan yang sehat. Meskipun memiliki perbedaan dalam pendekatan dan fokus kegiatan, kedua organisasi ini berperan penting dalam memperkokoh keberagaman dan kekuatan Islam di Indonesia secara keseluruhan.

Selain kedua organisasi tersebut ada banyak lagi organisasi keagamaan di Indonesia, diantaranya Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) (sekarang dibubarkan), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Berikut Konflik-konflik yang Pernah Terjadi di Kalangan Masyarakat Muslim Indonesia dan Cara Mengatasinya

1. Penolakan Ustadz Firanda Andirja Abidin di Aceh

Pada Juni 2019 lalu, sempat terjadi kegaduhan di masjid Al-Fitrah di Kota Banda Aceh, Aceh Besar. Kegaduhan terjadi karena diadakannya ceramah yang diisi oleh ustadz Firanda Andirja Abidin. Masyarakat Aceh sekitar menganggap bahwasanya ustadz Firanda adalah seorang yang menganut aliran wahabi, mereka mengatakan bahwasanya beliau tidak perlu mengisi kajian di daerah yang dimana mayoritasnya adalah ahlussunah wal jamaah bukan wahabi. Kegaduhan ini terjadi hampir diiringi dengan Tindakan kekerasan akan tetapi panitia sudah mengamankan ustad Firanda saat kegaduhan terjadi.

Penolakan seperti ini bisa dilakukan dengan cara yang lebih santun dan tertib, agar tidak terjadi kericuhan yang merugikan. Beliau juga tidak melakukan kejahatan, tidak perlu ditanggapi dengan kekerasan, karena sesungguhnya kekerasan tidak pernah menjadi Solusi dari masalah apapun.

2. Pembubaran Kajian Ustadz Hanan Attaki di Madura

Pada 2023 silam, ustadz Hanan Attaki menjadi pembicara pada sebuah kajian yang diselenggarakan di Madura, masyarakat sekitar melakukan demo massal untuk menolak ustad hanan attaki sebagai pembicara dalam kajian tersebut, hal ini terjadi karena pemahaman masyarakat yang berbeda, ustad hanan attaki yang hiasanya mengisi dakwah kepada pemuda-pemuda, beliau menggunakan bahasa modern sebagai perumpamaan dari dakwah-dakwah beliau, tentunya hal ini sangan mudah diterima di kalangan pemuda karena lebih mudah dipahami, akan tetapi banyak juga masyarakat yang tidak setuju akan hal itu, mereka menganggap ini adalah hal yang tidak pantas, misalnya ustad hanan attaki pernah mengumpamakan Nabi Musa adalah seorang preman, masyarakat yang awam mungkin menganggap ini adalah hal yang fatal dan sangat amat tercela, padahal ustad Hanan Attaki mengatakan hal tersebut hanya sebagai perumpamaan nabi musa dengan maksud tertentu. masyarakat menganggap beliau adalah penganut aliran wahabi, karena penyampaian beliau yang tidak sesuai dengan pemahaman masyarakat. Pada bulan Mei 2023, ustad Hanan Attaki berbaiat sebagai tanda bergabung ke organisasi NU (Nahdlatul Ulama). Semenjak terjadinya baiat tersebut respon masyarakat terhadap kajian dakwah ustad hanan attaki menjadi leboh positif dan lebih diterima.

Untuk kasus seperti ini alangkah baiknya bagi setiap masyarakat untuk merespon dengan lebih baik, merespon dengan ilmu apabila tidak bisa menerima seseorang, karena demo terhadap hal seperti ini merupakan sesuatu yang berlebihan, karena sesungguhnya beliau tidaklah melakukan kesalahan yang merugikan orang lain, hanya saja berbeda pemahaman.

3. Kasus Penistaan Agama oleh Ahok

Pada tahun 2016, kasus penodaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pusat perhatian nasional dan internasional. Ahok, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dituduh menodai agama Islam melalui pidatonya di Kepulauan Seribu. Kurang lebih beliau menyampaikan kepada orang disekitarnya agar tidak mudah dibohongi dengan Surah Al-maidah karena takut memilih beliau. Kasus ini memicu demonstrasi besar-besaran dan menimbulkan ketegangan antarumat beragama di Indonesia.

Untuk mengatasi kasus-kasus penodaan agama, diperlukan pendekatan yang lebih hati-hati dan dialogis. Proses hukum harus dilakukan secara transparan dan adil tanpa tekanan dari kelompok-kelompok tertentu. Pemerintah dan tokoh agama juga harus berperan aktif dalam meredakan ketegangan dan membina dialog antarumat beragama untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang.

Saran

Menghadapi keragaman Muslim di Indonesia memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan terbuka. Pendidikan agama yang terbuka dan toleran sangat penting untuk memahami dan menghargai perbedaan. Kurikulum sekolah juga harus mengajarkan keragaman Islam dan pentingnya saling menghormati antar umat beragama.

Pemerintah juga harus secara aktif mendorong dialog antarumat beragama dan melibatkan tokoh agama untuk menjaga kerukunan. Dialog ini harus rutin dan melibatkan para pemimpin agama untuk menjaga keharmonisan. Media massa juga penting untuk menyebarkan narasi positif tentang keragaman dan mencegah informasi yang bisa memicu konflik.

Penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan dan intoleransi sangat penting untuk menjaga ketertiban. Pemerintah harus melindungi hak-hak minoritas dan memastikan semua warga negara bisa beribadah sesuai keyakinan mereka tanpa rasa takut.

Kesimpulan 

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, memiliki keragaman pemahaman Islam yang mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah. Keragaman ini, meskipun berpotensi menimbulkan konflik, juga dapat menjadi sumber kekuatan. Organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dengan pendekatan dan pemahaman yang berbeda, sering kali mengalami ketegangan dalam praktik ibadah dan penafsiran ajaran Islam.

Contoh konflik, seperti penolakan terhadap ustadz Firanda dan Hanan Attaki, serta kasus penodaan agama oleh Ahok, menunjukkan perlunya pendekatan dialogis dan toleran dalam menghadapi perbedaan. Masyarakat sebaiknya merespons dengan cara yang lebih konstruktif dan berdasarkan ilmu, bukan dengan kekerasan atau demonstrasi berlebihan.

Pentingnya pendidikan agama yang terbuka dan inklusif, serta dialog antarumat beragama, menjadi kunci dalam menjaga kerukunan. Pemerintah dan tokoh agama harus aktif berperan dalam meredakan ketegangan, sementara media massa perlu menyebarkan narasi positif mengenai keragaman. Penegakan hukum yang adil juga diperlukan untuk melindungi hak-hak minoritas dan mencegah kekerasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun