"Ada kecukupan di dunia untuk kebutuhan manusia, tetapi tidak untuk keserakahan manusia."
-Mahatma Gandhi
Aktivitas manusia yang dilakukan secara individu maupun kolektif pastinya menimbulkan emisi karbon (carbon emission). Kegiatan industri manufaktur (perusahaan otomotif, konveksi, furnitur) yang terkonsentrasi pada pemakaian listrik pompa produk maupun pompa injeksi bahan kimia adalah hal yang paling memicu peningkatan emisi karbon. Begitu juga tingginya angka deforestasi turut menyumbang gas emisi lantaran permintaan lahan untuk konversi pertanian dan pertambangan meningkat. Padahal kegiatan penebangan kayu komersial dalam skala besar dapat menurunkan persentase pohon yang dapat menyerap karbondioksida pada atmosfer. Dampaknya, emisi karbon terus meningkat sehingga menimbulkan perubahan konsentrasi gas rumah kaca.
Efek yang terjadi pada lingkungan yakni global warming hingga memicu perubahan iklim. Suhu bumi meningkat, mencairnya kutub es, kebakaran hutan, serta meningkatnya intensitas air laut.
Apakah jejak karbon hanya berdampak pada lingkungan? Tentu saja tidak. Dampak itu merembet merusak ranah kesehatan dan ekonomi. Ketika iklim berubah, terjadi peningkatan gelombang panas yang signifikan. Kemarau dan hujan lebat silih berganti. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Terlebih meningkatnya suhu bumi dapat menyebabkan virus dan bakteri tumbuh begitu cepat.
Efek yang didapat dari perubahan iklim terhadap ranah ekonomi yakni terjadinya penurunan produksi pertanian dan gagal panen lantaran berubahnya volme curah hujan. Hal itu dapat memperbesar angka pengangguran, konflik, kelaparan, serta imigrasi. Belum lagi kerusakan infrastruktur sarana prasarana masyarakat yang mengganggu bidang pariwisata hingga kelautan. Secara tidak langsung jejak karbon mengganggu berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat kompleks.
Kemudian tindakan apa yang harus diambil untuk mengurangi emisi karbon? Apa yang harus kita lakukan untuk memangkas gas rumah kaca demi bumi dan kelangsungan hidup manusia? Berikut akan dibahas cara-cara untuk mengurangi gas emisi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan curah hujan dan sinar matahari yang tinggi sepanjang tahun. Keberadaan geografis Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa menjadikan Indonesia rumah yang tepat bagi tumbuhnya berbagai jenis pohon. Akan tetapi penebangan hutan yang tidak terkendali selama bertahun-tahun menyebabkan penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Padahal selain berdampak pada ekologi, deforestasi merupakan salah satu penyebab utama emisi karbon. Bagaimana tidak? Pohon mampu menyerap karbondioksida secara alami dalam proses fotosintesisnya. Lalu apa jadinya bila fenomena hilangnya tutupan pohon dan area hijau terus berlanjut?
Hal ini selaras dengan pernyataan Arief Wijaya, Direktur Program World Resources Institute (WRI), yang menyatakan sektor kehutanan dan tata guna lahan masih menjadi penyumbang pengurangan emisi karbon terbesar di Indonesia pada Februari 2023 lalu.
Telah dilakukan rangkaian kegiatan penanaman pohon di kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang Jambi pada Kamis, 23 September 2023 lalu dalam rangka memperingati Hari Lahan Basah (World Wetlands Day/WWD) sebagai kontribusi nyata dalam upaya konservasi area hijau Indonesia. Pemulihan ekosistem pada salah satu situs ramsar tersebut bertujuan untuk menjaga lingkungan khususnya dari emisi karbon yang berasal dari lahan basah. Hal ini menunjukkan hutan Indonesia masih memiliki komitmen untuk menjadi bagian dari paru-paru dunia.
Sejauh ini penanaman pohon masih menjadi cara paling efektif untuk meredam gas emisi. Deforestasi yang tergantikan oleh reforestasi pada lahan-lahan kritis terus memperbaiki oksigen bumi, selaras dengan target Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menetapkan gas emisi karbon dari sektor kehutanan nihil pada 2030.
Selain penanaman pohon, meminimalisir pemakaian bahan bakar fosil juga dapat menekan jejak karbon. Sayangnya, sebagian besar aktivitas manusia masih menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara, gas, dan minyak. Transisi energi dari bahan bakar fosil menuju sumber energi ramah lingkungan dan terbarukan masih menjadi tantangan hingga saat ini.
Energi terbarukan adalah sumber energi yang tersedia oleh alam dan bisa dimanfaatkan secara terus-menerus seperti energi matahari, energi angin, energi air, dan energi panas bumi. Penggunaan energi terbarukan menjadi solusi dari eksplorasi komoditas yang telah merusak lingkungan serta pencemaran. Selain itu, optimalisasi energi bersih juga dapat menciptakan masyarakat yang mandiri energi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Namun dikarenakan minimnya investasi di sektor energi terbarukan serta kesenjangan teknologi, pengembangan energi terbarukan menjadi terhambat sehingga pemanfaatannya masih sedikit.
Gas emisi juga dapat diminimalisir dengan efisiensi penggunaan transportasi. Tindakan yang bisa kita lakukan adalah mengurangi berkendara dan beralih menggunakan sepeda atau berjalan kaki. Opsi lain adalah pemberlakuan pemerintah untuk menata kembali sektor transportasi sehingga masyarakat dapat beralih ke transportasi umum. Selain dapat mengurangi kemacetan, menaiki kendaraan umum juga dapat mendukung proses dekarbonasi. Polusi dan emisi menurun sehingga lingkungan tak banyak menyerap bahan beracun. Dengan begitu, emisi karbon mencapai titik terendah emisi sehingga kesehatan masyarakat pun juga meningkat.
Langkah terakhir yang dapat kita lakukan untuk menekan jejak karbon yakni efisiensi energi pada rumah tangga. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi listrik per-kapita di Indonesia sebesar 1.173 kilowatt hour (kWh) pada 2022. Jumlah itu meningkat 4,45% dari tahun sebelumnya yang sebesar 1.123 kWh. Pernyataan ini menunjukkan besarnya angka penggunaan listrik di Indonesia. Mirisnya hal yang mendominasi produksi listrik itu sendiri adalah pembangkit listrik berbahan bakar fosil dengan PLTU batu bara yang menjadi kontributor utama. Padahal penambangan batu bara mulai dari pengolahan hingga pembuangan limbah secara tidak langsung merusak biodiversitas. Belum lagi rusaknya transformasi material dan nutrisi dalam ekosistem yang berdampak langsung pada vegetasi tanaman. Ujung-ujungnya terjadilah global warming dan penumpukan gas emisi.
Peralihan penggunaan energi listrik menuju energi bersih seperti memasang panel surya atau penggunaan lampu LED dapat mengurangi efek yang ditimbulkan. Cara lain yang bisa dilakukan adalah mengkonversikan energi kinetik menjadi energi listrik dengan memasang kincir pada daerah yang memiliki arus. Putaran kincir air/ angin ini akan memutar generator sehingga menghasilkan energi listrik.
Seperti itulah benang-benang kegiatan manusia yang berujung pada gas emisi. Sudah tak terbayang setipis apa lapisan bumi di atas sana yang kian terkikis. Kerusakan alam yang terjadi saat ini bukan terjadi pada kita, melainkan karena kita. Hal sederhana seperti pemasangan panel surya maupun menanam pohon di halaman rumah memiliki kontribusi besar untuk meminimalisir emisi karbon saat ini. Merawat lingkungan hari ini dapat menciptakan kehidupan esok yang lebih baik. Pilihannya hanya ada dua; membeli tabung oksigen atau menjaga oksigen gratis yang sudah ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H