Pendidikan multikultural di daerah Sumatra Barat bisa disebut dengan Budaya Alam Minang kabau disingkat dengan kata BAM. Dulu BAM ini merupakan mata pelajaran yang harus ada di kelas terutama daerah Sumatra Barat. Di terapkan pada jenjajang SD, SMP, dan SMA dengan mendalami budaya asli minang kabau. Namun seiring perkembangan zaman serta kurikulum yang banyak perubahan, mata pelajaran BAM ini sudah banyak yang tidak dipelajari di sekolah-sekolah Sumatra Barat. BAM banyak yang diganti dengan mata pelajaran seni budaya. Di seni budaya pun yang dipelajari tidak hanya seni dan tradisi di daerah Sumbar saja tetapi seluruh daerah di Indonesia pun ada di pelajaran seni budaya. Sehingga banyak anak sekarang yang kurang memahami seni, tradisi, adat dan kebiasaan sopan santun di Sumatra Barat.
Etnik yang dimiliki keluarga saya ialah etnik minangkabau. Meskipun di daerah Sumatra Barat banyak daerah kota dan kabupaten, tetap saja orang luar kota banyak menyebutkan dengan nama Padang. Padahal banyak tempat wisata lain yang terkenal di sumatra barat, seperti Mifan (Minang fantasi) di Padang Panjang, Jam Gadang di Bukittinggi, pantai air manis yang ada batu malin kundangnya, lembah harau merupakan salah satu tempat wisata favorit wisatawan Nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman), di Tanah Datar ada Istano Basa Pagaruyung yang merupakan peniggalan kerajaan Pagaruyung, serta banya lagi danau, pulau, pantai dan tempat wisata yang diluar Padang dan masih berada di daerah Sumatra barat.Intinya, banyak orang luar yang menyebutkan padang, karena itu adalah ibukota dari provinsi Sumbar, atau karena Nasi Padang.
Di rumah saya menggunakan bahasa campuran, kadang pakai bahasa Indonesia, dan kadang pakai bahasa minang. Bahasa minang pun banyak yang memiliki perbedaan dialek serta penggunaan kata. Dialek yang sudah tercatat di Sumbar ialah, Dialek Agam-Tanah Datar, Dialek Koto Baru, Dialek Pasaman,Dialek Pancung Soal, Dialek Lima Puluh Kota. Dialek yang sering dipakai di minang ialah dialek agam. Jika membahas tentang bahasa yang ada di Sumatra Barat, lain daerah lain pula dialek serta penggunaan katanya. Seperti contoh, daerah yang masih sama kabupatennya yaitu Tanah Datar, dengan kecamatan Lintau Buo dan kecamata Batipuh, kamu jika berbicara dengan perempun "ka" dan laki-laki "ang" ini di Lintau, jika di Batipuh dan sekitarnya "agu" untuk perempuan dan "ang" untuk laki-laki. Kata yang dicontohkan itu merupakan kata yang digunakan jika sudah akrab atau dari yang lebih tua ke yang lebih kecil, karena kata tersebut bisa dikatakan kata yang lumayan kasar.
Presepsi orang yang sering keliru terhadap etnis minang ini ialah, orang minang itu pelit, perhitungan. Sebenarnya orang minang tidak pelit tetapi hemat, karena kebanyakan orang dari suku minang merupakan perantau, jadi harus bisa memanajemen keuangan sebaik mungkin, dan jika sudah memiliki materi yang lebih maka orang minang akan royal terhadap orang dekatnya. Dengan demikian orang minang banyak yang berhasil berbisnis di perantauan. Saat saya merantau pun tidak banyak perbedaan yang saya rasakan. Karena daerah perantauan pun memiliki mayoritas agama yang sama serta, ada beberapa orang yang berasal dari daerah yang sama.
Perbedaan di lingkungan sekitar serta pergaulan merupakan hal yang lumrah saya alami. Di Indonesia saja memiliki 6 agama yang berbeda, 34 provinsi, 1340 suku bangsa, dan budaya yang berbeda-beda pula. Hanya toleransi yang harus di tanamkan sejak dari dini, sehingga perbedaan tidak dianggap hal yang meresahkan tetapi hal yang harus di hargai. Perbedaan disini bukan dalam konteks yang jelek, tetapi perbedaan keyakinan, suku, ras, serta budaya yang harus dapat ditanamkan rasa menghargai dan juga yang paling penting dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H