Mohon tunggu...
nad
nad Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

life sucks

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Fearful-Avoidant Attachment terhadap Hubungan Romantis Anak Saat Dewasa

14 Desember 2023   03:28 Diperbarui: 14 Desember 2023   03:57 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan Mental, orami.co.id.

Dampak pola keterikatan orang tua terhadap anak menjadi alasan kuat terhadap kualitas hubungan sosial maupun romantis anak saat dewasa. Hal ini dikarenakan hubungan kelekatan yang kokoh terdiri atas emosi-emosi yang kuat untuk saling mempengaruhi serta adanya ekspektasi pada pasangan. 

Pola asuh orang tua secara tidak sadar akan membentuk kepribadian dan emosional anak sesuai dengan apa yang mereka terapkan. Saat masa pubertas, anak akan mengalami perkembangan hubungan romantis. 

Namun, sebagian besar remaja memiliki kecenderungan keterikatan romantis yang menghindar (avoidant romantic attachment) maupun keterikatan romantis yang takut-menghindar (fearful-avoidant romantic attachment), dan hal ini memiliki dampak  yang signifikan terhadap keberlangsungan hubungan romantis anak saat dewasa.

Semua ini terjadi karena banyak faktor, seperti gaya pengasuhan, efek pemodelan peran orang tua, pengaruh teman sebaya, kepatuhan sosial, maupun faktor individu. 

Anak yang mendapatkan pola asuh yang tidak aman dan cenderung pada pola keterikatan takut-menghindar (fearful-avoidant attachment) akan menjadikan pribadi yang takut akan keterikatan emosional yang mendalam, akan tetapi mereka juga takut untuk sepenuhnya menjauh dari hal tersebut. 

Menjadikan adanya konflik internal dan dilemma, antara ingin dekat dan terikat dengan orang lain, namun terdapat ketakutan pada penolakan dan terluka akan kehilangan yang kemungkinan akan ia dapatkan nantinya. 

Hal ini biasanya akan menyebabkan adanya siklus tarik-ulur dalam hubungan mereka, karena ketakutannya pada hubungan emosional yang mendalam dan menyebabkan kebingungan dan ketidakstabilan dalam hubungan romantis mereka. Hal ini juga dapat menimbulkan adanya kesulitan dalam mempercayai pasangan dan mengekspresikan kebutuhan emosional.

Figur terikat yang paling tepat pada pola keterikatan anak ialah orang tua. Keterikatan (attachment) antara orang tua dan anak memberi dampak yang cukup signifikan pada perilaku anak di masa depan. 

Jika anak memiliki keterikatan yang baik dengan orang tuanya, maka diyakini anak tersebut akan berkembang lebih optimal dan memiliki perilaku yang positif. Hal ini dipastikan karena orang tua memiliki ikatan biologis sehingga memiliki garis herediter, sebagai turunan. Atau dengan kata lain mereka memiliki ikatan darah yang kuat (Fatimah, 2019).

Pola asuh keterikatan merupakan konsep yang penting untuk memahami sejauh mana pengalaman anak dengan orang tua dapat mempengaruhi hubungan romantis mereka saat dewasa. 

Terdapat 4 pola keterikatan yang terdapat dalam konsep ini, antara lain yaitu: keterikatan aman, menghindar, cemas dan terganggu. Masing-masing dari pola asuh ini, akan menjadikan perbedaan kepribadian yang jelas dalam pengalaman hubungan romantis. Intinya, kualitas hubungan mereka dengan kedua orang tua selama masa kanak-kanak secara signifikan berhubungan dengan gaya keterikatan mereka dengan orang lain di masa dewasa.

Mereka yang memiliki pola asuh takut-menghindar lebih cenderung melaporkan terpisah dari ibu mereka selama masa kanak-kanak dan tidak percaya pada orang lain. Gaya pola asuh takut-menghindar ditandai dengan penghindaran dan kecemasan yang tinggi, serta model negatif dari diri sendiri dan orang lain. 

Individu yang suka menghidar ditandai dengan penghindaran yang tinggi dan kecemasan yang rendah. Meskipun mereka memiliki model diri yang positif, mereka memiliki evaluasi negatif terhadap orang lain sebagai orang yang bergantung dan membutuhkan, mungkin merefleksikan ketidaknyamanan mereka dengan keintiman (Glesson & Fitzgerald, 2014).

Individu yang memiliki pola asuh keterikatan takut-menghindar cenderung tidak berpikir, merasa, dan berperilaku sesuai dengan model kerja mereka yang tidak aman ketika mereka lebih bergantung pada pasangan/hubungan mereka. Selain itu, ketika mereka memiliki interaksi yang penuh tekanan dengan pasangannya, mereka cenderung bereaksi dengan cara yang "tidak aman" ketika pasangan romantis mereka menyangga kekhawatiran terkait keterikatan mereka (Simpson & Rholes, 2017).

Pola asuh keterikatan cemas dan menghindar sama-sama mencerminkan ketidakamanan dalam hubungan dekat, terlebih dalam masalah emosional. Namun, dampaknya terbukti berbeda.

Menurut penelitian yang diteliti oleh Stavropoulos, dkk. pada tahun 2018 menyebutkan bahwa tingkat manifestasi keterikaan cemas yang lebih tinggi, telah dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas terhadap tanda-tanda penolakan. 

Sementara tingkat penghindaran yang lebih tinggi, telah ditemukan untuk mendorong perilaku penarikan diri yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan temuan terbaru yang mencatat bahwa lebih banyak individu yang mendapatkan pola asuh menghindar, cenderung menggunakan repetoar strategi penonaktifan seperti perilaku pre-emptive dan post-emptive untuk mengatur kembali proses emosional mereka.

Hasil seksual pada individu yang menunjukkan keterikatan takut-menghindar, yaitu mereka yang memiliki kecenderungan keterikatan ini enggan untuk terlibat dalam hubungan dekat dan kebutuhan yang sangat besar untuk dicintai oleh orang lain (Nicolas & Herve, 2019).

Individu dengan gaya kelekatan fearful-avoidant umumnya memiliki tingkat penghindaran yang tinggi, dan kecemasan yang tinggi. Tidak nyaman dengan kedekatan dan menekankan pada dedikasi dan cinta dari kaki tangan. Tidak dapat bertahan dengan kedekatan yang antusias dalam suatu hubunngan; faktual, suka mencari-cari kesalahan, tidak mampu mengelola perasaan; hubungan yang merusak. Antisosial; tidak adanya rasa kasih sayang dan penyesalan; memaksa dan penahanan; narsis, tidak menghormati aturan; penyalahgunaan zat dan rasa bersalah (Singh et al., 2022).  

Dalam menyikapi individu dengan fearful-avoidant attachment dalam hubungan romantis, menjadi imperatif untuk memahami kompleksitas pengaruh pola keterikatan ini terhadap dinamika interpersonal. Dengan melibatkan kesabaran dan kebijaksanaan, pasangan dapat membangun dasar yang kuat untuk mengatasi tantangan yang muncul. 

Komunikasi terbuka dan jujur menjadi kunci utama, diikuti dengan dukungan terhadap kemandirian pasangan serta menciptakan pengaturan yang aman. Mendukung proses penyembuhan bersama melalui terapi pasangan atau konseling dapat menjadi langkah efektif dalam memahami dan mengelola fearful-avoidant attachment.

Penting juga untuk menciptakan kepastian dan konsistensi dalam hubungan, menghindari siklus yang tidak konsisten yang dapat meningkatkan kecemasan pasangan. 

Selain itu, menjaga komunikasi yang efektif, memahami kebutuhan individu, dan melibatkan pengertian serta empati dapat membantu menciptakan hubungan romantis yang lebih sehat. 

Akhirnya, bila diperlukan, melibatkan bantuan profesional dapat memberikan pandangan yang objektif dan alat praktis untuk mengatasi berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam perjalanan hubungan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun