Mohon tunggu...
Nachla Malik01
Nachla Malik01 Mohon Tunggu... Psikolog - Saya adalah Mahasiswa S1 jurusan Psikologi di Universitas Airlangga.

saya tertarik pada penulisan di bidang isu isu dunia, hiburan, kesehatan, dan olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Isu Fatherless kian marak, peran ayah dinilai kurang dalam tumbuh kembang anak?

11 Januari 2025   11:01 Diperbarui: 11 Januari 2025   10:54 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

ISU FATHERLESS KIAN MARAK, PERAN AYAH DINILAI KURANG DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK?

Istilah fatherless di Indonesia seringkali digunakan untuk konteks anak anak yang dalam tumbuh kembangnya kurang sosok figur ayah mulai dari  dukungan emosional, fisik dan finansial.

Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan dan pertumbuhan anak, mereka cenderung memerlukan lingkungan yang penuh dengan dukungan dan contoh baik, terlepas dari itu ternyata isu fatherless di Indonesia menjadi hal yang tak asing di telinga, beberapa hal yang menjadi alasan hilangnya peran ayah adalah, akibat perceraian, kematian, kepergian ayah, atau bahkan ayah yang secara fisik hadir tetapi tidak terlibat dalam kehidupan anak.

Dampak dari ketiadaan sosok ayah sendiri ini cukup serius dan mendalam dalam berbagai aspek perkembangan anak. Dampak ini tidak hanya terbatas pada kondisi emosional, tetapi juga meluas ke ranah sosial, pendidikan, dan masa depan anak secara keseluruhan, sebagaimana dapat diperinci:

1. Dampak Emosional dan Psikologis

Secara emosional, anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah sering menghadapi rasa kehilangan yang mendalam. Ayah, sebagai figur yang biasanya memberikan rasa aman dan stabilitas emosional, memiliki peran penting dalam kehidupan seorang anak. Tanpa kehadiran ini, anak bisa merasa kesepian atau bahkan merasa tidak lengkap.

Ketiadaan figur ayah juga dapat memengaruhi stabilitas emosi anak. Anak-anak fatherless sering kali mengalami kebingungan atau kemarahan yang sulit dikelola. Dalam jangka panjang, ini dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau bahkan stres pasca-trauma (jika kehilangan ayah disebabkan oleh peristiwa traumatis)

2. Dampak Sosial

Kehidupan sosial anak juga sering terdampak oleh ketiadaan figur ayah. Anak-anak fatherless mungkin menghadapi tantangan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Mereka bisa merasa canggung atau tidak percaya diri dalam menjalin persahabatan, hubungan asmara, atau bahkan hubungan profesional di kemudian hari.

Perilaku antisosial atau destruktif juga sering muncul, terutama pada anak-anak yang tidak memiliki dukungan emosional yang cukup dari lingkungan mereka. Mereka mungkin terlibat dalam kenakalan remaja, seperti bolos sekolah, penyalahgunaan narkoba, atau tindak kriminal. Hal ini sering kali merupakan cara mereka untuk mengekspresikan rasa frustrasi atau mencari perhatian yang hilang.

3. Dampak Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, dampak fatherless bisa membentuk pola kehidupan yang sulit diputus. Misalnya, anak-anak yang tumbuh tanpa ayah cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengulangi pola yang sama di kehidupan mereka sendiri, seperti menjadi orang tua tunggal atau tidak terlibat aktif dalam kehidupan anak-anak mereka di masa depan.

Lalu bagaimana upaya penanganannya?

  • Konseling keluarga, pemerintah atau organisasi sosial diharap mampu menghadirkan konseling sebagai upaya untuk membantu keluarga dalam masalah emosi dan hubungan satu sama lain.
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat, hal ini dapat dilakukan melalui komunitas atau kampanye tentang pentingnya peran ayah dalam keluarga, kampanye ini bisa dimulai dari platform digital yang bisa di akses banyak orang guna meratakan informasi dan menyadarkan masyarakat bahwa peran ayah dan ibu penting dalam kehidupan anak.
  • Dukungan keluarga dan pendidikan parenting, beberapa upaya untuk mendukung pendidikan parenting seperti diadakannya seminar dan pelatihan serta komunitas edukasi yang diharap mampu menghadirkan pendidikan parenting yang bisa mengajak semua usia untuk sedini mungkin menghindari isu ini.



Fenomena fatherless di Indonesia semakin sering ditemukan dan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak. Istilah ini menggambarkan kondisi di mana seorang anak tumbuh tanpa keterlibatan ayah, baik secara fisik, emosional, maupun finansial. Situasi ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perceraian, meninggalnya ayah, atau ketidakhadiran figur ayah secara emosional meskipun hadir secara fisik.

Ketiadaan ayah berpengaruh besar pada aspek psikologis anak. Kehilangan figur ayah dapat membuat anak merasa kurang mendapatkan rasa aman, teladan, dan stabilitas yang dibutuhkan untuk membangun kepribadian yang kuat. Akibatnya, anak lebih rentan mengalami gangguan seperti kecemasan, stres, dan depresi. Mereka juga sering menghadapi kesulitan dalam mengelola emosi dan memahami peran gender mereka secara utuh.

Dalam aspek sosial, anak-anak tanpa ayah sering menghadapi tantangan dalam menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain. Mereka mungkin merasa tidak percaya diri, kesulitan bersosialisasi, atau menunjukkan perilaku antisosial sebagai bentuk respon terhadap kurangnya dukungan emosional. Kondisi ini dapat memicu keterlibatan dalam tindakan negatif seperti kenakalan remaja, perilaku destruktif, atau bahkan aktivitas kriminal.

Tidak hanya berdampak langsung, tetapi ketiadaan figur ayah juga dapat membentuk pola kehidupan jangka panjang. Anak yang tumbuh tanpa ayah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengulangi pola yang sama, seperti menjadi orang tua yang kurang terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Siklus ini dapat menciptakan dampak antar generasi, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas hubungan keluarga secara keseluruhan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak. Konseling keluarga dapat menjadi salah satu cara untuk membantu keluarga mengatasi konflik emosional dan memperkuat hubungan antara anggota keluarga. Pemerintah dan organisasi sosial juga dapat berperan aktif dengan menyediakan akses yang lebih luas terhadap layanan konseling bagi keluarga yang membutuhkan.

Kampanye kesadaran tentang pentingnya peran ayah dalam keluarga juga perlu digalakkan melalui media digital maupun kegiatan sosial. Dengan cara ini, masyarakat dapat lebih memahami nilai penting keterlibatan seorang ayah dalam kehidupan anak, sehingga dapat mendorong terciptanya keluarga yang lebih harmonis.

Selain itu, pendidikan parenting menjadi elemen penting dalam meminimalkan dampak fatherless. Melalui seminar, pelatihan, atau komunitas edukasi, para orang tua dapat diberikan wawasan tentang cara mengasuh anak secara optimal. Langkah ini juga dapat membantu calon orang tua memahami tanggung jawab mereka sejak dini, sehingga dapat mencegah terjadinya ketiadaan figur ayah di masa depan.

Secara keseluruhan, isu fatherless merupakan permasalahan serius yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Dengan kolaborasi yang efektif antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, dampak negatif dari kondisi ini dapat diminimalkan. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung tetap memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi individu yang seimbang secara emosional, mandiri secara sosial, dan memiliki masa depan yang lebih cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun