ISU FATHERLESS KIAN MARAK, PERAN AYAH DINILAI KURANG DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK?
Istilah fatherless di Indonesia seringkali digunakan untuk konteks anak anak yang dalam tumbuh kembangnya kurang sosok figur ayah mulai dari  dukungan emosional, fisik dan finansial.
Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan dan pertumbuhan anak, mereka cenderung memerlukan lingkungan yang penuh dengan dukungan dan contoh baik, terlepas dari itu ternyata isu fatherless di Indonesia menjadi hal yang tak asing di telinga, beberapa hal yang menjadi alasan hilangnya peran ayah adalah, akibat perceraian, kematian, kepergian ayah, atau bahkan ayah yang secara fisik hadir tetapi tidak terlibat dalam kehidupan anak.
Dampak dari ketiadaan sosok ayah sendiri ini cukup serius dan mendalam dalam berbagai aspek perkembangan anak. Dampak ini tidak hanya terbatas pada kondisi emosional, tetapi juga meluas ke ranah sosial, pendidikan, dan masa depan anak secara keseluruhan, sebagaimana dapat diperinci:
1. Dampak Emosional dan Psikologis
Secara emosional, anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah sering menghadapi rasa kehilangan yang mendalam. Ayah, sebagai figur yang biasanya memberikan rasa aman dan stabilitas emosional, memiliki peran penting dalam kehidupan seorang anak. Tanpa kehadiran ini, anak bisa merasa kesepian atau bahkan merasa tidak lengkap.
Ketiadaan figur ayah juga dapat memengaruhi stabilitas emosi anak. Anak-anak fatherless sering kali mengalami kebingungan atau kemarahan yang sulit dikelola. Dalam jangka panjang, ini dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau bahkan stres pasca-trauma (jika kehilangan ayah disebabkan oleh peristiwa traumatis)
2. Dampak Sosial
Kehidupan sosial anak juga sering terdampak oleh ketiadaan figur ayah. Anak-anak fatherless mungkin menghadapi tantangan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Mereka bisa merasa canggung atau tidak percaya diri dalam menjalin persahabatan, hubungan asmara, atau bahkan hubungan profesional di kemudian hari.
Perilaku antisosial atau destruktif juga sering muncul, terutama pada anak-anak yang tidak memiliki dukungan emosional yang cukup dari lingkungan mereka. Mereka mungkin terlibat dalam kenakalan remaja, seperti bolos sekolah, penyalahgunaan narkoba, atau tindak kriminal. Hal ini sering kali merupakan cara mereka untuk mengekspresikan rasa frustrasi atau mencari perhatian yang hilang.
3. Dampak Jangka Panjang