Bentuk-Bentuk Teror DC
Teror para penagih nasabah pinjaman online (pinjol) masih menghantui para nasabah, walaupun Direktur Pengaturan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passage telah berjanji menertibkan penyelenggara pinjaman online.
Belakangan, Hendrikus justru berdalih bahwa tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai telah terjadi perbuatan teror, peretasan data handphone serta penyalahgunaan data pribadi nasabah serta berbagai kejahatan lain yang dilakukan oleh penagih nasabah pinjol.
Padahal sejak agustus lalu para korban yang berdomisili di Bandung dan sekitarnya telah menyerahkan data-data serta hasil print out screen shoot teror yang dilakukan penagih (desk collector atau dc).
Meretas data nasabah adalah salah kejahatan yang dilakukan oleh penyelenggara pinjam meminjam berbasis teknologi informasi atau yang akarab disebut 'pinjol' tersebut. Dengan sistem yang mereka miliki, daftar nomor telepon di handphone calon nasabah mereka sedot kemudian nomor-nomor tersebut mereka hubungi ketika nasabah terlambat beberapa hari saja menyetor cicilan atau pelunasan.
Para desk collector (dc) tersebut berbohong kepada nomor kontak yang mereka hubungi dengan menyebutkan bahwa nasabah yang sudah telat bayar tersebut telah mencantumkan nomor kontak tersebut sebagai 'emergency call'Â si nasabah. Tentu saja pihak yang dihubungi merasa terganggu dan tidak nyaman karena dicantum sebagai nomor kontak tanpa konfirmasi oleh si nasabah. Semakin tidak nyaman lagi mana kala yang dihubgungi dc tersebut adalah atasan si nasabah di tempat kerja.
Kebiadaban para penagih tersebut semakin menjengkelkan mana kala mereka menelpon atau chat ke nasabah ataupun ke nomor kontak sampai puluhan bahkan ratusan kali dalam sehari. Mereka sengaja menimbulkan gangguan kepada nasabah langsung maupun kepada teman, atasan di tempat kerja, atau siapa saja yang ada di daftar kontak nasabah.
Ada pula yang yang dibuatkan grup wa dengan nama grup 'hutang si nasabah'. Si desk collector mengundang nomor kontak yang ada di daftar kontak handphone nasabah sebagai anggota grup sambil melontarkan ungkapan penagihan yang kasar, bahkan sering bermuatan fitnah dengan menyebutkan bahwa si nasabah menggelapkan uang perusahaan.
Yang lebih parah lagi adalah menyebar foto nasabah melalui whatsapp dengan tulisan-tulisan yang melecehkan seperti: "belum bayar hutang". Sungguh biadab perilaku para desk collector tersebut.
Dalih OJK Yang Lucu
Pada pertemuan yang diselenggarakan OJK pada 23 November 2018 yang dihadiri oleh Direktorat Cybercrime Bareskrim, Kemenkominfo, Satgas Waspada Investasi, Google Indonesia, Asosiasi Fintech, serta dihadiri beberapa lembaga yang mendampingi nasabah yang menjadi korban teror penagih, termasuk dari Crisis Centre Korban Pinjol yang berkedusukan di Bandung, pihak OJK justru menyebutkan bahwa OJK juga menjadi korban perilaku penyelenggara pinjol karena banyaknya penyelenggara yang ilegal.
Pengakuan OJK yang dilontarkan oleh Hendrikus saat itu adalah suatu bukti bahwa otoritas yang berwenang atas nama negara tidak bisa berbuat apa-apa dalam melindungi nasabah pinjol. Sebuah gejala bahwa negara kalah
Benarkah negara kalah oleh teknologi pinjol yang mereka sebut sebagai hantu itu? Menurut saya, pengakuan Hendrikus terlaku lebay. Karena yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa OJK abai dan membiarkan fintech peer to peer lending bergerak berdasarkan mekanisme pasar secara murni. Hal ini tercermin dari Peraturan OJK No 77 tahun 2016 yang menjadi norma beroperasinya penyelengara pinjol atau per to pr lendeng.
Peraturan OJK yang ada tidak memuat syarat2 aplikasi atau sistem yang digunakan oleh penyelenggara, tidakk mengatur besaran bunga dan denda sehingga penyelenggara mencekik para nasabah dengan bunga dan denda yang tinggi.
Peraturan OJK tidak memuat kaidah  atu batasan-batasan penggunaan data milik nasabah sehingga data nasabah dieksploitasi secara liar oleh penyelenggara finrech. Singkatnya, OJK melalui peraturan yang dibuatnya hanya peduli dengan wewenangnya tanpa peduli keterlibatan institusi lain yang erat kaitannya seperti Kementerian Informatika dan Komunikasi, Cyber Crime, serta instansi lainnya yang terkait erat.
Ketidak siapan OJK dalam mengatur dan mengawasi pinjol ini semakin terlihat dari berubahnya sikap OJK yang dilontarkan melalui Direktur Pengaturan dan Pengawasan Fintech. Pada satu kesempatan ia mengatakan bahwa maksimum hunga adalah 20% tapi pada pertemuan tanggal 23 November 2018 Hendrikus mengatakan akan mengadopsi  peraturan yang diberlakukan di Inggris yakni bunga 100%. Makin terbukti kan abainya negara melalui peran OJK dalam kasus fintech yang menebar teror ini?!!
Belum Terlambat
Negara bukanlah entitas yang hadir tanpa kekuasaan dan kekuatan. Walau banyak teori mendalilkan bahwa kemajuan teknologi--termasuk teknologi informasi--akan dengan perlahan memarjinalkan fungsi dan peran negara, sejauh ini negara masih dioercaya oleh mayoritas umat manusia sebagai entitas yang yang punya wewenang untuk mengatur segala bentuk tindakan manusia, termasuk yang silakukan oleh manusia.
Jika OJK punya kepekaan akan dampak sosial yang timbul akibat meluasnya keresahan rakyat akibat teror Pinjol maka belumlah terlambat menggandeng pihak terkait khususnya Cybercrime Bareskrim Polri dan Kemenkominfo untuk menindak dan menimbulkan efek jera perilaku desk collector penyelenggara pinjol.
Kewenangan atas pengaturan penyelenggaraan pinjol ini jangankah ditelan sendiri oleh OJK. Bareskrim yang punya perangkat sampai ke tingkat kecamatan adalah organ efektif yang bisa menertibkan selera teror para penagih. Sedangkan Kemenkominfo yang memiliki kewenangan mengatur teknologi informasi bisa dioerankan mengevaluasi sistem atau twknologi yang digunakan penyelenggara pinjol.
Please deh OJK, sebelum teror meluas dan meresahkan yang justeru menghambat perkembangan potensi bisnis financial fintech ke depan. Lakukan langkah yang efektif, jangan justru buang badan dan membiarkan teror sebagai perilaku bisnis yang sah.
Sampai jumpa pada edisi pinjol berikutnya.
*penulis adalah Tim Hukum Sekaligus Pendiri CRISIS CENTRE KORBAN PINJOL di Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H