Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok, Kegilaan Ini Janganlah Cepat Berlalu

28 Juli 2015   23:35 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:47 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya suka gaya Ahok, Si Gubernur Jakarta yang selalu ceplas ceplos. Saya suka gayanya mendobrak kemapanan, mendobrak mapan dan awetnya kemunafikan para pejabat, juga menyentak kebandelan warga masyarakat yang terbiasa dengan pelanggaran hukum.

Sejak menjadi Wakil Gubnernur DKI hingga jadi Gubernur, Ahok selalu menyentak bahkan boleh dikata cenderung membombardir ketidakberesan, baik ketidakberesan aparatnya maupun ketidakberesan warganya. Gaung ledakan bombardir itu tak hanya menyentak Jakarta tapi juga menyentak ke seantero negeri. Luar biasa Ahok. 

Bahkan saya menganggap Pak Ahok ini gila. Kegilaan yang positif. Bagaimana tidak saya sebut gila, kata-katanya selalu pedas terhadap setiap pelanggaran yang telah dianggap lazim. Sebutlah misalnya penyusunan anggaran di Dinas PU yang dulu ia koreksi habis karena harga scanner yang mencapai ratusan juta padahal harga sesungguhnya hanya satu sampai dua juta.

Lihatlah ketika ia menyebut para birokrat yang dipimpinnya serta para legislatif sebagai maling. Sungguh sebuah kegilaan. Begitulah, kebenaran sering dianggap sebagai sebuah kegilaan manakala kebathilan telah menjadi kebiasaan, kebathilan telah menjadi bagian dari kemapanan.

Lihatlah bagaimana ia tak segan membela seorang Lurah yang ditentang karena bukan beragama Islam. Dengan lantang Ahok berkata bahwa ia hanya tunduk pada konstitusi. Artinya karena tak ada larangan konstitusi negara bagi seorang yang beragama nasrani menjadi Lurah di daerah yang mayoritas Islam, maka Ahok tak sudi memutasi si Lurah walaupun didesak dan di demo oleh warganya.

Ketika ditengarai ada oknum TNI yang membekingi PKL (pedagang kaki lima) di Monas saat terjadi penertiban. Tak segan Ahok mengutarakannya kepada publik, sambil menggertak bahwa ia akan mempersenjatai Satpol PP nya DKI. Tak pelak, sehari setelah pernyataan Ahok itu, petinggi TNI berpangkat perwira menengah dikabarkan sempat mendatangi ruang kerja Ahok dengan muka marah. Untung Ahok tak di kantor saat itu.

Sungguh, Ahok adalah kegilaan yang heroik. Kegilaan yang heroik ini menurut saya hanya setara dengan tindakan para pejuang kemerdekaan di era revolusi. Pasca kemerdekaan, tak ada tindakan yang setara heroiknya dengan tindakan Ahok. Bahkan tindakan Menteri Kelautan Susi Pujiastuti pun yang membakari kapal-kapal ikan illegal, tidaklah seheroik tindakan Ahok.

Sejak Ahok dilantik sebagai Gubernur DKI, salah satu ormas islam militan yang sering aksi kekerasan di Jakarta pun nyaris tak terdengar. Biasanya Ormas yang tampil garang saat romadhon itu, nyaris tak terdengar lagi. Ahok telah menenggelamkan eksistensi mereka dengan hentakan kalimat dan perbuatan Ahok. Kebijakannya membangun masjid di lingkungan Balai Kota DKI serta mengirim ber-umroh marbot masjid membuat ormas Islam radikal yang selama ini merasa paling membela Islam menjadi terdiam dan tenggelam.

Itulah Ahok. Pemimpin gila yang bisa saja digilai banyak orang, atau malah dituduh gila beneran oleh orang yang tak menyukainya.

Ahok memiliki konsistensi dalam kegilaan ini. Sejak menjabat Wakil Gubernur hingga menjabat Gubernur DKI saat ini, kegilaan itu konsisten sehingga sulit dituduh sebagai pencitraan belaka. Apa yang ia lakukan bukan hanya sebuah gebrakan yang hanya menghentak sesaat. Ahok menghentak terus dan terus, bahkan membombardir mentalitas aparat dan rakyat yang terlalu asyik hidup tenang dalam kebathilan.

Saya sangat senang sekaligus kaget ketika mendenar Ahok memberi tanggapan saat diwawancara di salah satu stasiun TV. Ketika host acara tersebut bertanya: "apakah sudah siap dipanggil dewan?" Jawaban Ahok benar-benar menyengat: "jangankan dipangil dewan, dipanggil Tuhan pun sudah siap..." kata Ahok dengan spontan, lugas dan tegas. Itulah Ahok.

Dua hari yang lalu Ahok menyentak lagi dalam kegilaannya saat memberi sambutan di acar Book Fair. Silakan baca Kompas.com. Kata-kata beliau pedas memprotes penyelenggara Jakarta Book Fair karena harga peralatan sekolah justru lebih mahal di acara book fair itu. Digambarkan dalam berita tersebut bahwa ketua pengurus Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) wilayah DKI yang menjadi penyelenggara event itu, bermuka masam tak bisa senyum. 

Sungguh, membaca berita itu saya yang warga Bandung merasa seperti dibela pula oleh si Gubernur DKI ini. Betapa tidak? Saya beberapa kali merasa ketipu dalam event semacam pameran atau bazaar atau fair-fairan itu. Saya pernah dua kali tertipu dalam acara pameran komputer. Yang pertama saat membeli laptop, yang kedua ketika membeli aksesoris game buat anak saya. Ternyata laptop yang saya beli di acara bazar komputer itu lebih mahal dibanding beli di toko laptop. Dan yang lebih parah lagi waktu beli consol game dan cd game baut anak saya, ketika ternyata bahwa alat tersebut tidak bisa digunaan di komputer kami, kami tak bisa menukar karena alamat yang tercantum di bon pembelian ternyata hanya gudang dan tidak diketahui alamatnya dimana. 

Saya banyak dengar akal-akalan pedagang yang memberi janji harga murah di acara pameran atau bazar sebuah produk. Kalaupun ada label diskon ternyata harga telah lebih dulu dinaikkan baru didiskon sehingga sesungguhnya harganya tak beda dengan harga di toko. Para pedagang itu berdalih bahwa murahnya harga di event bazar atau pameran disebabkan ada discount PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Ternyata diskon tersebutnya hanyalah janji promosi belaka. 

Tentu banyak masyarakat konsumen yang kecele dengan janji-janji gombal diskon ini Termasuk saya, yang buta harga. Makanya saya senang saat baca berita bahwa Ahok marah-marah di arena Jakarta Book Fair saat memberi sambutan. Bukan hanya marah, Ahok pun memboikot dengan tidak membuka acara tersebut, dan ia hanya sampai memberikan sambutan yang bermuatan protes dan kemarahan. Makanya, sadarlah para pedagang dan pengausaha, janganlah kalian pecundangi warga DKI kalau kalian tidak mau dipecundangi oleh penguasa DKI, karena disana ada Ahok, Gubernur mereka yang selalu membela kepentingan rakyat DKI. Paham?

Melihat keadaan yang serba permisif terhadap kecurangan dan ketidakjujuran, Ahok adalah sebuah kegilaan. Di era seperti sekarang ini, hanya pemimpin gila yang selalu siap sedia membela kepentingan orang banyak. Makanya saya sangat berharap pada Ahok: KEGILAAN INI JANGANLAH CEPAT BERLALU.

Baiklah, saya akhiri tulisan ini, dan tak lupa saya sampaikan tabik teriring salam gila untuk Pak Ahok, doa dan harapan orang-orang teraniaya senantiasa menyertai, Amiiin.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun