Berdasar hasil survei beberapa lembaga, tiga pasangan bersaing ketat meraih kemenangan dalam Pilgub Jabar yang digelar tanggal 24 Februari 2013. Ketiga pasangan adalah: Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar, Dede Yusuf-Lex Laksamana, dan Rieke Diahpitaloka-Teten Masduki. Dua pasangan lain masing-masing, calon non partai: Dikdik-Cecep Toyib, serta pasangan yang diusung oleh Golkar: Yance-Tatang; keduanya tidak memiliki raihan suara yang signifikan berdasarkan hasil survey.
Pasangan Dikdik-Cecep merupakan pasangan kandidat yang sunyi. Hampir tidak ditemukan baliho, spanduk atau billboard raksasa yang memajang wajah pasangan ini. Padahal kandidat lain seperti Irianto MS yang akrab dipanggil Yance telah menggelar baliho dan billboard di pelosok kota Bandung bahkan sejak setahun yang lalu. Manuver Yance yang mencolok ini sempat menuai kontroversi di lingkungan Pemkot Bandung saat Walikota Bandung memerintahkan pembongkaran baliho Yance karena tidak berijin. Adapun pasangan kandidat lainnya mulai gencar memajang baliho dan spanduk sejak resmi ditetapkan oleh KPUD jabar sebagai pasangan Cagub/Cawagub.
Pasca pengumuman nomor urut oleh KPUD Jabar, keempat kandidat terus bermanuver dengan berbagai kegiatan yang diekspos media serta media sosialisasi visual di berbagai tempat, sementara kandidat independen tetap sunyi. Padahal kandidat independen ini tentunya menempuh proses yang rumit sebelum mendaftar dan lolos sebagai kandidat pada Pilgub jabar 2013. Mengumpulkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebanyak 1,4 juta bukanlah pekerjaan mudah, terlebih pada saat verifikasi KPUD Jabar menyatakan ada 600 ribu fotocopy KTP dan dukungan yang tidak memenuhi syarat sehingga pasangan kandidat independen ini harus menebusnya dengan dua kali jumlah yakni 1,8 juta fotocopy KTP dan dukungan. Jangankan untuk memperoleh dukungan satu persatu, bahkan sekedar memfotocopy dan melakukan filing terhadap berkas-berkas tersebut memerlukan tenaga dan manjemen yang tak mudah. Lalu mengapa mereka kemudian diam setelah ditetapkan lolos sebagai peserta setelah melalui verifikasi?
Berikut ini adalah berbagai kemungkinan yang sempat terpikir oleh penulis atas pertanyaan tersebut.
Kemungkinan Pertama.
Dikdik-Cecep tidak serius untuk bertarung sebagai kandidat dalam Pilgub Jabar. Mereka adalah pasangan yang diorder (dipesan) oleh pasangan lain yang merasa lebih memiliki peluang besar untuk tampil sebagai pemenang. Dalam hal ini, pemesannya kemungkinan besar adalah salah satu dari tiga pasangan yang disebut-sebut lembaga survey memiliki peluang paling besar. Mereka dipesan untuk tampil sekedar memecah suara sehingga pesaing tidak bisa meraih suara optimal sebagaimana yang diperkirakan. Soal siapakah diantara kandidat yang mengambil keuntungan dari pencalonan Dikdik-Cecep Toyib, serta kandidat mana yang mengempis perolehan suaranya, hal ini memerlukan analisa tersendiri.
Kemungkinan kedua.
Dikdik-Cecep memiliki peritungan lain, sejalan dengan kemungkinan pertama dimana pasangan ini tidak mencalonkan diri dengan sungguh-sungguh mereka hanya tampil untuk sekedar mengganggu suara keempat pasangan yang lain.
Mungkin saja Dikdik-Cecep punya analisis sendiri yang berkesimpulan bahwa Pilgub Jabar akan berlangsung dua putaran. Dengan demikian kehadiran mereka hanya sekedar memperlihatkan adanya sejumlah suara dukungan pada putaran pertama yang layak dibargainingkan kepada salah satu kandidat yang maju pada pemilihan putaran kedua.
Kemungkinan Ketiga.
Dikdik-Cecep memiliki siasat operasi tertutup yang tak terduga. Kemungkinan ini bisa dirunut dari proses pemenuhan syarat fotocopy KTP dan dukungan, dimana semuanya berjalan sunyi namun mereka pada akhirnya bisa juga memenuhi syarat hingga 1,5 juta fotocopy KTP dan dukungan, walau hanya secara administratif.
Jika mereka bersaing terbuka beradu populer dengan para artis, Dikdik-Cecep tahu diri bahwa popularitas bukan ranah mereka jika dibanding dengan para artis yang sudah malang melintang di dunia publikasi. Dikdik adalah seorang polisi yang besar di dunia reserse dimana pekerjaannya justru menuntutnya tidak sembarangan melakukan ekspose diri ke publik. Sedangkan Cecep yang birokrat tulen dengan jabatan terakhir sebagai Sekretaris Daerah di Kabupaten Indramayu ranah pekerjaannya tidak menuntutnya untuk rajin tampil di publik, terlebih mengingat bahwa bosnya (Yance, mantan bupati Indramayu dua periode yang saat ini tampil sebagai salah satu Cagub) lebih berkepentingan tampil di publik dari pada dirinya.
Adalah sesuatu yang tak terduga bahwa kemudian Cecep tampil menjadi salah satu kandidat dalam Pilgub Jabar bersaing dengan mantan bosnya yang dikenal cukup powerfull selama berkuasa di Indramayu. Powerfull-nya mantan Bupati Yance terlihat dari keberhasilannya mewariskan jabatan bupati kepada Istrinya, dan salah seorang anaknya duduk sebagai anggota DPRD Propinsi Jawa Barat dari partai yang dipimpinnya, Partai Golkar.
Kemungkinan Keempat
Kemungkinan keempat ini adalah sekedar dugaan yang bertolak dari teori konspirasi: Dikdik-Cecep telah diplot sebagai calon jadi oleh skenario besar tingkat nasional. Asumsi saya, Pilgub Jabar adalah bagian dari persiapan menuju event Pilpres 2014. Tidak rampungnya agenda reformasi adalah indikasi bahwa konspirasi antar elit (lama maupun baru) masih terus bergumul dalam setiap momentum politik.
Bukanlah suatu kebetulan bahwa pada masa-masa menjelang tahapan Pilgub Jabar terdapat dua kandidat dari anggota Polri yang mengincar posisi Jabar 1. Selain Dikdik sempat muncul nama Komjen Nanan Sukarnan yang saat itu hingga kini menjabat sebagai Wakapolri. Lalu, ada pula purnawirawan Polri Irjen purn. Dedi Darnadi yang memegang tampuk kendali Dewan Pengurus Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW PAN) Jawa Barat. Bisa jadi, setelah Jawa Timur dipegang oleh mantan birokrat sebagai Gubernur, sedangkan Jawa Tengah dipegang oleh purnawirawan TNI, DKI telah dipegang oleh duet pribumi-keturunan, serta Banten telah dipegang pula oleh unsur kekuatan lama, maka bagi pelaku konspirasi tentu sulit keberatan menitipkan Jawa Barat kepada unsur Polri.
Dalam ranah konspirasi ini, SBY mungkin orang pertama yang setuju menyerahkan Jabar kepada unsur Polri. Disamping sikapnya yang selalu akomodatif, tentu ia juga berutang banyak kepada kepolisian yang selalu berani pasang badann menghadang badai opini negatif terhadap SBY. Katakanlah misalnya isu terorisme yang menjadikan SBY sebagai sasaran menjelang Pilpres 2009, Polri dalam hal ini Densus adalah institusi yang menjadi bemper SBY. Rasa terimakasih SBY terhadap Polri diperlihatkan dengan memberi jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) kepada Jenderal Polisi (purnawirawan) Soetanto pada era kepemimpinan SBY yang kedua.
Keempat kemungkinan tersebut hanyalah sekedar perkiraan semata berdasarkan pengamatan di permukaan. Apa yang tejadi sesungguhnya di balik kesunyian kandidat independen pada Pilgub Jabar 2013 masih perlu terus dicermati hingga beberapa hari menjelang hari H pemilihan dan pengumuman hasilnya. Namun catatan singkat yang perlu ditinjau kembali adalah bahwa pada Pilkada Jabar 2008 hasil survey menunjukkan bahwa pemenang potensial bersaing antara pasangan Agum-Nu'man dan pasangan Iwan-Dani. Akan tetapi sebagaimana warga Jabar mahfum justru yang tampil sebagai pemenang adalah Ahmad Heryawan-Dede Yusuf, pasangan yang justru tidak disebut-sebut oleh hasil survey. Mari kita lihat apakah popularitas artis bisa dipatahkan pada Pilkada Jabar 2013. Selamat menyaksikan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H