Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mau Perlindungan Saksi? Belajarlah Dari Rani Juliani

23 Agustus 2011   17:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:31 3222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_131127" align="alignnone" width="680" caption="Rani Juliani/Admin (KOMPAS)"][/caption] Masih ingat Rani Juliani? Dia adalah tokoh misterius yang menjadi saksi kunci (versi penyidik dan Jaksa Penuntut Umum) yang kesaksiannya 'sukses' mengantar Antasari Azhar pada vonis 18 tahun penjara atas dakwaan pembunuhan terhadap Nasrudin (bukan Nazarudin lho...). Sejak kemunculannya sebagai saksi, kemunculannya dipersidangan, hingga hari ini Rani Juliani tetap misterius. Dialah satu-satunya saksi terlindungi yang sesungguhnya, entah itu dengan atau tanpa payung hukum UU Perlindungan saksi. Rani Juliani patut menjadi contoh sekaligus refleksi hukum kita, khususnya dalam hal perlindungan saksi dan korban kejahatan. Kita jangan hanya mendengar opini atau koar sementara pihak yang ngalor ngidul mengusulkan perlindungan saksi. Dulu dikoarkan untuk melindungi Susno Duadji, terus untuk Gayus, dan belakangan ini dikoarkan pula untuk melindungi Nazarudin mantan Bendahara Partai Demokrat. Setiap kali ada usul perlindungan saksi dan menjadi opini maka Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) jadi sibuk mondar-mandir dan komentar nagalor ngidul pula. Lembaga ini tak ubahnya sekedar sebagai penghias dalam kemelut penegakan hukum. Tak punya gigi. Bahkan praktis tak pernah bekerja melindungi saksi. Rani Juliani yang sukses dalam perlindungan, justru berjalan lancar tanpa kehadiran LPSK. Ini berarti bahwa perlindungan saksi dan korban adalah omong kosong tanpa adanya kemauan negara, tanpa adanya kemauan kepala pemerintahan dalam menggerakkan aparatnya dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. LPSK akan tetap mandul jika instrumen negara dan/atau pemerintahan yang telah ada secara permanen tidak digerakkan untuk memberikan perlindungan. LPSK adalah sebuah lembaga kecil dengan kewenangan strategis dalam upaya penegakan hukum yang hanya akan berfungsi jika kepala pemerintahan mau memanfaatkannya. Kenapa perlindungan terhadap Rani Juliani 'sukses'? Karena dilakukan oleh sebuah institusi permanen, mapan, serta memiliki power, yakni Polri. Polri tak perlu payung hukum UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk melindungi Rani Juliani. Polri juga tak perlu menggunakan LPSK. Tapi ia bisa melindungi Rani Juliani karena ia punya personel, intelijen, dan juga sumber daya organisasi yang mampu memberi perlindungan. Perlindungan saksi dan korban kejahatan, bukan hanya soal keselamatan subjek yang dilindungi. Perlindungan itu dilakukan demi penegakan hukum yang efeknya strategis dalam menindak kejahatan terorganisir. Perlindungan saksi dan korban adalah bagian dari penerapan azas oportunitas dalam penegakan hukum, sebagaimana diakui pula oleh KUHAP. Sehingga jika ada seorang pelaku kejahatan yang bisa memberikan informasi yang berharga dalam penegakan hukum yang lebih luas maka ia dapat saja dipertimbangkan untuk diberi perlindungan. Agar lebih berdaya guna maka perlindungan saksi sebaiknya dilakukan secara tertutup atau rahasia, tidak disuarakan dan diopinikan sebagaimana terjadi selama ini. Bila perlu diberikan pembatasan akses maupun kontak dengan pihak lain demi keselamatan serta kenyamanan bagi yang bersangkutan untuk membeberkan fakta-fakta hukum yang dianggap penting. Jadi, jika memang diperlukan perlindungan terhadap seorang korban maupun saksi kejahatan (termasuk saksi yang sekaligus pelaku) segeralah bertindak, bukan diopinikan. Namun tindakan tidak akan terjadi selagi pemimpin tertinggi pemerintahan tidak memerintah aparatnya. Dengan bercermin pada kisah Rani Juliani, perlindungan terhadap saksi dan korban sangatlah dimungkinkan. Akan tetapi selama ini LPSK tidak bisa maksimal bekerja karena sesungguhnya pemerintahan yang sedang manggung tidak berniat sungguh-sungguh membongkar berbagai sindikat kejahatan, termasuk kejahatan korupsi. Sebab, jika seorang mata rantai sindikat - korupsi, misalnya - membeberkan semua yang ia tahu tentang modus dan orang-orang yang terlibat, maka banyak elit pemerintahan yang terjungkal. Selagi kita belum menemukan pemimpin yang bersih maka LPSK akan tetap berada di persimpangan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun