Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Staf Ahli Kapolri; Susno Diangkat, Gayus Ditolak

1 Maret 2011   05:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:10 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehabis menjalani masa penahanan, Susno Duadji kembali ke Mabes Polri sebagai seorang Pati Polri berbintang tiga. Susno mendapat tugas sebagai Koordinator Staf Ahli Kapolri (Korsahli). Apakah ini jawaban terhadap 'lamaran' Gayus Tambunan dalam pembelaannya? Apakah denganpengangkatan Susno sebagai Korsahli bisa berarti bahwa Kaplri yang sekarang berseberangan kebijakannya dengan Kapolri sebelumnya, Bambang Hendarso Danuri?

Dalam banyak mutasi, penempatan personel sebagai staf ahli sering dianggap sebagai hukuman. Staf Ahli adalah jabatan buangan. Kadang berfungsi sebagai jabatan antara menunggu pensiun, tapi bisa juga dianggap sebagai tempat 'parkir sementara' bagi personel yang bermasalah sembari menunggu masalah reda dari perhatian untuk kemudian diorbitkan kembali. Keadaan begini banyak terjadi hampir disemua instansi, militer maupun sipil.

Tapi kali ini jabatan Staf Ahli buat Komjen Susno Duadji saya anggap lepas dari anggapan umum seperti saya sebutkan di atas. Saya melihat jabatan ini sebagai 'penerimaan' kembali Susno dalam lingkungannya setelah dibuang mentah-mentah pada periode sebelumnya. Lebih setahun sudah Susno terbuang dari lingkungannya: sembilan bulan dalam tahanan setelah sebelumnya terlunta tanpa jabatan dan status setelah dicopot sebagai Kabareskrim.

'Penerimaan' terhadapan Susno dalam lingkungannya kembali ini bisa pula berarti sebagai bentuk pemulihan namanya dalam lingkungan Polri. Ya, baru sebatas lingkungan Polri. Di luar dari batas lingkungan Polri, Susno masih menunggu hingga selesainya putusan atas perkara yang dijeratkan kepadanya. Yakni hingga jatuhnya putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan yang mengadili tuduhan pidana terhadap dirinya.

Dengan adanya 'penerimaan' dan 'pemulihan' ini, bagi saya menunjukkan adanya keganjilan dalam perkara Susno yang sejak semula memang terkesan dicari-cari. Bukankah tuduhan terhadapnya sejak semula berganti-ganti? Keganjilan kedua adalah berlalunya masa penahanan yang dibenarkan oleh undang-undang ketika pemeriksaan di persidangan belum selesai. Hal ini tidak lazim karena biasanya Majelis Hakim akan ngebut dengan memberi peringatan baik kepada JPU maupun para Pengacara Terdakwa apabila jadwal persidangan menjadi berlarut-larut. Sekali lagi, saya hanya mengatakan bahwa hal ini tidak lazim. Akan tetapi keterlambatan ini bukan merupakan kelalaian yang bisa dihukum atau diberi sanksi bagi para aktor yang terlibat dalam persidangan (baik hakim, JPU, Pengacara maupun terdakwa sendiri). Sebaliknya yang ketiban pulung dalam keterlambatan ini adalah terdakwa, sebagaiman dialami oleh Susno Duadji. Ia bebas dan kembali menjabat sebagai Korsahli Mabes Polri.

Kebebasan Susno saat ini bukanlah akhir. Jika nanti telah diputus dan perkara dibanding, maka peradilan banding punya kewenangan untuk menahan (berdasarkan KUHAP). Kita lihat saja hasil vonis dan kelanjutan perkara ini kelak.

Satu hal yang menjadi tandatanya buat saya adalah, apakah perlambatan persidangan perkara Susno sebuah skenario kompromi? Terhadap pertanyaan ini saya teringat saat mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) menemui Ketua DPRD Marzuki Ali (MA) dimana dalam pertemuan tersebut BHD mengungkapkan khawatirannya jika masalah pajak dibongkar 'akan membuat oleng kapal NKRI'. Walau kemudian Marzuki Ali menarik kembali 'bocoran' terhadap apa yang diungkapkan BHD tersebut, pertemuan dan pembicaraan tersebut tidaklah menguap begitu saja ke ruang kosong. Pertemuan BHD dan MA bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri melainkan berhubungan sebab akibat dengan situasi politik dan hukum yang sedang menghangat.

Kita ingat, tidak lama kemudian setelah pertemuan itu bergulir gerakan hak angket mafia pajak di DPR. Walau akhirnya angket pajak mentok di paripurna DPR bukan berarti bahwa isu pajak ini selesai. Politik tidaklah bergerak dalam satu variabel dan cara melainkan dalam banyak variabel cara. Artinya, dengan kekalahan pendukung hak angket pajak (oposisi) terhadap penolak (pendukung pemerintah) masih diperlukan komitmen dan deal-deal poltik baru yang tidak mustahil kasus Susno adalah bagian dari rangkaian deal dan komitmen itu. Susno adalah salah seorang petinggi negeri ini yang tahu dan berbicara banyak soal masalah pajak dan mafia hukum, maka tidak mungkinlah mengabaikan dia dan perkara yang didakwakan kepadanya dalam deal politik itu.

Tapi, yang babak belur dari proses politik ini tak lain adalah institusi Polri sendiri. Bukankah dengan menerima kembali Susno dalam lingkungan Polri memperlihatkan busuknya permainan hukum yang telah dimainkan dalam tubuh Polri. Jika kelak Susno bersalah dan divonis maka penerimaan terhadap Susno menunjukkan inkonsisteni Polri terhadap pembersihan dalam lingkungannya. Jika kelak Susno ternyata divonis tidak bersalah maka wajah Polri yang penuh rekayasa dan mafia hukum akan menjadi tontonan publik yang lebih vulgar dari sebelumnya. Alangkah jeleknya wajah keadilan di negeri ini.

Pertanyaan tanya selanjutnya adalah, apakah Susno akan memberikan masukan-masukan -- sebagai Korsahli Kapolri, tentunya -- mengenai penanganan mafia pajak dan mafia hukum? Saya cuma bisa berharap semoga deal-deal politik di balik permasalahan yang menjerat dirinya, seorang Susno tetaplah seorang Susno yang lantang dan berani menyatakan kebenaran sekalipun terancam hidup dan kepentingan pribadinya. Semoga Susno tetap menjadi cahaya diantara gelapnya lorong menuju keadilan yang ditelusuri anak-anak negeri ini. Kita telah lama merindukan sosok semacam Hoegeng Imam Santoso di tubuh Polri. Semoga Susno bisa mengobati kerinduan itu.

Selain kekhawatiran terhadap penegakan hukum yang disertai deal politk. serta harapan akan konsistensi Susno, sebuah ironi sempat menggelitik renungan saya: bagaimana kalau kelak Gayus bebas, apakah ia akan diangkat oleh Kapolri sebagai staf ahli? Bukankah melalui pledoinya ia pernah mengajukan lamaran untuk job ini? Mmm...antara Gayus dan Susno memang jauh panggang dari api tetapi jika memang ada keseriusan membongkar mafia hukum dan mafia pajak tidaklah berlebihan kalau Kapolri mengutus anggotanya mengorek 'ilmu Gayus' dalam persoalan mafia pajak ini. Lamaran Gayus bisa saja ditolak, tetapi ilmunya mungkin saja bisa dimanfaatkan. Bukan untuk menilep pajak melainkan untuk menyelamatkan pajak dari tangan dan rekening para penilep.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun