Menurut gosip terakhir ini, Tuan Presiden berketetapan hati 'mengakhiri monarki' di Yogyakarta adalah guna memenuhi tenggang 500 tahun yang diultimatum oleh Sabdo Palon Nayon Genggong. Menurut cerita ini, saat Brawijaya VI menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan modern Raden Fatah, kerajaan tradisional Majapahit sirna. Akan tetapi penasehat spiritual Prabu Brawijaya VI, memberi peringatan bahwa setelah 500 tahun, jika pemerintahan dengan sistem baru itu menyengsarakan rakyat maka ia akan kembali mengambil alih kerajaannya. Kedatangannya kelak akan ditandai dengan letusan Gunung Merapi, sebagai salah satu syarat.
Nah, waktu 500 tahun ini menurut hitungan tahun jawa ada dalam kisaran waktu antara tahun 2000 -2018. Behubung Gunung Merapi sudah meletus sebulan yang lalu, fenomena ini dianggap sebagai pertanda sudah waktunya sabdo pandita Sabdo Palon digenapi. Ini merupakan tanda bahwa leluhur Brawijaya, menagih janji akan mengambil alih kekuasaan. Kekuasaan harus dikembalikan kepada Wangsa Tunggul Sejati. Konon, Wangsa Tunggul Sejati itu ditafsirkan sebagai kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Kekuasaan Wangsa Tunggul Sejati itu adalah Demokrasi. Makanya Tuan Presiden begitu yakin dan ngotot menyudahi kekuasaan keraton Yogyakarta Hadiningrat. Tuan Presiden ingin memenuhi amanah leluhur. Katanya.
Konon pula - menurut gosip ini - bila keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tidak menyerahkan dengan cara-cara yang konstitusional dan demokratis maka Merapi sendirilah yang datang menagih janji dan meratakan Yogyakarta hingga lenyap. Begitulah gosip yang beredar.
Pertanyaan lain yang menyeruak di sela gosip ini adalah: apakah Tuan Presiden menganggap diri dan partainya mewakili Wangsa Tunggul Sejati? Sebuah gosip beredar bahwa anggapan ini konyol. Mekanisme demokratis juga bukan cerminan Wangsa Tunggul Sejati. Gosip ini mengatakan bahwa isyarat dari Gunung Merapi adalah tertuju kepada keadaan di seluruh nusantara yang telah mengabaikan nilai-nilai asli, serta mengabaikan penduduk asli semacam komunitas adat Samin, komunitas adat Tengger, dan berbagai komunitas adat lainnya yang tersebar di pelosok nusantara.
Begitulah, cerita seputar gosip.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H