Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makan Tanpa Air Minum? Teganya...

5 Mei 2010   15:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak cara dan berbagai trik para pedagang untuk membuat dagangannya laku. Cara dan trik itu kadang menjengkelkan, kadang bikin kesal calon pembeli dan bahkan cara yang tak pantas menurut ukuran kesantunan. Cara yang sangat bertentangan dengan presiden kita yang selalu santun. Ada trik yang seolah-olah sedang berlangsung undian di sebuah mall, siapa saja pengunjung yang mencabut lot pasti dapat hadiah. Mereka bilang hadiah, tapi pas mau diambil hadiahnya harus beli item barang lain dulu. Bukankah ini penipuan? Sungguh tak santun menipu orang. Berdosa pula.

Ada juga yang menyerahkan sesuatu barang sambil berucap: gratis pak, gratis bu. Tapi begitu kita pegang ga langsung dia lepas malah ngajak ngomong dan bilang isi ini isu itu dan akhirnya sebenarnya bayar juga.

Lalu ada yang nelpon bilang, pak/bu paket perlindungan kartu kredit bapak/ibu sudah diaktifkan. Saat ditanya ada beban tambahan dan apakah perlu persetujuan saya sebagai nasabah, barulah dia gelagapan. Bukankah ini cara bisnis yang menipu pula?

Beberapa trik yang saya sebut di atas sering saya temukan di mall kalau lagi jalan-jalan. Benar-benar menjengkelkan. Tapi saya selalu menang dengan mereka. Yang nawarkan barang gratis saya selalu ambil dan pegang dengan keras barangnya (biasanya barang murah seperti kartu perdana salah satu operator seluler, beberapa keli berupa pulpen, beberapa kali juga berbentuk cairan pembersih kaca). Saat mereka ajak omong saya bilang: "nanti aja, lagi buru-buru". Maka barang dia udah jadi milikku. Kalau mereka ngotot minta dikembalikan saya selalu bilang, "kamu mau nipu ya?"

Tapi kali ini saya ketemu cara dagang yang benar-benar menjengkelkan dan saya mati kutu untuk melawannya. Berikut ceritanya.

Di jalan tol Bandung-Jakarta saat ini banyak dibangun tempat peristirahatan. Ada beberapa yang fasiliatasnya seperti di mall saja, saya ga tahu di kilometer berapa. Saya tidak terlalu memperhatikan karena saya biasanya berhenti karena  lapar, bukan karena cape atau pengen ngaso. Beberapa kali saya makan di lokasi pemberhentian yang bak mall tadi itu. Saya tidak punya tempat favorit, beberapa teman punya tempat favorit di kilometer sekian, ada yang di kilometer sekian, dan kilometer sekian.

Beberapa hari yang lalu saya berhenti dan makan lagi di Restoran Solaria. Saya dan rekan kerja pesan makanan. Karena hari telah malam, saya tak bisa meninggalkan minuman favorit saya: segelas kapucino. Sebenarnya saya lebih suka kopi bubuk biasa, tapi di restoran ini tak tersedia.  Baru duduk dan menyulut rokok, terbayang nikmat menyeruput kopi.  Acara makan berlangsung lancar, aman dan terkendali.

Mulai ada masalah ketika supir kantor tersedak. Rupanya ia tak pesan minum. Saya pun tersadar bahwa saya makan tanpa tersaji minuman, tidak ada air putih atau teh pahit sebagai minuman pokok maksudku, bukan minuman pelengkap seperti kopi atau jus. Tentulah tak lazim menyeruput kopi atau jus untuk mendorong makanan yang seret di kerongkongan. Saya panggil pelayan memesan minum. Pelayanan bingung tak beranjak dari sampingku. Aha... aku cepat tanggap, rupanya untuk dapat minuman harus pesan sendiri dan bayar pula lagi. 'Pesan tersendiri dan bayar lagi?' tanyaku, 'ya pak' jawab pelayan. Sopir kami dalam masalah, jadi aku ga mau banyak tanya jawab. Baiklah, saya tunduk pada aturan main kalian. Saya pun memesan air mineral.

Saat minuman telah diantar dan situasi terkendali, aku hanya sempat merenung: alangkah kejamnya cara bisnis ini.... Tega nian mereka memaksa kita membeli. Kalau mau maksa kenapa tidak diperhalus aja caranya, misalnya dengan menaikkan harga makanan tapi udah include minuman? ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun