Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu Berbasis Relawan, Paradigma Baru Politik Kita?

26 Agustus 2014   06:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:32 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua pasangan Capres/Cawapres pada Pemilu Presiden 2014 sama-sama mengandalkan relawan sebagai mesin politik meraup dukungan. Walau kedua pasangan sama-sama mengandalkan komunitas relawan, namun yang paling gencar adalah relawan pengusung pasangan Joko Widodo_Jusuf Kala (Jokowi_JK). Tulisan ini membahas fenomena kemunculan komunitas relawan di kancah politik pilpres, khususnya relawan pengusung Jokowi_JK.

Riwayat Singkat  Relawan Jokowi-JK

Banyaknya  komunitas relawan yang mengusung Jokowi-JK disebabkan dua faktor, pertama, eksistensi relawan pendukung Jokowi telah ada dan terbukti mampu menggerakkan pemilih pada saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Pada saat itu partai pengusung pasangan Jokowi-Ahok kalah jumlah dibanding partai pengusung Foke-Nara. Maka kemenangan Jokowi-Ahok pada saat Pilgub DKI Jakarta tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran komunitas relawan.

Faktor kedua adalah kehadiran komunitas pendukung Jokowi sebagai Capres sudah bergerak bahkan jauh sebelum pemberian mandat kepada Jokowi sebagai Calon Pesiden oleh Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Tidak berselang lama setelah Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI, dan setelah menyaksikan kepemimpinan dengan gaya blusukannya Jokowi pun meraup simpati masyarakat luas, termasuk masyarakat Indonesia yang di luar negeri. Untuk mengekspresikan simpati ini lalu muncul grup di media sosial, khususnya face book, yang mendorong Jokowi untuk tampil sebagai calon Presiden. Sepanjang pengetahuan saya, gerakan relawan pendukung Jokowi sebagai Calon Presiden diawali oleh Komunitas relawan di media sosial facebook, salah satu yang paling massif adalah komunitas yang menamakan diri sebagai Grup Jokowi Presidenku (JPK)

Komunitas relawan ini semakin mengkristal saat Jokowi diancam mosi tidak percaya oleh DPRD DKI Jakarta terkait kebijakan Kartu Jakarta Sehat. Sehingga kemudian muncul gagasan melaksanakan Kongres Relawan se-Dunia di Bandung pada 15 Juni 2013. Tak lama berselang sebagian dari eksponen yang aktif di Grup Jokowi Presidenku menyelenggarkan temu relawan di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung tanggal 15 Juni 2013 dengan tajuk kegaitan Kongres Relawan Jokowi Se-Dunia. Selanjutnya, pasca kongres tersebut sebagian dari Peserta Kongres Relawan Jokowi Se-Dunia membentuk komunitas relawan Barisan Rakyat untuk Jokowi Presiden (Bara JP), sebagian lagi membentuk Komunitas Relawan Jokowi Presiden RI (JPRI), sebagian lagi bergiat membentuk komunitas relawan lokal tanpa afiliasi dengan komunitas relawan nasional.

Pertumbuhan relawan untuk pasangan Jokowi-JK pada pilpres 2014 semakin semarak setelah deklarasi pasangan tersebut pada 19 Mei 2014. Komunitas relawan yang terdaftar di tim sukses Jokowi-JK mencapai ratusan. Mungkin ada ratusan lagi yang tidak mendaftar, salah satunya adalah komunitas saya sendiri. DAri sini, semarak relawan telah dimulai.

Mendobrak Kejenuhan Politik

Pemilu 2014 adalah pemilu ke empat di era reformasi. Sedangkan Pilpres 2014 adalah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung yang ketiga kali.

Pemilu 2014, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden/Wakil Presiden, diselenggarakan ditengah kejenuhan dan sikap skeptis rakyat terhadap politik.  Hal ini adalah buah dari "parade korupsi" yang terus menghiasi pemberitaan media massa sepanjang periode 2009-2014.  Partai dan elit politik kehilangan pamor, bahkan cenderung dipandang sinis oleh publik.

Tokoh-tokoh gerakan reformasi pun tak luput dari jeratan korupsi. Demikian juga partai politik yang semula bercitra dakwah dan sering menampilkan diri sebagai partai yang bersih, tak urung terjerat korupsi yang melibatkan pimpinan tertingginya.

Selain disuguhi "parade korupsi", keadaan ekonomi rakyat semakin terpuruk. Harga-harga bahan pokok naik turun secara drastis. Bahkan jengkol pun sempat menjadi komodi yang langka. Demikian juga masalah pendidikan,  tiap tahun menuai kontroversi. Serta isu-isu lain yang tak tuntas ditangani oleh pemerintah.

Di tengah sikap skeptis tersebut, Jokowi-JK tampil sebagai figur yang memberi harapan dengan menggerakkan peran relawan. Pasangan ini mengesampingkan peran partai sebagai mesin politik untuk meraup suara pada Pilpres 2014. Hal ini ditunjukkan dengan mengurangi rapat-rapat umum dan pawai sebagaimana terjadi pada pilpres sebelumnya. Disamping itu, jika ada pengerahan massa dilakukan dengan tidak menghadirkan bendera partai politik pengusung pasangan.

Strategi yang mengedapankan fungsi relawan ini ternyata mampu mendobrak kejenuhan dan sikap apatis massa terhadap politik. Ini dibuktikan dengan ramainya even-even kampanye Jokowi-JK yang diselenggarakn oleh komunitas relawan. Termasuk even yang diselenggarkan secara independen  oleh  artis ibu kota dengan tajuk Revolusi Harmoni.

Dengan mengedepankan fungsi relawan, maka rakyat dengan berbagai kreatifitas, gagasan dan harapannya dihadirkan sebagai seubjek sekaligus pusat kegiatan politik. Partai dengan atribut dan aktifinya justru hanya menjadi aksesoris. Dengan demikian kejenuhan masyarakat terhadap politik serta sikap apriori terhadap partai berhasil didobrak oleh pasangan Jokowi-JK, sehingga mereka mampu meraih kemenangan yang kemudian dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi pada 21 Agustus 2014 yang lalu.

Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Tim Prabowo-Hatta Rajasa. Pasangan ini  kalah start dalam mengedepankan fungsi relawan. Walaupun pada prakteknya pasangan Prabowo-Hatta, juga melibatkan relawan, namun mereka gagal untuk membangun citra bahwa mereka juga didukung oleh komunitas relawan. Pasangan ini tak bisa menyembunyikan fakta bahwa mereka diusung oleh Partai Politik.

Tidak bisa dipungkiri bahwa aktifitas komunitas-komunitas relawan inilah yang aktif mendorong partai, khususnya PDIP, untuk mengusung Jokowi sebagai calon Presiden pada Pemilu 2014.

Faktor kedua yang membuat komunitas relawan pengusung Jokowi-JK lebih semarak adalah karena pernyataan Jokowi sendiri beberapa hari setelah diberi mandat oleh Megawati Soekarnoputri, bahwa ia mengandalkan relawan meraih dukungan masyarakat pemilih. Hal ini tentunya bertitik tolak dari pengalaman Jokowi mengandalkan relawan dalam pertarungan menuju Gubernur DKI pada tahun 2012.

Komitmen Jokowi-JK Terhadap Relawan

Pasca ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan pemenang Pilpres 2014 maupun pasca penolakan gugatan Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguatkan kemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014, Jokowi-JK tetap menempatkan relawan sebagai basis dukungan politiknya. Jokowi maupun Jusuf Kalla dalam pernyataan mereka senantiasa mengingatan relawan untuk tidak bubar pasca pilpres dan mengharapkan relawan menjadi kekuatan yang mengawal program kerja pemerintahan yang akan mereka nakhodai kelak.

Komitmen ini dikuatkan pula secara tak langsung oleh pernyatan Jokowi yang mengharapkan agar dalam kabinet Jokowi-JK kelak tidak diisi oleh  personel yang merangkap jabatan sebagai pengurus partai. Pernyataan ini bukan berarti bahwa Jokowi ingin relawan yang mengisi kabinet, melainkan ini berarti bahwa Jokowi-JK tetap masih ingin menghindari kontaminasi partai dalam penyelenggaraan pemerintahannya kelak. Tentu saja hal ini bukan hal yang mudah karena sudah menjadi tradisi lama dalam prakek politik kita.

Sikap ini sudah mulai direaksi oleh beberapa tokoh partai politik pengusung Jokowi-JK. Ketika tidak tercapai konsensus pada saat penyusunan kabinet kelak, maka tidak mustahil terjadi perlawanan dari partai pendukung yang niscaya akan melemahkan legitimasi formal pemerintahan Jokowi-JK.

Saat kehilangan legitimasi formal dari partai pengusung inilah kelak, peran relawan akan dibutuhkan lagi oleh pemerintahan Jokowi-JK. Untuk itu komitmen Jokowi-JK terhadap perlunya kehadiran relawan saat menjalankan pemerintahan kelak, tentu tak bisa dianggap sebagai basa basi politik semata. Jika komitmen ini tetap terjalin dipraktekkan, dimana relawan dan pemerintahan Jokowi-JK sebagai entitas politik yang tak bisa dipisahkan,  maka hal ini akan menghadirkan paradigma baru di kancah politik kita.

Kesukarelaan sebagai basis relasi antara pemilih dengan kandidat atau antara konstituen dengan partai akan menggantikan basis relasi transaksional yang selama ini terjadi. Sehingga dengan demikian esensi demokrasi dapat diemban dalam sisem dan budaya politik kita.

Mengedepankan fungsi relawan bukan berarti mengeliminir partai sebagai instrumen sah demokrasi, melainkan mengembalikan partai politik pada jati diri dan fungsi yang sebenarnya sebagai koridor kepentingan rakyat dalam sistem demokrasi.

Kesiapan Relawan

Jokowi-JK telah melontarkan komitmen sekaligus tantanganya kepada relawan. Persoalannya kemudian adalah apakah komunitas relawan ini sungguh-sungguh telah siap mengemban tugas  sebagai basis kekuatan politik yang mampu menopang pemerintahan Jokowi-JK?

Untuk menjawab tantangan ini, maka komunitas-komunita relawan yang terbentuk selama proses pilpres harus mengorganisir diri dan meneguhkan basis nilai kerelawanan dalam tubuh relawan, baik dalam konteks komunitas maupun individuu-individu relawan yang terlibat dalam pemenangan Jokowi-JK.

Untuk menjawab tangangan Jokowi-Jk tersebut komunitas relawan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

Pertama: komunitas maupun relawan  individu harus benar-benar mengandalkan prinsip kesukarelawanan. Hal ini berarti eksistensi relawan tidak mengandalkan dukungan logistik dari kelompok kepentingan tertentu, baik dari partai maupun pelaku usaha. Jangan sampai  relawan ditunggangi oleh kepentingan kelompok yang ingin menyandarkan diri dan membebani pemerintahan Jokowi-JK.

Kedua: relawan yang selama pilpres merupakan basis komunitas yang cair dan tidak memiliki kohesifitas sebagai sebuah kelompok, harus bisa bermetamorfosa sebagai komunitas yang kohesif, khususnya di tingkat lokal. Basis kohesif di tingkat lokal jauh lebih bermakna dari pada organisasi terstruktur di tingkat nasional tetapi menjadi objek politik dagang sapi para avontur politik di Jakarta.

Ketiga: peran serta relawan yang selama pilpres menempatkan Jokowi-JK sebagai sentrifugal partisipasi politik, harus segera beralih dan menempatkan rakyat sebagai sentrifugal partisipasi kerelawanan. Euphoria pesona Jokowi telah berakhir dengan berkahirnya Pemilu dan MK telah menetapkan pemenangnya. Tugas relawan selanjutnya adalah menghadirkan fenomena kepedulian ala Jokowi di tengah rakyat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun