sumber gambar-ETF
Awal Kisah Menuju Satu Abad
Menelusuri jejak kisah hidup Oei Ek Tjhong, Eka Tjipta Widjaja kecil, seperti menelusuri “Time Tunnel”- 100 tahun lorong waktu yang panjang.
Bermula dari pelayaran menantang maut dengan kapal mengarungi samudera, selama tujuh hari tujuh malam dari Cina menuju Makassar. Tanpa tempat tidur yang layak, di bagian dek kapal. Hingga kemudian menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, yang kiprahnya telah memasuki satu abad.
Perjalanan bersejarah pertamanya dilakukan bersama ibunya, di tahun 1931 ketika usianya baru saja menginjak sembilan tahun. Ibunya terpaksa meminjam kepada rentenir untuk membiayai perjalanan berbahaya dan penuh risiko itu. Eka kecil menyusul ayahnya di Makasar yang sudah terlebih dulu merantau ke Indonesia. Ia lantas membantu mengurus toko kecil mereka.
Dalam catatan hidupnya yang pahit, Oei Ek Tjhong, terpaksa mengalah dan berhenti sekolah setamat SD karena ketiadaan biaya.
Usaha yang dirintis ayahnya terlilit masalah. Apalagi Eka kecil harus membantu ibunya mengembalikan seluruh pinjaman kepada rentenir sebesar $US 150, saat mereka berangkat ke Makasar dulu,yang baru bisa dilunasinya pada 1933, dua tahun setelah perjalanan penuh perjuangan mereka dari Ghuangzhou.
sumbervideo-financialku.com
Jatuh bangun tak kenal menyerah
Lantas Oei Ek Tjhong kecil memutuskan menjajakan biskuit dan kembang gula, berkeliling Makasar dengan sepedanya. Setelah dua bulan usaha kerasnya, ia memperoleh laba pertamanya sebesar 20 perak!.
Jumlah yang memadai untuk ukuran ketika itu, karena sekilo beras harganya masih 3-4 sen. Dengan modal itu, Eka kecil memutuskan untuk membeli sebuah becak untuk mengangkut barang dagangannya.
Naas baginya, saat usahanya tumbuh berkembang, datanglah invasi Jepang yang membuat semuanya menjadi gatot-gagal total!.Eka menganggur total, karena tak ada dagangan yang bisa dijualnya, ini membuat tabungannya sebesar Rp.2.000 lenyap hanya untuk makan sehari-hari.
Hingga akhirnya pada suatu waktu langkahnya sampai di Paotere di pinggiran Makasar, sebuah pangkalan perahu terbesar di luar Pulau Jawa. Disanalah ia menemukan “harta karun”. Meskipun ketika itu suasana masih dalam agresi dan invasi Jepang setelah Belanda kalah perang.
Eureka!, ia menemukan banyak sekali tumpukan karung gula, tepung terigu dan semen yang teronggok di gudang, tapi kondisinya baik.
Nalar bisnisnya segera berputar cepat, ia langsung membayangkan tumpukan uang dalam jumlah besar berseliweran di benaknya. Insting bisnisnya segera bergerak lincah dan cepat.
Strateginya dimulai, dengan mulai berjualan minuman di depan gudang tersebut, bahkan ia mulai membukanya pada pukul 4 Subuh.Tapi dari pukul 7 hingga 9 pagi tak ada satupun, tentara Jepang dan tawanan Belanda yang membelinya.
Akhirnya ia berganti strategi dengan menawarkan makanan dan minuman gratis kepada mereka, tentu saja dalam sekejap semuanya ludes!.
Tapi sebagai “imbalannya” ia meminta izin untuk mengangkut semua barang-barang di gudang untuk dibawanya pulang. Maka akhirnya semua barang buangan itu berpindah tempat memenuhi seluruh halaman rumahnya.
Bisnisnya kembali membesar, tapi sayang di tahun 1950 oknum Permesta menjarah, hingga habislah seluruh modalnya.
Ini untuk kedua kalinya ia mengalami masa jatuh bangun yang luar biasa, tapi ia bukan jenis orang yang mudah menyerah.
Prinsipnya, " Kesulitan apapun asal punya keinginan untuk berjuang pasti bisa diatasi"
Dan di kali ketiga, dengan tangan dinginnya, ia mulai melejitkan bisnis miliknya, hingga menjadi sebuah episentrum bisnis luar biasa saat ini dengan total pendapatan $US6 Milyar atau setara Rp54 Triliun.
Eka memegang teguh salah satu filosofi dagang orang Tionghoa, bahwa belajarlah untuk mengendalikan uangmu, bahwa uang besar berasal dari uang kecil, jadi bijaklah. Kini dalam usianya yang ke-100 tahun, dan kian matang, perusahaan ini telah menjadi raksasa yang turut berkiprah dalam perekonomian Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang.
Tsunami Aceh di Akhir 2014 dan rintisan ETF
Aceh diguncang gempa dengan intensitas 8,9 skala Riechter, hingga menyebabkan hampir seluruh daerah pesisir Aceh dari Banda Aceh, ibukota provinsinya hingga Meulaboh di wilayah Aceh bagian Barat porak poranda. Episenstrum gempa berasal dari sebuah Pulau di Ujung wilayah Barat Aceh, tepatnya di Pulau Sinabang, Simeulu.
Peristiwa bencana 100 tahunan inilah yang menjadi salah satu jalan rintisan bagi Keluarga Besar Eka Wijaya membangun Eka Tjipta Foundation (ETF) pada 2006, setelah sebelumnya melakukan kerja-kerja kemanusiaan yang luar biasa dengan Yayasan Tzu Chi. Di mulai setelah pertemuan dengan pimpinan Tzu Chi, Master Cheng Yen di Hualien, Taiwan pada 9 Mei 1998.
Jauh sebelumnya Eka Tjipta telah mendengar bagaimana Tzu Chi adalah salah satu dari dua organisasi Buddha terbesar di Taiwan. Berbeda dari organisasi kebanyakan yang fokus pada meditasi, Tzu Chi justru fokus pada kesehatan, pendidikan, dan bantuan bencana. Lembaga itu bekerjasama dengan jaringan internasional para relawan di seluruh dunia.
Eka Tjipta dan relawan dari Yayasan Tzu Chi bahu membahu membangun ribuan rumah terdampak tsunami dan memenuhi impian banyak orang memiliki kembali rumah mereka kembali.
Organisasi amal ini berjuang untuk meringankan penderitaan yang ada di dunia dengan menginspirasi jaringan internasional para relawan untuk memberikan dukungan spiritual dan pelayanan kemanusiaan kepada seluruh penerima bantuan, tanpa memandang ras, suku, agama, kebangsaan, dan jenis kelamin.
Kini ribuan orang seperti Teuku (52 tahun) di Aceh, tak hanya bisa memiliki rumah kembali setelah bencana tsunami, bahkan anak-anaknya bersekolah dengan dukungan bantuan dana dari ETF tersebut.
Teuku ingat saat ia bergegas pulang ke tendanya di kawasan Cot Cut, tak jauh dari bantaran Krueng Aceh, ia bergegas mengayuh sepedanya sepanjang tiga kilometer di jalanan berdebu dengan serakan kayu bekas tsunami. Menemui Cut Nyak, istrinya untuk mengabarkan berita gembira dari Tzu Chi Foundation.
Teuku adalah satu dari ribuan pengungsi tsunami yang tinggal di barak-barak darurat berbulan-bulan setelah tsunami besar melanda Aceh 26 Desember 2004. Teuku kini menempati perumahan indah di kawasan Neuhen, Aceh Besar.
Perumahan itu dibangun di atas bukit, dengan pemandangan hamparan bukit dan laut di kejauhan, dengan dilengkapi semua fasilitas Masjid megah di pintu masuk, dan sebuah gapura yang mengingatkan persaudaraan kemanusiaan, masyarakat Aceh dan Yayasan Tzu Chi dengan dukungan dan peran perusahaan Eka Tjipta di dalamya.
Bahkan saat tsunami, karyawan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk) mendonasikan uang mereka dan mengumpulkan donasi lainnya di pusat perbelanjaan, setiap akhir minggu di bulan Januari dan Februari 2005. Sejumlah karyawan SMART terbang ke Aceh, Nias, dan Simeulue untuk menghantarkan langsung bantuan yang telah dikumpulkan untuk membangun kembali tempat tinggal para korban.
Kelahiran Eka Tjipta Foundation
Pengalaman bencana tsunami Aceh 2014 itu mengokohkan impian Eka Tjipta membangun Eka Tjipta Foundation (ETF), sebuah wadah kegiatan sosial grup Sinar Mas yang bergerak dalam bidang pendidikan. Memiliki visi Berkarya dan Bakti Membangun Negeri yang terbaik bagi Indonesia.
Mengusung motto “Menanam Kebaikan, Menuai Kesejahteraan”, dengan pendidikan sebagai landasan, ETF berikhtiar meneruskan filosofi Ejka Tjipta pendiri Sinar Mas, yaitu berintegritas, bersikap positif, berkomitmen, melakukan perbaikan berkelanjutan, inovatif dan loyal. Tumbuh bersama masyarakat, secara berkelanjutan, berarti juga peduli dan berbagi. Hal ini yang dilakukan Sinar Mas melalui Eka Tjipta Foundation (ETF) dalam aksi kemanusiaan.
Misinya adalah; Menjalin kemitraan strategis dalam memberdayakan masyarakat dan mewujudkan perekonomian yang berkeadilan; Menciptakan lulusan yang berintelektual tinggi, berbudi luhur dan mampu bersaing secara nasional dan internasional; Mengembangkan tenaga kerja terdidik dan terampil agar dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan industri.
Apa saja sih programnya?
Menjadi bagian menyiapkan generasi emas 2045, ETF aktif dan fokus pada bidang pendidikan melalui penyediaan pendidikan berkualitas bagi anak-anak terutama yang tinggal di area perkebunan.
ETF juga berbagi beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu serta berbagai pelatihanan singkat yakni pelatihan mediasi dan penulisan jurnalistik, sebagai bekal mereka memasuki dunia kerja praksis yang semakin besar tantangannya.
ETF juga terus mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar, membantu pembangunan infrastruktur sejumlah universitas nasional dan rehabilitasi bangunan sekolah yang terkena dampak bencana alam.
Kerja-kerja kemanusian dan kepedulian mereka, tergambar dalam logo ETF; gambar dua tangan di kiri dan kanan yang saling berangkulan memiliki arti bahwa ETF ingin merangkul, mengangkat harkat dan melindungi kehidupan lingkungannya.
Sedangkan titik-titik di tengah lingkaran tangan memvisualisasikan benih-benih kebaikan yang disebarkan ETF. Upaya ETF menebarkan benih kebaikan tidak berhenti di satu titik saja, namun terus dikembangkan sehingga dapat menyebar semakin banyak dan tumbuh semakin besar.
Program Duta Sinar Mas
Program unggulan yang menjadi misi utama dari Eka Tjipta Foundation (ETF) terbaru adalah Program Duta Sinar Mas. Program ini diluncurkan pada tanggal 8 Maret 2018 pada saat Gathering Penerima Beasiswa ETF di Surabaya. http://ekatjipta.org/duta-sinar-mas/
Para Duta Sinar Mas adalah mahasiswa-mahasiswi penerima Beasiswa ETF yang sedang menjalankan pendidikan S1 yang dipilih berdasarkan beberapa kriteria.
Tujuannya adalah mengenalkan dunia akademis dan lingkunganya, juga melibatkan mereka pada aktifitas sosial, kemanusiaan, pendidikan dan kemitraan.
Para duta adalah calon pemimpin masa depan, generasi milenial, generasi yang jauh lebih kritis, memiliki informasi yang jauh lebih banyak. Para duta juga dibekali kesempatan magang ataupun training di pilar-pilar usaha Sinar Mas yang berada disekitar lokasi mereka kuliah.
Program Beasiswa
Beasiswa ETF adalah program beasiswa pendidikan dari Eka Tjipta Foundation untuk mahasiswa/i berprestasi yang memiliki keterbatasan ekonomi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1. http://ekatjipta.org/beasiswa-etf/
Beasiswa diperuntukkan bagi setiap WNI, berusia maksimum 21 tahun, disertai dengan berbagai syarat pendukung lainnya yang dapat dilihat di link diatas
Kini dalam satu abad setelah kelahirannya, Eka Tjipta telah berbagai harapan, menumbuhkan impian baru untuk hidup dengan masa depan yang lebih baik, untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan yang berada di pelosok negeri yang jauh. Sekecil apapun kebaikan, akan tetap ada balasan sebesar kebaikan itu.
referensi; 1, 2, 3,4,5,6,7,8,9,10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H