Dengan prinsip syariahnya, ekonomi islam menawarkan pendekatan ekonomi yang menekankan keadilan, transparansi, dan kesejahteraan sosial.Â
Salah satunya adalah prinsip dalam ekonomi Islam bahwa Allah SWT adalah pemilik segala sesuatu yang ada di bumi, manusia ditugaskan untuk mengelolanya dengan cara yang adil dan merata. Hal ini tercantum dalam Qur'an Surat Al-Baqarah 284: "Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." Prinsip ini menggarisbawahi bahwa manusia hanya pengelola yang harus bertindak dengan bijaksana, karena bukan pemilik mutlak.
Selain prinsip dasar yang tidak berubah, terdapat juga kebijakan praktis yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Ini mencakup larangan praktik ekonomi yang tidak adil seperti maisir (spekulasi), gharar (ketidakpastian berlebih), dan riba (bunga), yang dianggap merugikan atau mengeksploitasi.Â
Selain itu, Ekonomi Islam juga menetapkan kebijakan praktis terkait tentang upah minimum, batas keuntungan dan peran negara dalam regulasi ekonomi, yang disesuaikan dengan perubahan sosial.
Tetapi, seiring perubahan zaman yang pesat, muncul pertanyaan tentang pentingnya prinsip-prinsip ini dalam menghadapi tantangan era modern seperti globalisasi, kemajuan teknologi, dan sistem keuangan yang semakin kompleks.Â
Ada beberapa pandangan modern berpendapat bahwa ekonomi Islam dapat tetap relevan dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan ini, tanpa mengabaikan nilai-nilai dasar yang telah ditetapkan.
Misalnya, ekonomi Islam dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kontemporer melalui inovasi keuangan berbasis syariah seperti fintech syariah dan sukuk, yang juga dikenal sebagai obligasi syariah.Â
Larangan riba dan gharar juga meningkatkan stabilitas keuangan dan mencegah krisis ekonomi karena spekulasi berlebihan. Oleh karena itu, ekonomi Islam tidak hanya menawarkan panduan spiritual, tetapi juga menawarkan sistem ekonomi yang etis dan tahan terhadap perubahan yang terjadi di era modern.Â
Namun, ekonomi Islam tetap menghadapi beberapa tantangan besar untuk mempertahankan relevansinya di era modern. Pertama dan terpenting, kesadaran umum. Seberapa jauh wacana dan praktik ekonomi Islam mendapat tanggapan positif dari umat manusia menentukan prospek ekonomi Islam.Â
Kedua, pasarnya masih terbatas. Sistem perbankan syariah masih memiliki jaringan yang sangat kecil saat ini. Pada gilirannya, cakupan operasional yang terbatas akan menjadi hambatan yang signifikan bagi pelanggan perbankan syariah dan akan mengurangi nilai kenyamanan.
 Ketiga, sumber daya manusia, yaitu pengetahuan dan keahlian manajemen dalam jumlah dan kualitas. Untuk menggerakkan ekonomi Islam, diperlukan tenaga kerja yang memiliki tiga kualifikasi sekaligus: kafa'ah (keahlian), himmah (etos kerja), dan amanah.
 Di tengah peradaban yang serba bendawi, penyimpangan amanah sering terjadi. Ini juga merupakan musuh utama bagi ekonomi Islam karena tanpa kepercayaan, sangat mungkin praktik ekonomi Islam akan gagal, yang pada gilirannya akan menghambat kemajuan.Â
Meskipun Ekonomi Islam menghadapi banyak tantangan di era modern, ekonomi islam membawa solusi yang etis dan berkelanjutan bagi tantangan ekonomi global. Dengan meningkatkan literasi masyarakat, mempercepat digitalisasi, serta memastikan kepatuhan yang sejalan dengan prinsip syariah, ekonomi Islam memiliki potensi untuk menjadi alternatif yang kuat dan relevan bagi sistem ekonomi konvensional.Â
Prinsip-prinsipnya dapat tetap menjadi panduan yang relevan di era modern, asalkan terus beradaptasi sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H