"Memangnya fans-nya enggak bosan?"
Pertanyaan itu saya temukan di beberapa kolom komentar media sosial, saat pengumuman Dream Theater bakal konser di Indonesia, lagi, kali itu di Ancol 12 Mei 2023.
Sebagai penggemar, walaupun belum layak disebut garis keras, jawaban saya "tidak". Meskipun kurang dari satu tahun, Dream Theater baru saja mampir ke Indonesia, konser saat itu digelar di Solo pada 10 Agustus 2022 dan saya hadir saat itu. Apalagi, konser Jakarta ini masih dalam rangkaian tur yang sama dengan konser di Solo, tur album terbaru mereka, A View from the Top of the World
Total sudah lima kali Dream Theater mengunjungi Indonesia dalam 11 tahun terakhir. Terbilang cukup sering untuk ukuran band internasional. Tapi sesering apapun mereka mampir, tak bakal ada pikiran bosan bagi para penggemarnya.
Boleh dibilang, baru datang satu kali saja sudah bikin saya keranjingan alias ketagihan.
-
Mari mundur ke beberapa tahun ke belakang.Â
Melewatkan Jogjarockarta tahun 2017 jadi salah satu penyesalan terbesar saya. Bagaimana tidak, Dream Theater membawakan 16 lagu, karena konser saat itu bertepatan dengan 25 tahun album Images & Words.
Beberapa trek favorit saya dimainkan saat itu, seperti Breaking All Illusions, Metropolis Pt 1, Hell's Kitchen, The Bigger Picture, dan Pull Me Under, meskipun untuk judul terakhir akhirnya saya punya kesempatan mendengarkannya langsung pada 2023 ini.
Lokasi konser yang jauh dari Jakarta dan finansial yang masih tipis karena belum lama bekerja jadi penyebab saya, untuk ketiga kalinya, tidak datang ke konser Dream Theater.
2019, mereka mengumumkan konser di Jakarta untuk rangkaian tur album Distance Over Time. Lagi-lagi, saya belum berjodoh dengan mereka. Sebulan sebelum konser, dunia dihajar Covid-19, konserpun batal. Karena ketidakpastian, saya memilih refund.
Betapa excited-nya saya ketika pada pertengahan pandemi, Dream Theater mengumumkan bakal datang ke Indonesia. Tapi bukan ke Jakarta, melainkan Solo. Rute tur yang agak aneh membuat saya merasa konser kali itu lebih kepada make-up concert alias digelar karena rencana sebelumnya sempat batal.
Tanpa berpikir panjang, saya bulatkan tekad untuk pergi ke Solo. Semuanya berjalan begitu sempurna. Di situlah titik saya memantapkan diri untuk selalu hadir di konser Dream Theater jika mereka datang lagi pada masa depan, selama mampu dan memungkinkan untuk dikejar.
Sebab sejatinya, tidak ada kata cukup untuk melihat langsung para maestro.
The Alien, selalu punya tempat spesial di hati
Tak peduli berapa puluh masterpiece Dream Theater, trek pertama di album A View from the Top of the World, The Alien, akan selalu punya tempat spesial di hati saya.
Trek ini jadi pembuka di rangkaian tur album tersebut, sekaligus jadi lagu pertama Dream Theater yang penampilannya saya lihat langsung dengan mata kepala sendiri.
Tadi saya sempat bilang, perjalanan "ibadah" nonton Dream Theater ke Solo jadi debut yang sempurna untuk saya. Saya berhasil dapat spot paling depan, sehingga bisa bersandar pada safety barricades atau pagar pengaman, bahkan sekalian menjadikannya tremor untuk tangan saya yang mudah tremor.
Saat itu, saya berdiri di sisi kiri, berhadapan langsung dengan pembetot gitar bass John Myung.
Masih lekat di ingatan, detik-detik mendebarkan saat menunggu mereka muncul, ketika video teaser diputar, lalu satu per satu personil masuk ke panggung diikuti riuh penonton. Excitement saya memuncak ketika tabuhan drum eksplosif Mike Mangini membuka lagu The Alien, lagu penyabet Grammy sekaligus disebut-sebut punya time signature yang kompleks. Sempurna sekali menjadi pembuka konser. Seketika panggung jadi bermandikan cahaya.
Meski eskplosif, The Alien punya bagian solo gitar yang emosional -khas John Petrucci. Silakan bilang saya berlebihan, tapi solo pada bagian awal lagu, yang juga dimainkan pada bagian akhir, selalu membuat mata saya berkaca-kaca saking indahnya. Jangankan saat konser, bahkan saat saya mendengarkannya sehari-hari.
Meskipun sebetulnya, Dream Theater punya banyak lagu yang melodinya mengacak-acak emosi.
Saya pernah menulis dalam keterangan foto di Instagram pribadi bahwa melihat mereka secara langsung adalah momen yang surreal bagi saya. Apalagi itu untuk kali pertama dan ada beberapa lagu legendaris dibawakan saat konser Solo.
Sebut saja The Ministry of Lost Soul, lagu Dream Theater pertama saya, trek ballad yang terbilang easy-listening untuk ukuran Dream Theater dan saya temukan saat pertama kali mendengarkan album Systematic Chaos, sekaligus lagu yang bagian akustiknya pernah saya gunakan untuk latihan petik gitar saat SMA.
Ada juga The Count of Tuscany, trek dari album Black Clouds & Silver Lining yang menjadi encore konser. Lagu yang secara virtual mengajak saya menjelajahi pedalaman Tuscany di Italia lewat intronya, sekaligus membuat saya bermimpi bisa ke sana lain waktu, meski liriknya tak menyebut sedikitpun soal keindahan Tuscany.
Berbagai detail yang berkesan memadati pikiran saya, termasuk soal album terbaru mereka ini. Tapi akan saya bahas lebih jauh di tulisan lainnya saja.
Para penggemar yang seru
Bagian ini sering terlupakan. Padahal, atmosfer selama konser, termasuk karakter para penontonnya menjadi hal penting bagi saya untuk menilai apakah sebuah konser cukup memorable atau tidak.Â
Meski bukan concert-goers, tapi saya pernah beberapa kali menonton konser, baik tunggal maupun festival, baik lokal maupun internasional.
Saya mau bilang kalau para penggemar atau penonton konser Dream Theater adalah orang-orang paling seru yang pernah saya temui di acara musik.
Saya masih ingat detik-detik masuk gate konser, demi spot terdepan kami lari-lari melewati jalan dan tanah tidak rata, seperti kontestan Benteng Takeshi. Ngomong-ngomong, pengalaman ini tak cuma saya dapatkan di konser Solo tapi juga Jakarta.
Saya merasa seperti orang terpilih ketika tiba di garis depan penonton, bersama beberapa orang lainnya yang sama-sama ambisius.
Saat konser Solo, saya datang benar-benar sendiri, tidak janjian dengan siapapun. Setibanya di depan panggung, setelah sesi lari-lari seperti kontestan Benteng Takeshi, waktu baru menunjukkan sekitar pukul 18.00. Sementara konser baru dimulai pukul 20.00. Praktis, kami bakalan menunggu selama dua jam. Main HP rasanya bukan pilihan bijak mengingat kami butuh kapasitas baterai penuh untuk merekam konser.
Pilihan lainnya? Ngobrol. Dan ternyata, ada beberapa orang seru di sekitar saya saat itu. Salah satu yang paling seru adalah seorang mas-mas, yang saya taksir usianya sekitar 35 tahunan, asal Surabaya dan concert-goers. Datang ke Solo naik mobil bersama keluarganya, yang dia tinggal di hotel. Dia sempat menyebut pernah datang ke beberapa konser musik rock-metal, termasuk konser Dream Theater di Jogja dan Jakarta sebelumnya. Selain dengan mas-mas itu, saya juga ngobrol dengan beberapa orang lain yang kebetulan duduk bersebelahan saat itu. Saling sharing segala hal tentang musisi yang bakal kami tonton malam itu, serta hal-hal lainnya soal musik.
Saya juga masih ingat, ketika di tengah konser vokalis James LaBrie menyebutkan akan membawakan salah satu lagu dari album terbaru mereka, A View from the Top of the World, mas-mas Surabaya tadi menengok ke belakang dan mengatakan pada beberapa dari kami, "siap-siap, 20 menit nih, 20 menit." Seru sekali.
Konser Jakarta tak kalah seru buat saya. Mungkin untuk pertama kalinya seumur hidup, saya bertemu dengan sekelompok orang yang punya interest sama, tak cuma soal Dream Theater tapi soal musisi genre sejenis lainnya. Orang-orang yang nyaris selalu tahu lagu atau band yang saya sebut, ini jarang terjadi sepanjang hidup.
Saya juga berkenalan dengan beberapa orang di lokasi, yang sama-sama datang untuk menonton. Obrolan rasanya cair sekali seperti ngobrol dengan teman lama.
Kalau boleh membandingkan, saya pernah nonton beberapa konser sejenis. Masing-masing akan cenderung asyik sendiri dengan kelompok pertemanannya daripada berkenalan dengan orang baru. Berkenalan di acara musik lain seperti hal yang agak aneh buat saya, karena terkesan caper alias cari perhatian. Tapi tidak untuk acara musik metal, seperti konser Dream Theater. Motifnya benar-benar cuma kenalan untuk ngobrol tentang hal yang sama-sama menjadi passion besar kami.
Tulisan ini saya unggah pada ujung bulan Mei. Meski belum genap sebulan Dream Theater mampir ke negara saya, rasanya sudah tak sabar untuk menunggu jadwal konser mereka berikutnya. Semoga kita semua masih punya kesempatan dan usia untuk tiba di sana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI