Kata - kata itu selalu membuatku menangis bahagia, sesekali aku juga menangis ketika mengingat wajahnya. Sudah terlalu banyak kerja keras yang engkau tumpahkan demi kebahagiaan keluarga ini. Bahkan terik matahari tak pernah kau hiraukan demi melihat kami tersenyum.
Ayah... terima kasih untuk semua usaha yang telah engkau lakukan untuk membuat kami bahagia. Maafkan putri kecilmu ini yang belum bisa membuatmu bahagia.Â
Hmm... tanpa ku sadari, aku telah selesai menuliskan sebuah cerita tentang ayah. Berharap aku punya lebih banyak kesempatan dan waktu untuk bisa bersama ayah. Namun waktu berkata lain, Sang Illahi sudah lebih dulu memanggil ayahku. Tepatnya hari Selasa, 18 Maret 2014, tak terasa enam tahun telah berlalu. Selama itu pula aku beranjak menjadi wanita dewasa tanpa sosok ayah di hidupku. Tak apa, setidaknya aku amat sangat bahagia mempunyai ayah seperti beliau. Sampai kapanpun ayah akan tetap hidup di dalam hatiku, walaupun secara fisik aku tak bisa lagi memandangnya.Â
Lagi dan lagi cerita bersama ayah selalu teringat. Benar - benar kenangan yang tak akan pernah hilang. Semuanya indah, amat sangat indah semua kisah bersama ayah. Lelaki pertama yang aku cintai, lelaki yang tak akan pernah mematahkan hatiku. Tegas namun penuh kesabaran. Terima kasih untuk segala sesuatunya yah.
Salam sayang dan rindu dari putri kecilmuÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H