Ketidakpastian ekonomi dan persaingan ketat di antara sesama perantau menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi Ibu Yanti setiap harinya. Namun, semangatnya yang tak pernah padam dan tekad untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya terus memotivasi langkah-langkahnya.
Dalam situasi sepi pengunjung di hari biasa, penjualan mengalami penurunan secara signifikan dengan penghasilan yang terbatas, bahkan hanya mencapai 10 ribu rupiah.
Alasan lain mengapa Ibu Yanti memilih profesi sebagia pedagang asongan adalah, "saya ke sini ikut anak karena habis pisah dengan suami, ditambah lagi di sini saya enggak punya uang.. kan malu jadi saya jualan aja ini, walaupun punya modal seadanya".
Dengan lokasi strategisnya di tepi pantai Pangandaran, Ibu Yanti menjalankan bisnis asongannya dengan kecerdasan. Meskipun berjualan di pinggir pantai, ia tetap aktif berpindah tempat untuk meraih pelanggan dengan lebih mudah. Keunikannya tidak hanya terletak pada mobilitasnya, tetapi juga pada keterlibatannya dengan komunitas pedagang. Ibu Yanti pintar bergaul, dan dari sinilah lahir strategi pemasaran yang sukses untuk mempromosikan barang dagangannya.
Bagi Ibu Yanti, jam kerja tidak bisa diprediksi secara pasti. Jam operasional dimulai pada jam 7 pagi tetapi sering kali dapat berlangsung hingga jam 8 malam. Tantangan sebenarnya muncul ketika pekerjaan sepi, karena pada saat itulah Ibu Yanti harus memutuskan kapan waktu yang tepat untuk pulang.
Tidak adanya kepastian dalam jam kerja menciptakan suasana kerja yang dinamis namun juga penuh ketidakpastian. Pekerja seperti Ibu Yanti harus memiliki tingkat kesiapan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi, baik itu peningkatan atau penurunan jumlah pelanggan.
Sebagai seorang perantau dari Sumatra ke Pangandaran bagi Ibu Yanti tidak hanya sekadar tantangan, melainkan sebuah perjalanan baru yang penuh keberanian dan keterbukaan. Ia menemukan kekuatan dalam menjalin hubungan dengan penjual-penjual teman seperantauan, membuktikan bahwa solidaritas dan keterbukaan dapat menjadi landasan kuat dalam menghadapi hidup di tanah baru.
Perantauan sering kali diwarnai dengan ketidakpastian dan rasa asing di lingkungan baru, tetapi bagi Ibu Yanti, keterbukaan terhadap penjual-penjual teman seperantauan telah membuka pintu untuk berbagai peluang. Mereka tidak hanya berbagi pengalaman hidup di tempat baru, tetapi juga memberikan dukungan moral dan praktis, membentuk ikatan yang kuat di antara mereka.
Ketika Ibu Yanti tiba di Pangandaran, kemampuannya untuk membina hubungan dengan penjual-penjual sebaya telah membantunya melewati berbagai rintangan. Mereka tidak hanya berkolaborasi dalam mencari peluang pekerjaan, tetapi juga saling mendukung dalam mengatasi tantangan sebagai pedagang asongan di lingkungan yang baru.
"Yahh... Walaupun sulit untuk bertahan hidup di sini tapi saya tetap semangat dan saya suka berbaur dengan penjual-penjual lainnya. Dari sana bisa aja dapat pelanggan, neng"Â jelasnya Bu Yanti.
"Pernah sehari dapat 200ribu pas lagi rame neng, itu teh saya ngerasa alhamdulillah banget, bisa belanja kebutuhan makan saya.", lanjut penjelasan Bu Yanti.