Mohon tunggu...
Zia Nabillah
Zia Nabillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

Islamic Banking Student ✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Indonesia: Potret Kenyataan yang Tidak Ideal

19 November 2024   18:00 Diperbarui: 19 November 2024   22:43 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal demokrasi di Indonesia, banyak yang bilang bahwa sistem ini merupakan pilihan terbaik untuk negara kita. Suara rakyat dianggap sebagai landasan utama pengambilan keputusan, dan pemilu disebut sebagai wujud nyata partisipasi rakyat dalam menentukan arah bangsa. Namun, apakah demokrasi di Indonesia sudah berjalan sesuai prinsip-prinsip idealnya? Jika kita melihat realitas, masih banyak celah yang membuat demokrasi di Indonesia terasa setengah hati.  

Image By:Pexels "Element5 Digital"

Salah satu masalah besar dalam demokrasi kita adalah maraknya politik uang. Praktik ini sudah menjadi rahasia umum di banyak daerah. Para kandidat sering kali memberikan “amplop” atau bantuan material lain untuk memastikan suara rakyat jatuh kepada mereka. Ironisnya, kondisi ekonomi masyarakat yang sulit membuat mereka cenderung menerima. Di sini, demokrasi menjadi alat transaksi, bukan lagi sarana memperjuangkan aspirasi.  

Tidak hanya itu, kampanye hitam atau **black campaign** juga masih menjadi bagian tak terpisahkan dari pemilu di Indonesia. Bukannya menyampaikan visi, misi, dan program kerja yang konkret, banyak kandidat justru sibuk menjatuhkan lawan. Informasi yang disampaikan pun sering kali menyesatkan. Akibatnya, rakyat sebagai pemilih tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang siapa yang layak memimpin.  

Selain itu, isu kebebasan berpendapat juga menjadi sorotan. Secara teori, demokrasi menjamin setiap warga negara untuk bebas menyampaikan opini mereka. Namun, realitasnya tidak semudah itu. Berbagai kasus menunjukkan bahwa kritik terhadap pemerintah sering kali direspons dengan tindakan hukum. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), misalnya, kerap digunakan untuk membungkam suara kritis. Bukannya melindungi hak berpendapat, regulasi ini justru menjadi alat intimidasi.  

Masalah lainnya adalah minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Demokrasi idealnya mendorong keterbukaan, tapi masih banyak kebijakan anggaran yang tidak sepenuhnya transparan. Misalnya, proyek-proyek pemerintah yang nilainya triliunan rupiah tetapi minim pengawasan, sehingga rawan diselewengkan. Rakyat, yang seharusnya bisa ikut memantau jalannya pemerintahan, sering kali hanya menjadi penonton.  

Kemudian, representasi rakyat di parlemen juga sering dipertanyakan. Para anggota dewan yang disebut sebagai “wakil rakyat” kadang terlihat lebih sibuk mengurus kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Janji-janji kampanye yang pernah dilontarkan sering kali hanya menjadi slogan tanpa realisasi. Alih-alih mendengar aspirasi masyarakat, mereka malah terlihat jauh dari rakyat yang seharusnya mereka wakili.  

Dalam konteks kebijakan, sering kali terlihat bahwa keputusan yang diambil pemerintah justru menambah beban masyarakat kecil. Misalnya, kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sempat menjadi kontroversi. Alasan pemerintah adalah untuk mengurangi subsidi yang dianggap tidak tepat sasaran, namun dampaknya sangat terasa oleh masyarakat kelas bawah. Kebijakan seperti ini menunjukkan bahwa demokrasi kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam memastikan keadilan bagi semua lapisan masyarakat.  

Di sisi lain, ada juga persoalan partisipasi politik masyarakat yang masih rendah. Banyak warga yang tidak datang ke TPS saat pemilu dengan alasan malas atau tidak percaya pada para kandidat. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi demokrasi kita. Partisipasi aktif rakyat sangat penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar mewakili kehendak mayoritas.  

Masalah lain yang juga merusak wajah demokrasi di Indonesia adalah korupsi. Seharusnya, demokrasi menjadi jalan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Tetapi, kenyataannya, hampir setiap tahun kita mendengar kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik. Lebih parahnya lagi, hukuman yang diberikan sering kali tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.  

Namun, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan sistem demokrasi. Sebagian besar masalah yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari perilaku individu-individu dalam sistem tersebut. Baik itu pemimpin maupun rakyat biasa, semua memiliki peran dalam menjaga dan menjalankan demokrasi dengan baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun