Mohon tunggu...
Nabilla DP
Nabilla DP Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Ibu dua anak yang doyan bepergian. Ngeblog di bundabiya.com dan bundatraveler.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewariskan Pengasuhan Positif pada Anak

13 Agustus 2018   11:47 Diperbarui: 26 Februari 2020   20:11 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga hal dasar dalam pengasuhan positif

Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak. Pendidik yang pertama karena orang tualah yang pertama kali melakukan kegiatan pendidikan untuk memberikan pengaruh positif maupun negatif, bahkan semenjak dalam kandungan. Ada pula yang berpendapat bahwa membentuk anak dengan kepribadian yang baik dimulai sejak masa pra-nikah.

Orang tua juga berperan sebagai pendidik yang utama karena anak menjalin hubungan yang sangat kuat dalam waktu yang panjang dan dalam ikatan hubungan emosional yang kuat dengan orangtuanya.

Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa orangtua memberi pengaruh sebesar 70% terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya, sisanya 30% dipengaruhi oleh lingkungan yaitu sekolah dan masyarakat. Sebab, anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga dan utamanya dengan orang tuanya. Bahkan secara umum, orang tualah yang paling tulus ikhlas dalam melayani anak kandungnya.

Dengan demikian, bukan tidak mungkin jika orang tua dan keluarga, sebagai unit terkecil dalam masyarakat, memegang peranan penting dan signifikan dalam kehidupan anak saat dewasa nanti. Selain itu, pemilihan pola pengasuhan oleh orang tua, juga mampu membentuk karakter anak, perilaku ketangguhan, dan bahkan prestasinya di sekolah.

Perkataan Orang Tua Menjadi Inner Voice Anak

Anak-anak sesungguhnya mendengar perkataan orang tuanya dan bahkan menjadi sebuah inner voice dalam pikiran mereka. Inner Voice, ada pula yang menyebutnya sebagai inner speech, dapat diartikan sebagai sebuah "suara kecil" yang berbicara kepada kita, sebuah suara kebijaksanaan batin dan kesadaran kita. Suara ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya pengalaman seseorang, tingkat stres, memori, dan kerap mengambil alih dialog internal disaat kita sedang berada di masa krisis.

Inner voice ini dapat terbentuk sejak kecil melalui pengalaman masa kecil. Jika orang tua berucap negatif kepada mereka, mereka juga jadi sering berfikiran negatif berhadap diri mereka sendiri. Begitupula ketika kita, sebagai orang tua, lebih bijak memilih kalimat yang positif.

Misalnya saja, coba bayangkan, pagi hari anak Anda yang masih balita tiba-tiba tidak sengaja memecahkan satu lusin telur yang baru Anda beli. Bagaimana reaksi Anda?

Tentu sikap orang tua berbeda-beda. Ada yang langsung memarahi, bahkan naudzubillah, mengatakan bahwa ia anak yang nakal. Ada pula yang bertanya terlebih dahulu. Ada yang hanya tersenyum dan mengatakan, "lain kali hati-hati, ya." Semua reaksi tersebut, akan terekam di pikiran anak, sebab kata dan bahasa kita sebagai orang tua memiliki efek yang jauh lebih kuat daripada yang kita bayangkan. 

Sebagai contoh, saya saat sudah sebesar ini, masih terngiang kalimat ayah saya yang bernada negatif saat akan memilih jurusan. Juga teringat pesan serta apresiasi ayah saat saya memperoleh prestasi. Kalimat-kalimat itu mengisi sudut tertentu di pikiran saya dan entah tiba-tiba ia menyelinap keluar disaat saya bimbang.

Hal ini disebabkan inner voice sangat tersembunyi serta sebagian besar dari kita tidak sadar akan kehadirannya yang tiba-tiba. Terkadang, bahkan inner voice yang bermuatan negatif sekalipun, dapat terdengar sangat rasional, terasa familiar dan akrab. Seringkali, inner voice benar-benar mencerminkan suara kita sendiri atau suara ibu dan ayah kita.

Inner voice dengan muatan negatif tentu sangat beracun dan berbahaya, sebab akan terus menyalahkan dan menghakimi kita, barangkali juga mengeruk rasa trauma di masa lalu seperti memutar adegan ulang di film. Inner voice memiliki kekuatan untuk dapat meyakinkan kita bahwa kita salah, benar, mengingatkan, atau juga mendukung keputusan-keputusan penting.

Inilah salah satu warisan untuk anak yang harus diperhatikan oleh orang tua.

Mewariskan Pengasuhan Positif

Kabar baiknya, hal ini bisa dicegah sedini mungkin dengan menerapkan pola pengasuhan yang tepat. Zaman sekarang, terdapat beberapa alternatif pola pengasuhan seperti pengasuhan positif, mindful parenting atau mengasuh berkesadaran, drone parenting (mengasuh dengan memberi kebebasan bagi anak untuk memilih kegiatan yang disukai), serta ada pula attachment parenting (mengasuh dengan mengutamakan hubungan emosional orang tua dan anak).

Apapun pola pengasuhan yang dipilih, kita perlu memastikan bahwa pola pengasuhan tersebut sesuai dengan gaya komunikasi serta karakter orang tua dan anak. Kalau perlu, pemilihan pola pengasuhan tidak hanya diputuskan oleh orang tua, tetapi juga memertimbangkan anak dengan cara melihat reaksi mereka.

Pola pengasuhan yang tepat dapat memengaruhi karakter dan kehidupan anak (sumber foto: freepik.com)
Pola pengasuhan yang tepat dapat memengaruhi karakter dan kehidupan anak (sumber foto: freepik.com)
Misalnya saja, anak saya, Mahira, bukan tipikal anak yang mudah dibentak dan diancam. Ketika sedang tantrum, segala ancaman tidak membuatnya diam, justru makin menjadi. Sebaliknya, mengajaknya berbicara dengan baik dan perlahan serta memberikan sentuhan-sentuhan positif dengan tepat mampu meredakan emosinya.

Dewasa ini, penting untuk memilih pola pengasuhan yang positif, yakni sebuah pengasuhan yang berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, membangun hubungan yang hangat antara anak dan orang tua, serta menstimulasi tumbuh kembang anak secara optimal.

Pengasuhan positif juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang mengedepankan penghargaan, cinta kasih, pemenuhan, perlindungan hak anak, tidak membeda-bedakan dan mengedepankan kepentingan terbaik untuk anak. 

Pada dasarnya, pengasuhan positif merupakan upaya dari orang tua untuk memberikan lingkungan yang bersahabat, ramah anak, dan tanpa kekerasan.

Orang tua perlu mewariskan pengasuhan positif ini, sebab, dengan warisan pengasuhan yang positif, kelak anak kita juga akan cenderung melakukan pola pengasuhan dengan energi positif yang serupa kepada anaknya. dengan demikian, langkah kecil ini dapat bernilai besar dan tidak bisa disepelekan.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh orang tua dan anak dengan menerapkan pola pengasuhan positif antara lain:

1. meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orang tua;

2. mengoptimalkan tumbuh kembang anak;

3. mencegah perilaku-perilaku menyimpang; serta

4. dapat dengan segera mendeteksi kelainan tumbuh kembang.

Tiga Hal Dasar yang Perlu Dipahami Orang Tua

Pengasuhan positif hanya dapat diterapkan jika orang tua mampu menjadi teladan, konsisten, melakukan pembiasaan yang baik, membangun komunikasi efektif, menerapkan disiplin positif, dan menjaga agar tidak ada kekerasan pada anak. Untuk itu, orang tua perlu memahami tiga (3) hal dasar dalam menerapkan pengasuhan positif ini.

Tiga hal dasar dalam pengasuhan positif
Tiga hal dasar dalam pengasuhan positif
Pertama, memahami tahap perkembangan anak.

Orang tua harus menyadari bahwa setiap anak itu unik, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh bawaan orang tua dan lingkungan, serta ada periode kritis seperti tumbuh kembang anak berkembang pesat saat usia dini (0-6 tahun) dan otak anak berkembang pesat sebanyak 80% pada 5 tahun pertama, tergantung pemberian gizi, rangsangan, dan kasih sayang.

Dengan memahami tahap perkembangan anak, orang tua dapat melakukan pengasuhan positif sesuai usia anak dan melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan tumbuh kembang seperti stunting atau terlambat berbicara. Orang tua tahu kapan waktunya memeluk atau membiarkan anak saat tantrum, serta melakukan sentuhan-sentuhan kasih sayang sesuai usianya.

Kedua, komunikasi efektif. Membangun komunikasi sangat penting, bahkan dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah salah satu fondasi utama dalam hubungan keluarga dan hubungan orang tua dengan anak. Komunikasi dapat efektif apabila penyampaian pesan dapat dipahami oleh penerima pesan dengan nyaman. Orang tua dapat membangun komunikasi efektif pada anak dengan cara:

1. memberikan kesempatan pada anak untuk bercerita atau berbicara lebih banyak;

2. mendengarkan secara aktif;

3. berkomunikasi dengan posisi tubuh sejajar dengan anak dan melakukan kontak mata;

4. berbicara dengan jelas dan singkat agar anak mengerti;

5. menggunakan bahasa yang positif;

6. merefleksikan perasaan dan makna yang disampaikan;

7. memerhatikan bahasa tubuh anak; serta

8. berempati.

Membangun komunikasi efektif melalui kalimat positif memang susah-susah gampang. Sebab, sebagian dari kita terbiasa atau memiliki bawaan kalimat negatif yang berasal dari pengasuhan terdahulu seperti langsung marah dan mengatakan "anak nakal" hanya karena ia melakukan kesalahan yang tidak ia sengaja atau penasaran atas sesuatu. Beberapa contoh ucapan positif yang dapat diterapkan orang tua yakni:

"I love you / ibu dan ayah sayang kamu.." (sambil memeluk anak) dan minta ia mengucapkan pula kepada kita.

"Coba cerita, bagaimana harimu di sekolah?"

"Ibu minta tolong boleh..?"

"Hm.. kamu sedih? Ada apa, coba cerita sama ibu."

"Selamat ya! Ibu bangga dengan upaya kamu."

"Maafkan ibu/ayah ya, kak/dik."

Sebaliknya, hindari kalimat yang menjurus pada menyalahkan anak, meremehkan, ancaman, memberi label, mengejek, membandingkan, dan menyindir. Tanpa kita sadari, kalimat tersebut dapat membuat anak rendah diri. Apabila sudah terlanjur mengatakannya, baiknya kita meminta maaf kepada anak dan mencoba memulai komunikasi yang lebih baik.

Menyejajarkan tubuh dengan anak adalah salah satu gestur tubuh untuk mempermudah membangun komunikasi efektif (sumber gambar: freepik.com)
Menyejajarkan tubuh dengan anak adalah salah satu gestur tubuh untuk mempermudah membangun komunikasi efektif (sumber gambar: freepik.com)
Ketiga, disiplin positif, yakni pembentukan kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku anak yang positif dengan kasih sayang sehingga anak dapat menjadi makhluk sosial dan dapat tumbuh kembang dengan optimal. 

Disiplin positif bukan berarti mengendalikan anak dengan kekerasan. Disiplin positif sendiri memiliki tujuan yakni (i) mengajarkan anak bagaimana bertingkah laku, memahami perilaku yang baik dan buruk, benar dan salah; (ii) memberi anak kesempatan untuk membangun tingkah laku sesuai yang diinginkan oleh lingkungannya; serta (iii) membuat anak dapat bertanggungjawab terhadap tingkah lakunya.

Panduan singkat mengenai mengajarkan disiplin positif berupa berperilaku baik (sumber gambar: Sahabat Keluarga Kemdikbud)
Panduan singkat mengenai mengajarkan disiplin positif berupa berperilaku baik (sumber gambar: Sahabat Keluarga Kemdikbud)
Kemudian yang tidak kalah penting, orang tua perlu membuat kesepakatan bersama dan harus konsisten. Misalnya, menanamkan kecintaan membaca buku, tetapi orang tuanya malah bermain gadget, tentu anak akan merasa ada kejanggalan dari perilaku orang tua. Selain itu, orang tua juga bisa memberikan contoh serta penjelasan mengapa anak harus berbuat begini dan begitu. Misalnya untuk menjelaskan kebiasaan cuci kaki dan tangan sebelum tidur, sambil praktik, orang tua bisa menceritakan bahwa ada kuman dan bakteri yang terus beraktivitas apabila tidak kita bersihkan sebelum tidur.

Pilih waktu terbaik untuk menerapkan disiplin positif seperti membuat aturan dalam keluarga (sumber gambar: freepik.com)
Pilih waktu terbaik untuk menerapkan disiplin positif seperti membuat aturan dalam keluarga (sumber gambar: freepik.com)
Jangan lupa, beri apresiasi berupa pujian atas proses melakukan disiplin positif yang telah dilakukan oleh anak. Orang tua lebih baik menghindari melakukan cacian, mengecam, apalagi memukul anak karena cara demikian tidak akan efektif, dapat membuat anak trauma, benci dan bahkan mengacuhkan orang tuanya.

Harapannya, dengan memberikan warisan yang positif ini, kita sebagai orang tua dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan anak. Sebuah hubungan yang penuh cinta kasih serta ikatan yang kuat di keluarga. 

Dengan demikian, segala perilaku buruk pada anak maupun permasalahan yang terjadi pada anak, dapat diatasi oleh orang tua dan anak dengan cara sebaik mungkin. 

Anak yang mendapat pola pengasuhan positif, cenderung lebih tangguh dan akan menerapkan pola yang setidak-tidaknya sama, bahkan lebih baik, untuk anak-anknya kelak. Warisan pengasuhan positif ini pun, menjadi sangat berharga dan tidak dapat dibeli dengan uang.

Referensi:

Huffington Post

Materi dari Sahabat Keluarga Kemdikbud

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun