Mohon tunggu...
nabilla kusumaningayuh
nabilla kusumaningayuh Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

berenang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Hukum Kepailitan

12 Desember 2024   11:07 Diperbarui: 12 Desember 2024   11:07 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

UAS HUKUM DAGANG

NAMA: NABILLA KUSUMANINGAYU HARIYANTO

NIM  : 222111238

KELAS : 5F HUKUM EKONOMI SYARIAH

DOSEN PENGAMPU : NUR SHOLIKIN,S.H.,M.H.

Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Hukum Kepailitan

Latar Belakang

Globalisasi ekonomi telah meningkatkan skala dan kompleksitas transaksi perdagangan, yang berujung pada masalah utang piutang perusahaan yang semakin rumit. Dalam konteks ini, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) muncul sebagai mekanisme hukum untuk mencegah kepailitan melalui restrukturisasi utang. PKPU memberikan perlindungan sementara bagi debitur dari tuntutan kreditor, memungkinkan debitur untuk menyusun rencana perdamaian demi kelangsungan usahanya. Namun, keberhasilan proses ini sangat bergantung pada pengurus PKPU yang independen dan memiliki integritas tinggi.

Pengaturan Hukum Pengurus PKPU

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menetapkan bahwa pengurus PKPU harus bersifat independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak manapun, baik debitur maupun kreditor. Pengurus diangkat oleh Pengadilan Niaga berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau atas inisiatif pengadilan. Kompetensi pengurus harus memenuhi standar profesional yang ditetapkan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), termasuk sertifikasi dan pelatihan khusus.

Meskipun demikian, pengaturan mengenai independensi ini masih memiliki kelemahan. Undang-undang tidak memberikan definisi rinci tentang standar independensi, sehingga membuka peluang bagi interpretasi yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam pelaksanaan dan pengawasan proses PKPU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun