UAS HUKUM DAGANG
NAMA: NABILLA KUSUMANINGAYU HARIYANTO
NIM Â : 222111238
KELAS : 5F HUKUM EKONOMI SYARIAH
DOSEN PENGAMPU : NUR SHOLIKIN,S.H.,M.H.
Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Hukum Kepailitan
Latar Belakang
Globalisasi ekonomi telah meningkatkan skala dan kompleksitas transaksi perdagangan, yang berujung pada masalah utang piutang perusahaan yang semakin rumit. Dalam konteks ini, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) muncul sebagai mekanisme hukum untuk mencegah kepailitan melalui restrukturisasi utang. PKPU memberikan perlindungan sementara bagi debitur dari tuntutan kreditor, memungkinkan debitur untuk menyusun rencana perdamaian demi kelangsungan usahanya. Namun, keberhasilan proses ini sangat bergantung pada pengurus PKPU yang independen dan memiliki integritas tinggi.
Pengaturan Hukum Pengurus PKPU
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menetapkan bahwa pengurus PKPU harus bersifat independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak manapun, baik debitur maupun kreditor. Pengurus diangkat oleh Pengadilan Niaga berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau atas inisiatif pengadilan. Kompetensi pengurus harus memenuhi standar profesional yang ditetapkan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), termasuk sertifikasi dan pelatihan khusus.
Meskipun demikian, pengaturan mengenai independensi ini masih memiliki kelemahan. Undang-undang tidak memberikan definisi rinci tentang standar independensi, sehingga membuka peluang bagi interpretasi yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam pelaksanaan dan pengawasan proses PKPU.