Rene Descartes, yang juga dikenal sebagai Renatus Cartesius, adalah seorang filsuf dan matematikawan asal Prancis yang sekaligus beragama Katolik. Ia juga mendukung pemikiran Galileo yang pada saat itu mendapat perlawanan dari tokoh-tokoh gereja. Lahir di La Haye, Touraine, sebuah kota kecil di Prancis pada tanggal 31 Maret tahun 1596. Descartes merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat, terutama dalam perkembangan filsafat modern dan ilmu pengetahuan yang diberi gelar oleh Bertrand Russel yaitu sebagai bapak filsafat modern karena ia membangun filsafat yang berdasarkan pada keyakinan diri sendiri dan pengetahuan yang rasional.
Masa Kecil Rene Descartes
Ayahnya, yang bernama Joachim, adalah seorang pengacara dan anggota Parlemen Britania Raya. Ayahnya sering berada di luar kota kecil La Haye dalam jangka waktu yang lama. Ketika Descartes berusia 4 tahun, ayahnya menikah lagi dan pindah dari La Haye. Sementara itu, ibunya, Jeanne Brochard, berasal dari keluarga pedagang dan pejabat kerajaan. Saat melahirkan Descartes, ibunya menderita penyakit tuberkulosis dan meninggal pada tahun berikutnya sehingga Descartes tidak pernah mengenal ibunya. Descartes dilahirkan sebagai anak yang lemah fisik, yang diduga keturunan dari ibunya. Ia memiliki kakak laki-laki yang bernama Pierre dan kakak perempuan yang bernama Jeanne. Descartes dan kedua saudara kandungnya tinggal bersama nenek dari pihak ibu setelah kematian ibunya. Sebagian besar waktu Descartes dihabiskan dalam kesendirian, dan sebagai hasilnya ia menjadi seorang anak yang sangat berpikir.
Pendidikan
Descartes menghabiskan delapan tahun yang membentuk karakternya di desa La Fleche. Selama 5 tahun pertama, ia mendalami ilmu bahasa dan sastra klasik dengan sungguh-sungguh, sehingga membuatkan mahir dalam berbahasa Latin. Selama 3 tahun berikutnya, ia memperdalam pengetahuan dalam ilmu filsafat, termasuk dasa-dasar logika deduktif dan etika, metafisika, teori ilmiah Aristotle dan Thomas Aquinas sebagaimana diinterpretasikan oleh para teolog di Kolej Jesuit. Descartes kemudian menjadi sangat tertarik pada filsafat dan meyakini bahwa hidup tanpa mempertimbangkan filsafat serasa seperti hidup dengan mata yang terpejam. Setelah menghabiskan 8 tahun belajar di La Fleche, Descartes merasa bahwa ia tidak menemukan apa yang ia cari, yaitu kepastian. Ia merasa apa yang sudah ia pelajari yang didasarkan pada filsafat Aristoteles tidak mampu memberikan kepastian kepadanya. Pada saat ia belajar dikelas, mereka sering berdebat tentang masalah yang sudah ditentukan, namun sering kali perdebatan tersebut tidak memberikan jawaban yang pasti. Oleh karena itu, ia kemudian meninggalkan Kolej Jesuit dan melanjutkan studinya di University of Poitiers. Di sana, ia meraih gelar dalam bidang hukum sipil dan hukum agama.
Perjalanan Rene Descartes
Setelah menyelesaikan pendidikan, Descartes menjalani perjalanan yang panjang dan bervariasi. Ia merantau ke berbagai tempat di Eropa, termasuk Belanda, Jerman, dan Swedia. Perjalanan ini membuatnya mengembangkan gagasan-gagasan filosofisnya yang revolusioner. Ia merasa perlu menjelajahi dunia untuk mengejar pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam. Ia memulai perjalanannya dengan bergabung dengan tentara Prancis pada konflik yang melanda Eropa. Meskipun ia adalah seorang ahli matematika dan seorang filsuf, Descartes menjadi sukarelawan di berbagai negara, termasuk Belanda, Hongaria, dan Jerman. Selama perjalanannya yang panjang ini, Descartes menghabiskan waktu untuk merenungkan pemikiran-pemikiran filosofisnya. Ia menciptakan metode ilmiah yang dikenal dengan metode keraguan, yang ia gunakan untuk meragukan segala sesuatu yang ia yakini sebelumnya. Selama tinggal di Belanda, Descartes bertemu dengan banyak ilmuwan dan filosof terkemuka pada masa itu, yang membantu memperluas wawasannya dalam matematika, ilmu pengetahuan dan filsafat. Perjalanan dan pencarian ilmu Rene Descartes adalah sebuah kisah petualangan intelektual yang menarik. Ia bukan hanya seorang ilmuwan yang terkemuka, tetapi juga seorang pemikir filosofis yang revolusioner. Pencariannya yang tak kenal lelah terhadap kebenaran dan pengetahuan yang pasti telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan pemikiran manusia dan ilmu pengetahuan modern.
Karya dan Pemahaman Rene Descartes
Seorang filsuf Prancis pada abad ke-20 pernah mengatakan bahwa ia hidup untuk pemikiran pribadinya. Ada tiga karyanya yang sangat penting, yaitu uraian tentang metode pada tahun 1637 “Discours de la methode”, uraian tentang metode pada tahun 1641 “Meditationes de prima philosophia”, dan prinsip-prinsip filsafat pada tahun 1644 “Principia philosophiae”. Descartes berusaha mencari pengetahuan yang tak terbantahkan melalui metodenya yang meragukan segala pengetahuan yang ada. Menurutnya, ada 3 jenis pengetahuan yang patut diragukan. Pertama, pengetahuan yang bersumber dari pancaindra bisa diragukan, contohnya seperti ketika kita memasukkan kayu lurus ke dalam cairan yang membuatnya terlihat bengkok. Kedua, fakta-fakta umum tentang dunia seperti panasnya api atau benda jatuh juga bisa diragukan. Bahkan ia mempertimbangkan apa yang terjadi jika kita mengalami mimpi yang sama berulang kali. Ketiga, ia juga meragukan prinsip-prinsip logika dan matematika, dan ia mengeksplorasi ide bahwa mungkin ada entitas yang kuasa yang memasukkan ilusi ke dalam pikiran kita.
Dari keraguan yang muncul, Descartes mencoba mencari pengetahuan yang tidak bisa dipertanyakan, dan ini akhirnya membawanya pada prinsipnya “Cogito ergo sum” (saya berpikir, maka saya ada). Bagi Descartes, keberadaan akal manusia adalah sesuatu yang pasti dan tidak dapat dipertanyakan. Meskipun ia bisa salah dalam pemahamannya tentang dunia mungkin karena terperdaya oleh suatu ilusi, tetapi ia tidak meragukan eksistensi dari akal itu sendiri. Descartes menyadari bahwa tindakan berpikir adalah tanda eksistensinya. Tindakan berpikir adalah yang membuatnya menjadi dirinya sendiri. Ia mungkin bisa meragukan segala hal, tetapi ia tidak bisa meragukan dirinya sebagai subjek yang merenungkan. Kata "Saya" dalam pernyataan tersebut merujuk pada eksistensi pribadi Descartes. Meskipun ia meragukan segala sesuatu di luar dirinya, ia tidak bisa meragukan eksistensinya sendiri sebagai subjek yang berpikir. Prinsip "Cogito, ergo sum" ini menjadi dasar bagi pemikiran Descartes tentang pengetahuan yang pasti dan landasan bagi semua pemikiran filosofisnya yang lebih lanjut. Ia menyadari bahwa dari kesadaran akan tindakan berpikirnya, ia bisa membangun dasar pengetahuan yang tak terbantahkan. Ia menyatakan bahwa eksistensi akal manusia adalah fakta yang tidak dapat diragukan dan menjadi dasar bagi segala bentuk pengetahuan yang sejati.
Masa Akhir Hidup
Setelah menjalani banyak perjalanan dan mengejar berbagai jenis ilmu, Descartes memutuskan untuk menetap di Stockholm, Swedia, pada tahun 1649. Keputusan ini terasa tidak biasa setelah ia menjelajahi berbagai wilayah Eropa, tetapi ada alasan kuat di baliknya. Ratu Kristina Swedia adalah penggemar berat karya-karya Descartes, dan ia sangat ingin memiliki filsuf terkenal ini di lingkungan kerajaannya. Kristina mengundang Descartes ke Swedia dan bahkan menawarkan pekerjaan sebagai guru pribadi. Descartes menerima tawaran tersebut dan menghabiskan tiga tahun terakhir hidupnya di Swedia. Selama periode ini, Descartes sebagian besar fokus pada mengajar Ratu Kristina. Awalnya, ia harus mengajar pada waktu-waktu yang tidak biasa karena kebiasaan tidur malam Ratu Kristina, tetapi ia kemudian menyesuaikan diri dengan jadwal tersebut. Descartes membimbing Ratu Kristina dalam gagasan-gagasan filosofisnya dan menyebarluaskannya kepada dunia.
Namun, masa akhir hidup Descartes di Swedia juga diwarnai dengan berbagai tantangan. Iklim Swedia yang keras dan kesehatannya yang semakin merosot menjadi masalah serius. Pada tanggal 11 Februari 1650, Descartes meninggal dunia akibat penyakit radang paru-paru (pneumonia) di Stockholm, Swedia. Ia dimakamkan di sana, dan kemudian jenazahnya dipindahkan ke Prancis. Kematian Descartes bukan hanya kehilangan bagi dunia ilmiah tetapi juga merupakan duka yang dirasakan oleh Ratu Kristina, yang sangat menghargai gurunya dalam filsafat. Meskipun Descartes tidak lagi ada secara fisik, pemikirannya terus memengaruhi bidang filsafat, matematika, dan ilmu pengetahuan. Karyanya yang terkenal, termasuk "Meditasi tentang Filsafat Pertama," tetap menjadi bahan kajian yang penting dan sumber inspirasi bagi banyak filsuf dan ilmuwan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Faizi, N. (2023). Metodologi Pemikiran Rene Descartes (Rasionalisme) Dan David Hume (Empirisme) Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 9(3). https://doi.org/10.31943/jurnal_risalah.v9i3.554
Sandi, S., Yuli, R., & Hambali, A. (2023). Pemikiran dan Penentangan Rene Descartes terhadap Metafisika. Gunung Djati Conference Series, 19.
Solehah, H. Y., & Hairunnaja, H. N. (2008). Rene Descartes (1596-1650) dan Metode Cogito. Jurnal Usuluddin, 27.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H