Mohon tunggu...
Nabil Jundu Muhammad
Nabil Jundu Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University

Saya adalah mahasiswa ekonomi syariah yang mencoba untuk mulai aktif menulis artikel tentang dunia perekonomian syariah. sesuai dengan disiplin ilmu saya, saya akan mencoba mengembangkan literasi ekonomi syariah untuk memajukan perekonomian syariah di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Ekonomi Islam sebagai Alternatif Kesejahteraan Masyarakat

30 Maret 2022   01:05 Diperbarui: 30 Maret 2022   01:06 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesejahteraan masyarakat di bidang sosial pada dasarnya merupakan keadaan sosial yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat jasmani, rohani dan sosial sesuai dengan hakekat dan martabat manusia untuk dapat mengatasi berbagai masalah sosial yang dihadapi diri, keluarga dan masyarakatnya untuk berkembang menjadi lebih baik. 

Dalam mensejahterakan masyarakat, tentunya pemerintah perlu memperhatikan aspek perekonomian. Untuk mengukur kinerja perekonomian tersebut, pemerintah menggunakan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi barang dan jasa ekonomi dari satu periode ke periode lainnya. 

Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal atau riil. Kemudian, faktor utama yang mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi adalah Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), sosial budaya, dan perkembangan teknologi.

Dalam konsep konvensional, pertumbuhan hanya mengukur volume barang dan jasa tanpa memperhatikan aspek islam seperti kehalalan atau keharaman suatu produk. contohnya kontribusi Bank BUMN dalam perhitungan PDB negara. 

Pertumbuhan ekonomi juga merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara dan berorientasi pada pencapaian kesejahteraan manusia. Sementara dalam konsep islam pertumbuhan ekonomi mengukur pada sektor riil, sektor keuangan islam, dan sektor ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf). 

Hal inilah yang membedakan konsep pertumbuhan ekonomi konvensional dan konsep pertumbuhan ekonomi islam. Selanjutnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi islam, yaitu SDM dan entrepreneur, investible resources, dan teknologi inovasi. 

Konsep pertumbuhan ekonomi islam, juga bisa kita lihat pada indikator kesejahteraan yang terdapat pada Q.S. Al-Quraisy ayat 1-4 yang menjelaskan bahwa kesejahteraan mengacu pada empat tahap, yang pertama sistem nilai islami, yang kedua kekuatan ekonomi, yang ketiga pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi, dan yang keempat keamanan dan ketertiban sosial.

Pertumbuhan ekonomi islam, juga sangat mengedepankan konsep distribusi, karena dengan distribusi dan pemerataan, pertumbuhan ekonomi islam akan semakin bertumbuh. 

Dalam perspektif islam, distribusi memiliki maksud yang lebih luas, yaitu peningkatan kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan. Distribusi juga memiliki tujuan dan beberapa kebijakan, yaitu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, menjamin keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan, serta mengeliminasi kesenjangan ekstrim antar kelompok masyarakat. 

Menurut Haneef dan Muhammad (2009), pendekatan kebijakan distribusi didasarkan pada tiga fase, yang pertama distribusi pra produksi, yang kedua distribusi pasca produksi, dan yang ketiga redistribusi. 

Ketiga pendekatan kebijakan tersebut merupakan komponen penting dalam pemerataan distribusi. Selanjutnya, dalam pemerataan distribusi dalam ekonomi islam, juga memperhatikan zakat, faraid, dan juga waris yang ketiganya memberikan andil yang sangat penting untuk pemerataan distribusi dalam pertumbuhan ekonomi islam.

Distribusi menjadi penting karena masalah kemiskinan masih menjadi isu negara kita sampai saat ini. Kemiskinan tidak dapat didefinisikan dalam satu definisi, melainkan harus diartikan secara luas. kemiskinan diukur dengan pendekatan ekonomi, sosiologi, dan moralitas. 

Menurut BPS, pendekatan kemiskinan didasarkan kepada basic need approach yang ditinjau dari sisi pengeluaran, diukur secara individu, dan mengukur kemiskinan absolut bukan kemiskinan relatif. 

Terdapat banyak faktor penyebab kemiskinan, yang pertama faktor individual yaitu akibat perilaku individu, yang kedua faktor sosial yaitu akibat diskriminasi sosial, yang ketiga faktor kultural yaitu akibat pengaruh budaya buruk di masyarakat, dan yang keempat faktor struktural yaitu akibat ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi. 

Sementara itu, kemiskinan dalam perspektif syariah yaitu adanya perbedaan penghasilan dan pendapatan adalah hal yang lumrah, sehingga islam akan mengambil tindakan untuk saling tolong menolong dan saling membantu antar sesama.

Bentuk perhatian islam terhadap kemiskinan salah satunya adalah dengan memberikan keringanan kepada orang miskin untuk tidak menjalankan kewajibannya. Fakir dan miskin memiliki dua arti yang berbeda, fakir artinya tidak memiliki penghasilan sama sekali karena ada udzur syar'i sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Sedangkan miskin artinya tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari individu dan keluarga meskipun memiliki pekerjaan.

Islam, juga sangat memperhatikan kebutuhan pokok dalam pembangunan ekonomi. Kebutuhan pokok ini memiliki tiga indikator, yang pertama yaitu kebutuhan yang membuat seseorang atau keluarga mampu melakukan ibadah, yang kedua terpenuhinya sandang, pangan, dan papan, yang ketiga hilangnya rasa takut ketika menghadapi kondisi tertentu. Kebutuhan pokok dalam islam terdapat dua, yaitu kebutuhan spiritual dan kebutuhan material. 

Keduanya harus berkembang seiringan agar dapat mencapai kondisi ekonomi yang baik. Seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya disebut sejahtera, tidak mampu memenuhi kebutuhan material tetapi dapat memenuhi kebutuhan spiritual disebut miskin material, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual tapi mampu memenuhi kebutuhan material disebut miskin spiritual, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material disebut miskin absolut. keempat kondisi itu terdapat pada kuadran I-IV pada kuadran CIBEST, yaitu kuadran I artinya sejahtera, kuadran II artinya miskin material, kuadran III artinya miskin spiritual, dan kuadran IV artinya miskin absolut. 

Dalam perspektif ekonomi islam cukup banyak indeks yang digunakan sebagai alat ukur suatu kemiskinan. Sebagai contoh headcount ratio menunjukkan persentase jumlah orang miskin dalam populasi, poverty gap ratio dan income-gap ratio  menggambarkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan garis kemiskinan, dan sen index poverty  dan FGT index yang menunjukkan distribusi pendapatan/pengeluaran diantara masyarakat miskin. 

Kemudian ada juga indeks keparahan kemiskinan atau poverty severity index yang berfungsi sebagai pertanda dan pelengkap insiden kemiskinan. Sebagai contoh terdapat kelompok dengan kemiskinan yang tinggi namun jurang kemiskinannya rendah sementara di sisi lain terdapat kelompok dengan kemiskinan rendah namun jurang kemiskinannya tinggi. Dalam indeks ini semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Selanjutnya adalah model cibest, model ini cukup terkenal dikalangan akademisi Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi islam IPB, model yang ditemukan oleh Dr. Irfan Syauqi Beik ini merupakan model perhitungan kemiskinan dan kesejahteraan yang didasarkan pada kemampuan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual. 

Isu pokok yang menjadi perhatian model ini adalah skema penetapan standar pemenuhan kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Model ini mengkategorikan masyarakat muslim dalam kelompok keluarga sejahtera, keluarga miskin material, keluarga miskin spiritual, dan keluarga miskin absolut. 

Keluarga sejahtera berarti mampu secara material mencakup harta benda dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan mampu secara spiritual yang direfleksikan dengan melaksanakan shalat, puasa, dan zakat serta infak. Keluarga miskin material berarti keluarga yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan material dihitung berdasarkan  standar garis kemiskinan material, atau material poverty line  melalui  tiga pendekatan, yaitu :

Pertama, melalui survey terhadap kebutuhan minimal suatu keluarga untuk hidup mencakup lima jenis kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.

Kedua,  melalui modifikasi garis kemiskinan versi  BPS, dari standar individu menjadi standar keluarga.

Ketiga, melalui penggunaan standar nishab yakni pendapatan minimal yang dikenai kewajiban membayar zakat.

Keluarga miskin spiritual berarti belum melaksanakan kewajiban ibadah dengan baik seperti shalat belum lima waktu, tidak berpuasa, hingga belum menunaikan kewajiban membayar zakat. Ada lima variabel yang menjadi pemenuhan kebutuhan dasar spiritual, yaitu shalat, zakat, puasa, lingkungan keluarga, dan kebijakan pemerintah. 

Selanjutnya dari kelima variabel tersebut akan  ditentukan standar garis kemiskinan spiritual atau spiritual poverty line. Keluarga miskin absolut berarti keluarga yang miskin secara material dan spiritual. Keempat jenis keluarga tersebut diilustrasikan dalam sebuah kuadran dari satu hingga empat. Kuadran satu merepresentasikan keluarga sejahtera, kuadran dua keluarga miskin material, kuadran tiga keluarga miskin spiritual, dan kuadran empat keluarga miskin absolut. 

Dengan begitu metode yang telah dipaparkan dapat menjadi acuan sebagai alternatif meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu peran pemerintah dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia sangat diperlukan. Fungsi pemerintah menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter guna memantau dan strategi pertumbuhan ekonomi. 

Konsep kebijakan moneter dalam islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya sumber daya ekonomi bukan pada tren suku bunga sedangkan pada kebijakan fiskal fokus penerimaan dan pengeluaran pemerintah  melalui instrumen pajak seperti ZISWAF, kharaj, jizyah, khumus, usyur, pendapatan lain.  

Alokasi terhadap ketersediaan barang dan jasa publik perlu diperhatikan seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum guna menggerakan roda perekonomian di sekitarnya. 

Di samping itu fungsi pemerintah sebagai ulil amri juga bertanggung jawab atas distribusi yang merata baik dari penghasilan dan kekayaan supaya dapat meredakan kesenjangan sosial. Intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam perekonomian untuk mengurangi adanya kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga monopoli dan dampak negatif kegiatan usaha swasta seperti kerusakan lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun