Mohon tunggu...
Nabil Ahmad Fauzi
Nabil Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... -

Alumni Program Master of Strategic and Security Analysis di Universiti Kebangsaan Malaysia 2011. Saat ini Menjadi Tenaga Ahli DPRD Kota Tangerang Selatan dan juga Koordinator Lingkar Muda Tangsel. Pengelola www.indonesia-malaysia.info dan www.nabilahmadfauzi.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Akhir Tahun 2012: Dua Wajah Indonesia-Malaysia

30 Desember 2012   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:48 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Nabil Ahmad Fauzi*

Tahun 2012 boleh jadi memiliki sekian banyak peristiwa penting yang patut dicatat. Di antara sekian banyak peristiwa besar yang terjadi, gejolak hubungan Indonesia dengan Malaysia masih setia menjadi menjadi salah satu trending topic yang terpanas. Tidak bisa dipungkiri, tahun ini merupakan salah satu tahun yang penuh dinamika antara kedua negara.

Hubungan kedua negara senantiasa menjadi topik panas karena sifat alamiahnya yang unik. Meski hubungan Indonesia dengan Malaysia merupakan hubungan luar negeri, tetapi dimensinya terasa sangat lokal. Sebabnya, satu saja peristiwa yang terjadi terhadap warga negara Indonesia di Malaysia akan berdampak secara luas di Indonesia


Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah menapaki usia 55 tahun. Bahkan, hubungan tradisional kedua Negara telah terbangun sejak lama.  Kedua Negara ini ini diikat berdasar hubungan diplomatik (politik antarnegara), geografis (posisi sebagai negara bertetangga), dan kultural (rumpun Melayu). Tiga dimensi tersebut saling menopang untuk membentuk sebuah pola hubungan yang unik.


Namun, dalam realitasnya, tidak serta-merta modal besar tersebut terwujud dalam hubungan yang harmonis. Sepanjang 2012, muncul berbagai peristiwa dan permasalahan silih berganti menguji hubungan kedua negara.


Permasalahan Utama


Sepanjang 2012, setidaknya terdapat tiga isu besar yang menyita perhatian publik kedua negara, yakni kasus klaim kebudayaan, kasus TKI dan hubangan sosial-politik.

Pertama, persoalan klaim kebudayaan yang kembali terjadi, yakni klaim Malaysia terhadap tarian Tor Tor dan Paluan Gondang Sambilan dari Mandailing, Sumatera Utara. Negeri Jiran hendak meregistrasi kedua kebudayaan tersebut berdasarkan Undang-Undang Peninggalan Nasional 2005. Kasus ini merupakan rentetan dari beberapa klaim serupa dalam beberapa tahun terakhir.


Kedua, kasus TKI. Beberapa yang mencuat adalah tiga kasus penembakan TKI, iklan TKI On Sale, dan dugaan pemerkosaan seorang TKW oleh tiga anggota Polisi Malaysia.

Kasus TKI merupakan persoalan yang akan senantiasa muncul dalam hubungan kedua negara. Jika melihat komposisi masyarakat dan pekerja Indonesia di Malaysia yang mencapai 2 juta orang (bahkan lebih), wajar akan muncul beragam persoalan. Terutama mengenai sikap Malaysia sebagai tuan rumah maupun perilaku warga dan pekerja Indonesia sebagai pendatang.


Bagi kedua negara, posisi TKI ini menjadi titik sentral. Mengacu pada data Kedubes RI Kuala Lumpur, TKI mendominasi 60 persen lebih di antara keseluruhan pekerja asing di Malaysia. Karena posisinya itu, setiap kasus yang berkenaan dengan TKI menjadi sangat sensitif.

Ketiga, hubungan sosial-politik berupa video penghinaan supporter Malaysia terhadap Indonesia saat Piala AFF 2012 dan artikel penghinaan mantan menteri penerangan Malaysia terhadap mantan Presiden BJ Habibie.

Belum lagi persoalan klaim kedaulatan wilayah belum usai, kedua kasus tersebut  menambah deretan panjang kasus hubungan sosial politik kedua negara. Beberapa fenomena tersebut bahkan mulai berkembang menjadi isu nasionalisme.


Gejolak Publik


Dalam merespons tiga isu besar tersebut, terdapat beberapa pola yang muncul di level akar rumput. Di Indonesia, muncul demonstrasi-demonstrasi di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.


Ada pun di pihak Malaysia, tidak terlalu tampak gejolak sebagaimana yang muncul di Indonesia. Meski, publik Malaysia mulai panas dengan berbagai tuduhan Indonesia terhadap negaranya.

Gejolak laten ketegangan kedua negara sesungguhnya lebih banyak hadir di ruang-ruang dunia maya kedua negara. Sesuatu yang belum menjadi perhatian utama public, tetapi menyimpan potensi negative, yakni bom waktu.

Bom Waktu?

Mengutip pada pendapat Musni Umar, salah seorang anggota Eminent Person Group (EPG) Indonesia terhadap Malaysia, berbagai kasus-kasus dalah hubungan kedua Negara berpotensi menjadi bom waktu di masa depan. Hal ini mungkin saja terjadi apabila pemerintah kedua Negara senantiasa menjalankan sikap politik yang tidak tegas.

Indikasi lain yang jauh lebih mengkhawatirkan adalah potensi semakin renggangnya hubungan kedua Negara jika dilihat dari pola sikap generasi muda di kedua Negara. Lihat saja berbagai “perang maya” di internet yang membangkitkan sikap saling membenci di antara generasi muda kedua Negara.

Fenomena ini terjustifikasi jika mengacu kepada data-data berikut ini.  Musni Umar dalam sebuah artikel di Seminar Indonesia-Malaysia tahun 2012 memaparkan hasil survei Lembaga Survei Nasional di 33 Provinsi pada tahun 2009. Salah satu temuan survei tersebut menyebutkan sebanyak 32 persen masyarakat Indonesia menginginkan putus hubungan dengan Malaysia dan 40 persennya mendesak pemerintah bersikap lebih tegas kepada Malaysia.

Survei Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia tahun 2010 terhadap 250 mahasiswa, menyatakan bahwa 69 persen responden menjadikan Malaysia sebagai ancaman utama  Indonesia di era globalisasi

Adapun yang teranyar adalah survei Sowy Institute dari Sydney-Australia pada awal tahun 2012 yang menyatakan negara yang dianggap ancaman oleh Indonesia adalah Malaysia (63 persen). Jauh mengalahkan Amerika Serikat (19 persen), China, Australia, dan  Singapura (12 persen).

Hubungan Konstruktif


Menurut hemat penulis, hubungan kedua Negara sejauh ini masih didominasi oleh hubungan kultural emosional yang telah menjadi tali ikatan sejak puluhan tahun silam. Logika dan sentimen perasaan sebagai saudara serumpun yang berjiran lebih menguasai ruang-ruang publik kedua negara.

Padahal, dengan berbagai tantangan dan peluang yang sedemikian besar pada tahun-tahun mendatang, kedua negara harus mengembangkan hubungan yang konstuktif dan rasional. Tentu tanpa menghilangkan logika saudara serumpun yang berjiran tersebut.


Hubungan rasional kedua negara didasarkan pada kesadaran kedua negara bahwa dengan ikatan sosial, kultural dan geografis adalah modal kemajuan kedua pihak. Kesadaran ini menjadi penting jika kita juga rasional dalam menilai serta mengevaluasi hubungan kedua negara sejauh ini.


Pertama, dalam permasalahan klaim kebudayaan. Kedua negara harus mengambil pendekatan rasional bahwa kebudayaan Melayu Nusantara tersebut mesti dijadikan sebagai nilai jual bagi kedua negara. Lebih mencari persamaan daripada perbedaan. Atau paling tidak membangun sikap yang jelas di antara kedua belah pihak sehingga muncul komunikasi yang produktif.


Kedua, kasus-kasus TKI. Beragam kasus yang muncul sering tidak berimbang. Seharusnya kedua negara jujur dan mengakui bahwa sektor tenaga kerja ini merupakan hal yang vital bagi kedua negara.


Ketiga, ketegangan sosial politik. Kedua negara memang harus terus membangun komunikasi dan interaksi yang intensif untuk meminimalisir meluasnya gejala negatif tersebut. Kemauan untuk saling mendekat dan saling memahami merupakan upaya yang harus dibangun kedua negara.


Berdasar hal tersebut, hubungan konstruktif rasional kedua negara akan mampu meningkatkan keuntungan bagi kedua negara serta meminimalkan titik-titik ketegangan yang menghabiskan energi kedua negara.


Bagi hubungan kedua negara, tantangan dan peluang memang datang sama besarnya. Terlebih kedua negara tidak bisa menolak takdir bahwa keduanya berjiran.  Karena itu, sepantasnya hubungan yang tercipta adalah hubungan yang semakin erat dan kukuh.

Sebuah hubungan yang saling menghormati, saling menghargai, dan harus saling menguntungkan. Meski tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin.


*)Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Mantan Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Universiti Kebangsaan Malaysia 2010-2011 dan Pengelola website: www.indonesia-malaysia.info

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun