Dalam perjalanan mencari makna dan nilai-nilai yang mendalam dalam Islam, kita seringkali menemui jejak tasawuf sebagai pintu kekayaan spiritual. Meskipun istilah "tasawuf" mungkin tidak secara eksplisit tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis, pesonanya tercermin jelas dalam pola hidup Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Tasawuf, sebagai bentuk upaya membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk, mengajarkan bahwa kehidupan batin dan akhirat dapat menjadi fokus utama tanpa mengabaikan keterlibatan aktif di dunia. Dalam landasan yang teguh pada ajaran Al-Qur'an dan Al-Hadits, tasawuf menerangi jalan menuju kesucian hati, keikhlasan, dan khusyuk dalam beribadah hanya kepada Allah.
Sebagaimana dalam Surah Al-a'la [87] ayat 14-15 menegaskan, "Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang." Ini mencerminkan esensi tasawuf yang ditekankan pada kesucian hati, keikhlasan, dan khusyuk dalam beribadah hanya kepada Allah.
Pengertian tasawuf bervariasi, tergantung pada perspektif yang digunakan. Para sufi, praktisi tasawuf, mendefinisikan tasawuf sesuai dengan pengalaman spiritual mereka. Akar tasawuf adalah ihsan, sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah ihsan, dan ihsan adalah tasawuf.
Rasulullah memberikan definisi ihsan dengan mengatakan, "Beribadahlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, meskipun engkau tidak melihat-Nya, namun dengan kesadaran penuh bahwa Allah melihatmu." Dengan demikian, tasawuf didefinisikan sebagai kebaikan kepada sesama, alam, dan lingkungan yang berasal dari kesucian hati, keikhlasan, dan khusyuk beribadah hanya kepada Allah.
Berdasarkan konsep ihsan, inti tasawuf disepakati sebagai upaya menyucikan jiwa sebening mungkin untuk menghadap Allah, Zat Yang Maha Suci, serta pendekatan diri kepada-Nya sejauh mungkin. Ini mencakup usaha untuk membersihkan jiwa dari kekufuran, kemusyrikan, penyakit hati, dan sifat-sifat tercela dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Terdapat juga definisi lain yang mengatakan bahwa tasawuf adalah mistisisme dalam Islam atau sufisme. Istilah ini berasal dari kata Arab "Shuf" yang berarti wol, merepresentasikan kesederhanaan simbolis dari pada kemewahan materi, terlihat pada kalangan pertapa awal.
Dalam pandangan tokoh Sufi modern Nusantara, Buya Hamka, tasawuf diambil dari kata "shuffah" (kaum shuffah), kelompok sahabat Rasulullah yang menjauhi dunia. Ada juga pendapat bahwa tasawuf berasal dari bahasa Yunani yang diarabkan menjadi "theosofie," artinya ilmu ketuhanan.
Melalui perjalanan tasawuf yang kita telusuri, terungkaplah kekayaan spiritual yang tercermin dalam kesucian jiwa, keikhlasan beribadah, dan keterikatan pada nilai-nilai luhur Islam. Meskipun istilah "tasawuf" tidak tersemat dalam Al-Qur'an dan hadis secara eksplisit, pesonanya tercermin dalam jejak Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Meniti konsep ihsan sebagai inti tasawuf, kita diajak untuk beribadah seolah-olah melihat Allah, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa Allah senantiasa menyaksikan setiap langkah kita. Kesucian hati, keikhlasan, dan khusyuk dalam beribadah menjadi landasan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Tasawuf bukan sekadar mistisisme, melainkan panggilan untuk menjalani kehidupan seimbang antara dunia dan akhirat. Keseimbangan ini tercermin dalam sikap Ansar yang mengutamakan kepentingan sesama, seiring dengan pesan tegas Al-Qur'an. Rasulullah, sebagai teladan utama, menegaskan lima dasar kepribadian Muslim yang menjadi panduan hidup. Melalui tasawuf, kita dapat menjalani kehidupan dengan harmoni, membentuk fondasi kokoh untuk mengarungi gelombang dunia dengan bimbingan Al-Qur'an dan Sunah.Â
Prodi Manajemen Dakwah.Â
Mata Kuliah Akhlak Tasawuf,Â
Dr. Hamidullah Mahmud M.A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H