Mohon tunggu...
Nabila Ghaida Zia
Nabila Ghaida Zia Mohon Tunggu... Freelancer - Nabila Ghaida Zia

Freelance Content Writer | Freelance Copywriter | Ghost Writer | Freelance Editor | Digital Marketing Enthusiast | Learning and Parenting Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku Anak Broken Home, Inilah 6 Pelajaran Hidup dari Beliau

6 Desember 2020   10:55 Diperbarui: 6 Desember 2020   11:00 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata siapa anak broken home susah untuk sukses?  Buktinya ibuku seorang anak broken home bisa sukses. Kini ibuku menjadi seorang PNS dan memiliki bisnis dekorasi pernikahan. Bahkan ibuku menjadi anak yang paling sukes dibandingkan saudara tiri lainnya.  Aku banyak belajar nilai kehidupan dari beliau. 

Untuk kamu yang mungkin anak broken home, mungkin tulisan ini bisa sedikit memberikan semangat dan inspirasi bahwa keluarga yang berantakan tak lantas membuat masa depanmu berantakan. 

Mari baca kisah ini dan ambil hikmah dari kisah ibuku ini. 

Mengapa Ibuku Selalu Menderita?

Mata ibu masih sembap saat beranjak dari tempat sholatnya. Beliau bergegas menapaki tangga untuk menuju ke lantai dua tempat kamar adikku berada. Aku pun mengikuti di belakang beliau. Sesampainya di depan kamar adikku, ibuku segera menggelar sajadahnya dan sholat dua rakaat sebelum subuh. Inilah rutinitas yang biasa kami berdua lakukan setiap adzan subuh berkumandang.

Aku dan ibu berada di depan kamar adikku hingga matahari terbit dan ibu menutup sajadahnya setelah sholat syuruq. Ibuku tak langsung turun ke bawah, tapi hal yang pertama beliau lakukan setelah selesai sholat syuruq itu adalah berdiri di depan kamar adikku yang hanya terbuka ketika jam makan saja. 

"Nak, ibu minta maaf kalau ibu banyak salah sama kamu. Ibu kangen sama kamu, Nak. Ayo keluar kamar dan cerita sama ibu. Apa kamu tidak kangen sama ibu?" ucap ibu memelas hingga berakhir dengan suara yang parau dan akhirnya tersengguk-sengguk. 

Hampir setiap hari ibu melakukan itu. Aku pun ikut merayu adikku dari luar kamar agar mau keluar dari kamarnya. Namun, tak ada respon. Pintu itu tetap terkunci, diam, dingin, dan tak ada tanggapan. 

Semenjak kami pindah rumah dari kontrakan sederhana ke rumah yang sudah ibu bangun, anak ibu bertiga dapat jatah kamar masing-masing. Berbeda ketika dulu di kontrakan yang hanya ada dua kamar. 

Adik bungsuku mendapat kamar di lantai dua. Awal tahun pertama adik bungsuku kuliah, tiba-tiba ia memutuskan untuk pulang dan mengurung dirinya di kamar.

 Entah apa masalahnya, ia mengeluh badannya dingin  sehingga ia hanya ada di kamar dan kini parahnya adalah dia tak mau keluar kamar. Makan harus diantar ke kamar dan tak mau berkomunikasi dengan siapapun.

Aku dan ibu bingung sekali menghadapi adik bungsuku ini. Adik keduaku sedang kuliah di Yogyakarta dan bapakku tinggal di Purbalingga. Ibu dan bapak memang sedari awal menikah tinggal terpisah atau LDM (Long Distance Marriage) sampai saat ini. 

Dua tahun ibu selalu merayu adikku dari depan pintu kamarnya dan tiap hari aku melihat mata ibu selalu sembap. Meskipun ketika di luar rumah ibu bisa menutupi hatinya yang nelangsa. 

Aku bertanya dalam hati mengapa ibuku selalu menderita? Sedari kecil hingga sekarang mengapa aku selalu melihat banyak penderitaan yang beliau rasakan. Mulai dari perceraian ayah dan ibunya sedari beliau kecil, ayahnya yang berpapasan dengan beliau saja tak mau menyapa, harus berjauhan dengan suami ketika sudah menikah hingga masa tuanya, dan kini anak bungsunya memutuskan mengurung diri hampir selama dua tahun.

Mengapa ibuku selalu menderita? 

Syukur dan Sabar Adalah Kunci Menghadapi Dinamika Kehidupan

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Lulus dari kuliah impian ibu terkabul, namanya tercantum menjadi seorang PNS. Beliau ditempatkan di sebuah desa pelosok pegunungan yakni di SMA Negeri 1 Karangkobar, Banjarnegara. Semenjak kuliah beliau sudah berjilbab dan ketika menapakkan kaki di Karangkobar, beliau menjadi perempuan pertama yang berjilbab.

Bahkan saat itu guru agama sekalipun tidaklah berjilbab, beda dengan ibu yang guru sejarah tapi sudah berjilbab. Selepas perceraian kedua orang tuanya, ibuku tinggal bersama kakek dan nenek, pelajaran agama banyak didapat ibuku bahkan ibu sempat dipondokkan. Tumbuhlah ibu menjadi sosok yang agamis. 

Saat di Karangkobar, dulu ibu pernah dicurigai sebagai orang yang beraliran islam liberal. Bahkan teman sekamarnya sampai diminta untuk memata-matai ibu. Ketika ibu tahu hal itu, ibu tidak marah. 

Perceraian keluarga sedari kecil telah membentuknya menjadi pribadi yang kuat hingga seberat apapun masalahnya bisa dengan mudah dilewati. Apa kuncinya? Karena ibuku punya pegangan agama yang kuat. Ada satu hadits yang menjadi penguat hati ibu ketika masalah terjadi.

"Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya." (HR. Muslim, no. 2999)

Syukur dan sabar menjadi kunci beliau kuat dalam menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya. Sebuah pelajaran hidup yang selalu ibu gaungkan pada anak-anaknya. 

Berbuat Baik Kepada Siapa Saja Termasuk Mereka yang Menyakitimu

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Ibu adalah tempatku yang leluasa untuk bercerita. Aku menceritakan dinamika kehidupanku terutama kehidupan pekerjaanku. Aku bercerita tentang bagaimana respon orang lain yang tidak mengenakkan dan menyakitkan bagiku. 

Apa tanggapan beliau? 

Beliau memintaku untuk bersabar dan tetap berbuat baik kepada orang itu. Sekalipun orang itu sering menyakiti kita. Bahkan ibu pernah bercerita.

Ketika ada orang yang tidak menyukai ibu, ibu sebisa mungkin untuk tidak ikut membencinya. Ibu justru berdoa agar orang itu kelak butuh bantuan ibu dan ibu bisa membantunya.

Saat mendengar cerita itu rasanya dalam bayangan itu tak mudah. Namun, aku telah mempraktekkannya dan justru membuat persaudaraan baru antara aku dan orang yang sudah menyakitiku. Ternyata itu jadi salah satu kunci kenapa ibu memiliki banyak sahabat rasa saudara.

Pendidikan Anak Adalah Hal Terpenting, Ibu Sangat Bekerja Keras Untuk Ini

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tahukah kamu berapa gaji seorang PNS pada tahun 80-an? Gaji ibuku pertama waktu itu kurang lebih Rp 150.000,-. Gaji itu terhitung sedikit, terlebih ibu harus menghidupi tiga orang anak dengan menyewa pembantu. Karena bapak tidak tinggal bersama disebabkan faktor pekerjaan. 

Untuk memenuhi kebutuhan harian ibu bekerja keras. Selain jadi PNS, ibu juga berjualan apapun mulai dari sembako, pakaian, hingga furniture. 

Bagi ibu pendidikan anak-anaknya adalah hal yang terpenting. Tak masalah ibu harus bekerja keras. Sebisa mungkin ibu akan memberikan fasilitas pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Masih aku ingat saat SMP, ibuku membelikan satu paket komputer lengkap untukku dan adikku belajar. Alhamdulillah saat SMP setidaknya aku bisa mengajak ibu naik pesawat gratis, karena aku menjadi finalis lomba Kihajar di Televisi Edukasi dan TVRI.

Kesukaan Berbagi Membuat Jalinan Silaturahmi Semakin Intim

Dok. pribadi
Dok. pribadi
 "Dek Wid, aku mau ke kota, kamu mau dibawakan apa dari Karangkobar?" tanya ibuku pada sahabat yang sudah rasa saudara.

Begitulah ibuku hobinya berkunjung dan bersilaturahmi ke rumah sahabat-sahabatnya dan hal yang menjadi unik bagiku adalah ibu selalu membawa buah tangan bagi sahabatnya itu.  

Buah tangannya biasanya berupa makanan baik mentah maupun matang. Di rumah pun ibu selalu menyediakan banyak makanan dan mengundang rekan-rekan guru lainnya untuk makan atau sarapan di tempat ibu. 

"Perihal makanan ini sepele la sebenarnya, tapi justru ini salah satu faktor yang mempererat persaudaraan. Contohnya ketika ibu berkunjung ke tempat teman. Teman ibu akan senang bila kita bersedia memakan suguhannya. Memberi makan orang yang sholeh dan sholehah pun akan menjadi amal jariah untuk kita."

Ibu pernah bercerita seperti itu. Bahkan kini setiap hari Jumat ibu selalu membuat makanan yang akan dibagikan kepada jamaah sholat Jumat. Tak hanya berbagi makanan saja, ibu pun sering berbagi lainnya.

Mendengarkan Dengan Antusias, Kunci Mengeratkan Persahabatan dan Persaudaraan

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Ibuku jauh dari keluarga besar dan tinggal di perantauan. Namun, uniknya mayoritas orang di desa kenal dengan ibu. Mulai dari pejabat tinggi hingga pedagang pasaran. Bahkan banyak sahabat-sahabat yang tak ada ikatan persaudaraan bisa sebegitu sayangnya dengan ibu.

Aku pernah bertanya, apa rahasianya?

Ternyata kini aku menemukan jawabannya bahwa ibuku adalah seorang pendengar yang baik. Banyak orang-orang yang datang pada ibu dan bercerita pada ibu tentang kehidupannya. Ibu pun mendengarkan dengan antusias tanpa menyela. Hal itulah yang membuat orang nyaman dengan ibu. Sehingga, banyak orang dekat dengan ibu bahkan karyawan banyak yang loyal kepada ibu. 

Karyawan Kita Bukanlah Bawahan Tapi Partner Kerja

Ibuku memang bukan pengusaha kelas kakap. Namun, aku belajar cara beliau berbisnis.  Dalam berbisnis atau urusan pekerjaan lainnya, ibuku selalu menerapkan prinsip bahwa karyawan kita baik itu pembantu di rumah bukanlah bawahan kita.

Di rumahku kini ada dua pembantu dan enam orang karyawan dekorasi. Ibu selalu memintaku untuk tetap menghormati dan menghargai karyawan ibu karena rata-rata lebih tua dariku. Ibu berpesan bahwa mereka bukan bawahan kita namun partner kita. Tanpa mereka usaha kita tak akan berjalan lancar.

Kunci inilah yang membuat karyawan ibu betah bekerja dengan ibu dan loyal pada ibu. 

Jawaban Dari Mengapa Ibuku Selalu Menderita

Setelah menganalisis pelajaran kehidupan yang aku dapat dari ibuku. Aku sadar bahwa ibuku sejatinya tak selalu menderita. Apa yang kukira menyakitkan bagi ibu ternyata telah menguatkan pribadi ibu. Aku menemukan jawaban mengapa banyak ujian bertubi pada ibu seolah tak ada bahagia untuknya. 

Jawabannya adalah

Karena ibuku ingin selalu menjadi Abu Bakar As-Shiddiq yang selalu berbagi kepada siapapun. Kebahagiaan ibuku didapat dari banyak memberi bukan menerima.

Terima kasih ibu sudah menjadi sekolah kehidupan pertama bagiku dan banyak memberikan pelajaran berharga yang membuatku berani mengarungi dinamika kehidupan.  Semoga kebaikan dan keberkahan selalu meliputimu.

Jadi, tak benar jika anak broken home hidupnya akan suram juga. Ibuku buktinya. Kamu juga punya kesempatan sukses sama besarnya dengan mereka yang memiliki keluarga utuh. Justru kamu telah dibentuk lebih kuat. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun