Mohon tunggu...
Nabila Wigi Parahita
Nabila Wigi Parahita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Manajemen Pendidiikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan, Pandemi, dan Disparitasnya

14 Oktober 2021   15:00 Diperbarui: 26 Desember 2021   12:37 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan salah satu proses transformasi pembangunan yang mendasar serta berperan penting dalam pergerakan pembangunan bangsa. Kualitas pendidikan berperan penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara. Hal itu tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berisi tentang tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan besar pada dunia pendidikan. Banyak negara yang pada akhirnya terpaksa untuk memutar otak demi memecahkan berbagai persoalan akibat terhambatnya pendidikan. Negara-negara tersebut harus memberlakukan kebijakan dan lompatan besar dalam mensiasati dan melindungi iklim belajar dalam suasana pandemi Covid-19. Menurut UNESCO, sekitar setengah populasi siswa di dunia tidak bersekolah dan banyak negara yang menutup sekolah mencakup siswa dari pra sekolah hingga Universitas. Pandemi Covid-19 juga memiliki dampak serius kepada 68 juta siswa dan 3,2 juta guru di Indonesia.

Indonesia diharapkan mampu mencapai masa keemasan tahun 2045 tepat saat usia kemerdekaan mencapai 100 tahun.  Hal itu berarti, penyiapan generasi yang unggul untuk menyongsong masa keemasan tersebut harus disiapkan mulai saat ini. Dengan adanya ketidakstabilan pendidikan yang terjadi di masa pandemi ini, tentu saja membuat pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaikinya. 

Bagaimanapun, proses pendidikan harus tetap berjalan walaupun terhalang pandemi. Kebijakan pembelajaran jarak jauh menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan ini. Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang, pada hakikatnya belum mampu untuk menghadapi perubahan ini. Terlebih penguasaan teknologi yang masih terbilang minim dan tidak merata membuat para peserta didik dan wali peserta didik mengalami cultural shock.

Pada masa pandemi, pendidik juga dituntut untuk memiliki kemampuan penguasaan teknologi yang mumpuni untuk terselenggaranya pembelajaran jarak jauh. Namun banyak sekali pendidik yang kesulitan untuk menyesuaikan diri menghadapi keadaan tersebut. Terlebih pendidik yang tergolong sudah berumur kesulitan dalam hal penguasaan teknologi. Hambatan lain yang terjadi adalah terhalangnya jaringan internet di daerah pelosok yang pada akhirnya menghambat proses belajar mengajar bagi peserta didik. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan keterbatasan kemampuan peserta didik dalam memiliki kuota internet dalam proses pembelajaran.

Hal yang lebih ironis daripada itu adalah kualitas pendidikan di daerah terpencil yang sangat jauh dari kata layak. Sistem pendidikan di Indonesia seharusnya memenuhi kebutuhan populasi yang besar, berkembang, dan beragam dengan perbedaan tingkat partisipasi antar wilayah.  Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ketimpangan terjadi pada kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. "Sektor pendidikan, ketimpangan terlihat dari angka partisipasi murni (APM) SMP dan SMA di Kabupaten Intan Jaya Papua yang hanya 13,34 persen. Jauh di bawah rata-rata nasional yakni 70,68 persen," ujarnya saat rapat bersama Komisi XI DPR secara virtual seperti dikutip Selasa (14/9). Dapat dikatakan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia saat ini yang semakin melemah akibat pandemi membuktikan bahwa perlu adanya upaya ekstra dari pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan, terlebih pada daerah 3T yang sangat memprihatinkan.

Sedangkan menurut Efendy (2016) ada tiga jenis kesenjangan dalam pendidikan tersebut, yaitu:

  • Kesenjangan struktural yang disebabkan karena kebijakan.
  • Kesenjangan kultural karena budaya, misalnya ada orang yang masih menganggap pendidikan kurang penting.
  • Kesenjangan spasial karena perbedaan desa dan kota.

Ada beberapa penyebab utama adanya ketimpangan pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah:

  • Rendahnya sarana prasarana pendukung pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan tidak layaknya gedung-gedung sekolah di berbagai wilayah Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah serta kurangnya beberapa fasilitas pendukung lain seperti buku dan komputer yang menyebabkan peserta didik tidak terfasilitasi dalam hal literasi dan kemampuan menggunakan teknologi digital.
  • Rendahnya kualitas pendidik. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya kompetensi dan profesionalisme pendidik. Dari keadaan tersebut menyebabkan pengaruh besar pada mutu pendidikan yang diberikan pada peserta didik.
  • Rendahnya kesejahteraan pendidik. Hal ini dibuktikan dengan tingkat pendapatan guru yang rendah dan tidak sesuai dengan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul untuk mencerdaskan anak bangsa. Banyak pula guru-guru honorer yang dibayar dengan sangat rendah sehingga bahkan tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya setiap hari.
  • Rendahnya prestasi peserta didik. Hal ini berhubungan langsung dengan kurangnya fasilitas penunjang pendidikan,  rendahnya kualitas pengajar, dan kurangnya motivasi dalam diri peserta didik untuk beprestasi.
  • Kurangnya dalam pemerataan pendidikan ke seluruh pelosok desa. Hal ini dengan jelas dapat kita lihat melalui adanya sekolah sekolah yang tidak layak, maupun akses menuju sekolah yang memprihatinkan sehingga tingkat partisipasi peserta didik juga tergolong rendah.
  • Rendahnya kecocokan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini sering terjadi ketika sudah lulus sekolah, yang mana terjadi ketidakserasian antara pendidikan dengan kebutuhan kerja akibat kurikulum yang kurang fungsional ketika di pelajari di sekolah dengan kebutuhan kerja yang harapkan nantinya ketika memasuki dunia kerja.
  • Mahalnya biaya pendidikan. Menurunnya tingkat pendapatan masyarakat di masa pandemi membuat para orang tua dari kalangan menengah kebawah mengalami kesulitan dalam membiayai putra putrinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, jauh sebelum masa pandemi pula sudah terjadi kesulitan pembiayaan pendidikan akibat kondisi ekonomi yang rendah pada masyarakat kurang mampu.

Pendidikan selalu saja mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman, sehingga selalu menuntut perbaikan secara terus menerus. Terdapat konsep kesetaraan atau pemerataan menurut Coleman (1968), yaitu memberikan pendidikan gratis sampai tingkat tertentu yang merupakan titik masuk utama bagi angkatan kerja, menyediakan kurikulum umum untuk semua anak terlepas dari latar belakangnya, menyediakan sekolah yang sama bagi anak-anak dengan latar belakang bidang yang berbeda-beda, dan memberikan kesetaraan dalam kasih sayang.

Dari berbagai permasalahan tersebut, dapat kita tarik jalan keluar sebagai solusi pemecahan masalah ketimpangan pendidikan terlebih pada masa pandemi, yaitu:

  • Pendistribusian kuota internet gratis bagi para pendidik maupun peserta didik secara merata dan menyeluruh;
  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas guru dengan pelatihan-pelatihan melalui program sertifkasi guru. Hal ini juga dapat dilakukan melalui pelatihan penguasaan teknologi bagi semua pendidik agar dapat beradaptasi dengan zaman yang semakin maju dan sebagai pendukung terlaksananya pendidikan jarak jauh;
  • Membangun sekolah-sekolah di beberapa daerah terpencil yang mudah diakses. Salah satu penyebab rendahnya tingkat partisipasi masyarakat tentang pendidikan adalah karena sulitnya akses pendidikan. Mulai dari sedikitnya sekolah yang layak hingga sedikitnya sekolah ataupun perguruan tinggi yang berkualitas di daerah mereka;
  • Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan mengenai pemberian beasiswa bagi peserta didik baik itu tingkat siswa maupun mahasiswa yang memiliki kondisi kurang mampu agar dapat memperoleh bantuan pendidikan sehingga suatu saat diharapkan dapat membangun daerahnya;
  • Pemerintah diharapkan sering memantau daerah-daerah terpencil agar dapat lebih responsif terhadap berbagai persoalan yang terjadi;
  • Meningkatkan motivasi siswa semenjak masih dalam tingkat pendidikan terendah untuk berani bermimpi dan berani memiliki cita-cita setinggi mungkin. Dengan begitu akan meningkatkan antusiasme peserta didik terhadap pendidikan;
  • Memberikan arahan pada para orang tua peserta didik untuk tidak membatasi mimpi putra putri mereka dalam pendidikan dan menghapus stigma negatif tentang pendidikan.

Dengan adanya berbagai solusi tersebut diharapkan ketimpangan pendidikan terlebih di masa pandemi ini dapat segera diatasi. Sesuai dengan target Indonesia Emas 2045, demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial di bidang pendidikan diharapkan mampu berdampak langsung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun