Di awal tahun pelajaran 2018, bertepatan dengan aku yang duduk dibangku kelas 10 SMK dimana aku menghabiskan keseharian ku satu atap dengan teman-teman sebayaku yaitu di pondok pesantren. “hai, kenalin aku bila” kata ku ketika bertemu dengan teman sebaya ku, satu persatu aku mengenal teman satu kamar ku dari 14 orang ada 3 teman ku yang kebetulan satu sekolah dan 2 dari mereka kebetulan satu kelas dengan ku yaitu mia dan rara. Aku sangat dekat dengan mia dan rara, karena satu kamar juga satu kelas jadi keseharian kita ber 3 selalu bareng, mau makan bareng, mau jajan bareng, berangkat sekolah bareng, mau mandi pun tidak bareng dong hanya dari kamar menuju kamar mandi nya yang bareng, kecuali kalau aku madrasah aku sendiri yang tidak satu kelas sama mereka, kebetulan aku kelas nya diatas mereka karena dulu aku sudah pernah pondok pesantren.
Satu hari, satu minggu, satu bulan, dan tidak terasa sudah 3 bulan, aku dan teman-teman ku tinggal di satu atap bersama, sejauh ini pertemanan kita baik-baik saja bahkan sangat menyenangkan di awal tahun pembelajaran. Yang awal nya kita sangat tidak betah karena lingkungan baru dan harus adaptasi, hari-hari tanpa menangis tapi kini jauh lebih baik, hingga suatu hari....
“ra kamu sakit yaaa?” ujar mia yang melihat rara sangat lemah dan pucat. Mia pun bergegas memanggil aku yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
“bil kayaknya rara sakit deh” kata mia ke aku,
“loh sakit yaaa? Nanti kita izinin buat ga ikut pelajaran aja deh” balas ku ke mia,
“tapi nanti yang jagain rara siapa?” khawatir mia,
“tenang aja kan ada pengurus, biar pengurus aja yang jagain. Kita berangkat ke sekolah aja” usul ku.
“yaudah ayo, kita berangkat sekolah dulu ya ra. Nanti aku sama bila sekalian mampir ke kamar pengurus biar pengurus jagain kamu, kamu baik-baik ya ra” ucap mia menenangkan rara,
“mia, bila makasih ya kalian udah peduli ke aku, maafin aku jadi ngerepotin kalian” jawab rara lemah,
“tenang aja ra, kita kan temenan harus saling peduli dong” jawab bila sambil memegang tangan rara. Lalu aku dan mia pun bergegas berangkat kesekolah, tak lupa sebelum berangkat mampir ke kamar pengurus untuk minta pertolongan agar menjaga rara yang sedang sakit.
Satu minggu kemudian, rara tak kunjung sembuh, aku dan mia sangat kebingungan dan khawatir akan kesehatannya rara
“ra mending kamu periksa aja deh soalnya udah seminggu kamu ga sembuh-sembuh” saran bila khawatir,
“iya bener kata bila ra kamu periksa dulu aja” sambung mia,
“tenang aja, aku ngga kenapa-kenapa kok” jawab rara tersenyum,
Saat sore hari aku dan mia mengambil jatah makanan kita di dapur, tak lupa aku juga sekalian mengambilkan makanan untuk rara, tapi setelah tiba di kamar aku terkejut melihat kamar yang sudah ramai dan rara teriak-teriak. Banyak santri-santri juga pengurus yang lain memegang tangan dan kaki rara serta membacakan ayat-ayat al-qur`an.
“ra kamu kenapaaaa!!!!” ucapku sambil berlari menghampiri rara diikuti mia di belakangku,
“mba ini rara kenapa ya?” tanya mia pada pengurus yang sedang memegangi rara,
“ga tau rara kenapa tiba-tiba teriak sambil menangis, dia kayanya kesurupan deh soalnya pas ditanya malah marah-marah terus tatapannya tajam” jelas salah satu pengurus yang menangani rara,
“yaampun ra kok kamu bisa gini” ucap aku yang sangat khawatir.
Keesokan harinya aku dan mia memutuskan untuk tidak berangkat sekolah karna melihat keadaan rara yang sedang tidak baik-baik aja,
“ra, kamu jangan banyak ngelamun sama jangan banyak pikiran yaa aku khawatir takut kamu kaya kemarin” ucap aku memegang tangan rara,
“iya ra, aku juga khawatir sama keadaan kamu, jangan ngelamun ya” lanjut mia khawatir juga,
“mia, bila tenang aja aku ngga kenapa-kenapa kok” ucap rara tersenyum Lelah,
“yaudah ra, kamu istirahat dulu aja ya biar ga banyak pikiran” saran mia,
Lalu rara pun terlelap tidur, disamping itu aku dan mia makan untuk jatah sarapan pagi tak lupa kita juga sambil berbincang-bincang hal random.
“hhhgreeemmmmmm” tiba-tiba terdengar rara menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya,
“heh itu rara kenapa?” tanya mia kaget,
“ga tau mi, itu rara kaya menggeram ga si, apa dia Cuma ngigo?” tanya aku balik,
“yee ditanyain kok malah tanya balik”jawab mia,
Tiba-tiba terdengar rara menggeram lagi lebih keras,
“mi mi sini deh” perintah aku yang sudah di samping rara dengan panik, lalu mia menghampiri dan ikut duduk disamping rara yang sedang terbaring,
“bil pegangin tangannya biar ga berontak” saran mia panik,
“iya mi sekalian aku bacain ayat-ayat al-qur`an sebisaku mi” jawab aku dan akupun melanjutkan membaca ayat-ayat al-qur`an, tetapi malah rara tambah memberontak membuat aku dan mia tambah panik
“rara sadar rara!!!!!!!” teriak mia menyadarkan rara
Tapi rara malah tambah memberontak dan menampar mia, aku ikut terkejut dan sepontan miapun menangis.
Karena keadaan yang sudah tidak kondusif akhirnya aku dan mia memanggil mba pengurus
“mi kamu tadi gapapa kan?” tanya aku menenangkan mia
“bil, aku takut bil, aku ga mau disini, aku pengin pindah” jawab mia sambil menangis
“jangan gitu mi, kalo kamu pindah nanti aku sama siapa?” tanya aku, tapi mia hanya diam saja dan langsung memeluk aku, akupun sebisa mungkin menenangkan mia.
Keesokan hari, sepulang aku dari sekolah tiba-tiba mia sudah tidak ada di kamar, tadi pun setelah jam istirahat mia sudah tidak terlihat lagi di kelas, aku membuka lemari miapun baju-bajunya sudah kosong.
“secepet itu mi kamu perginya” ucap ku dalam hati sambil melihat isi lemari dan barang-barang mia yang sudah kosong.
Saat siang dikeesokan harinya, aku melihat orang tua mia datang ke sekolah untuk mengurus surat-surat perpindahan mia. Akupun tidak bisa apa-apa hanya bisa bersedih hati, dan kini cuma aku yang menjaga rara.
Tidak lama dari mia pindah pondok dan sekolah, aku pun di beri amanah untuk menjadi anggota pengurus dan bertepatan dengan rollingan kamar yang otomatis rara pindah kamar dan aku pun pindah ke kamar pengurus. Aku dan rara sering kali hanya bertemu di kelas, selebihnya hanya berpapasan di pondok itu juga sekedar menyapa dan menanyakan kabar, karena aku menjadi pengurus yang tentunya sibuk dengan tugas kepengurusan jadi tidak banyak waktu untuk berbincang panjang lebar. Hari demi hari pun aku lalui, aku dan rara juga menjani kesibukanya masing-masing, menurutku sejauh ini cukup aman dan tentram.
“bil nanti kamu keliling buat cek yang ga jama`ah siapa aja yaaa” perintah dari ketua koordinator ku
“iyaa mba siapp” balas ku
“nanti sekalian ditemenin sama pita, kan udah jatah nya jadwal kamu sama pita ya” kata nya
“oh hiya mba bener sama pita” jawabku
Aku dan pita pun mulai menjalani tugas untuk mengelilingi satu persatu kamar santri untuk memastikan siapa aja yang tidak jama`ah tanpa ada nya udzur. Setibanya aku di kamar 13, ada 2 santri yang udzur dan 1 santri yang terbaring seperti nya sedang sakit
“lagi udzur ga?” tanayku kepada 2 santri yang sedang duduk di tepi ranjang
“iyaaa mba aku udzur, mita juga udzur” jawab santri tersebut sambil menunjuk mita yang duduk persis di sampingnya
“terus siapa itu yang tiduran di atas kasur” tanya ku lagi pada santri tersebut
“itu rara mba, dia lagi sakit dari kemaren itu aja selalu merem mba” jawab nya
“loh udah solat belum yaaa? Apa udzur juga?” tanyaku lagi
“tadi udah di bangunin kok mba tapi dia ga bangun-bangun mba, cuma kadang-kadang dia kaya ngelindur gitu mba sambil menggeram ga jelas mba, aku juga bingung sendiri sama mita” jelas nya
“ohh yaudah kamu coba aja yaa biar bangun suruh solat, sambil di baca-bacain sebisa mu yaaa, siapa tau dia lagi kambuh” jawab ku yang sudah tahu rara sakit ujungnya pasti kesurupan.
Aku dan pita pun beranjak meninggalkan kamar tersebut, jujur saja aku sudah tidak heran dan sering sekali dengar rara kambuh-kambuhan, dan lagi-lagi pengurus yang di panggil itu aku karena santri-santri mengira kalau aku udah biasa dengan hal tersebut hanya karena dulu pernah sekamar dan sering bareng dengan rara. Tapi sekarang sudah beda era nya karena aku yang udah sibuk dengan tugas-tugas ku, bahkan ditengah-tengah kesibukan ku tetap saja kalau rara kambuh aku yang di panggil sampai dititik aku merasa tidak nyaman dan bosan. Karena sebenarnya aku tidak terlalu percaya akan hal itu, yaaa sekedar netral aja kadang percaya karena kasian kadang juga tidak percaya, karena berfikir kalau itu hanya alasan untuk tidak mengikuti kegiatan pondok. Kalaupun itu beneran masa bisa sampai berhari-hari bahkan seperti menjadi rutinitas dalam 1 minggu bisa terjadi 2 sampai 3 kali kesurupan, dan itu menjadi hal yang tidak masuk akal di kepala aku.
Aku merasa iba dengan rara tapi juga kasian dengan teman-teman sekamar nya yang harus terganggu kegiatannya hanya untuk menjaga rara yang selalu kesurupan. Dan aku selalu turun tangan langsung untuk menangani, herannya aku selalu berhasil mengeluarkan jin dalam tubuh rara padahal hal itu seperti hal pertama dalam hidup aku bisa menangani kekonyolan ini, karena hal itu juga santri menganggap aku lihai dalam mengeluarkan jin, aku merasa hanya melakukan hal-hal wajar seperti membaca ayat-ayat al-qur`an dan menjaga wudhu ketika sedang menangani rara. Padahal itu sama dilakukan oleh santri lain yang ikut menangani, hingga suatu malam terjadi lagi…
“aarhhgggg, haaaaa, heerrmmmmm, panasss lepasinnn” teriak rara ketika kambuh
Salah satu santri lari ke kamar pengurus dan memanggil aku dengan sigap nya
“mba bilaa mba bilaa, tolongin mba rara kambuh lagi” paniknya
“ya allah apa lagi ini” gumam ku
“iyaaa sebentar yaaa 5 menit lagi aku kesana, sambil dibaca-bacain sebisanya yaaa” ucapku pada santri itu dengan tenang supaya santri tersebut juga tidak bertambah paniknya,
“iyaaa mba aku tunggu disana yaaa” jawab santri itu sambil pamit pergi dari kamar pengurus
Aku pun mulai melangkahkan kaki ke kamar rara, dan benar saja di sana sudah ramai dipenuhi santri yang turut membantu tapia da juga yang karena penasaran,
“yang tidak berkontribusi bisa kembali ke kamar masing-masing aja yaaa” perintahku supaya mengurangi kerumunan.
Satu persatu santri pun patuh untuk kembali ke kamar msing-masing,
“jangan sentuh akuuu, kamu panas sanaaa pergi !!!” bentak rara, aku yang kaget mendengarnya langsung ku jawab “siapa kamu kok ngatur-ngatur maen usirr”
“aku tuh ga sukaa sama kamuuu sana pergi” usir rara yang pada ku dengan kondisi mata tertutup dan tangan mengepal,
“kenapa bisa takutt, kan aku cuma manusia biasa” tegas ku
“ngga kamu ga biasa dipundak mu itu ada sosok tinggi besar” ucap nya,
Aku sangat terheran-heran dan merasa ngawur terdengar di telingaku, dan aku ga menghiraukan itu intinya aku fokus baca-baca aja sembari di bantu anak kamar tersebut. Akan satu dan lain hal akhirnya aku sementara tinggalkan rara dulu, karena dilihat sudah lumayan membaik hanya saja masih terpejam matanya.
Tak lama dari aku meninggal kan kamar 13, rara pun lebih memberontak sampai jalan keluar dari kamar dengan mata terpejam dan membuat keramaian huru hara di pondok, dari beberapa santri masih ada yang berani untuk menahan rara tetap ditempat tidak berkeliaran, itu pun nihil karena tenaga nya yang lumayan kuat. Seperti biasa, beberapa santri memanggil aku untuk menangani rara, mau tidak mau aku harus melakukan sebisa ku walaupun kasaranya dengan ilmu ngawur asal sembur. Malam itu bener-bener tidak kondusif sampai-sampai aku bawa rara ke kamar pengurus dan ngeri nya..
Dooorr dorrr dorrr door
Yaap rara di kamar ku dengan posisi tidak sadar terbaring di kasur, dan dengan kondisi ditutup pintunya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tapi tetep saja ternyata rara menggedor-gedor pintu kamar dengan tangan dan kepala nya. Aku pun khawatir takut nantinya ada luka di kepala. Kubuka pintu kamar nya dengan keberanian dan tekat yang kuat, disamping itu yang lain hanya menonton dengan ketakutan,
“ih ngerii banget yaa”
“takut tiba-tiba nyakar ih”
“sakti juga mba bila”
“astaghfirullah….”
“ya allah ya allah”
“duh gusti kulo ajeng pripun niki”
Begitulah suara santri yang terdengar sampai ke telingaku. Pas kubuka pintunya benar saja rara berusaha lari tapi aku tahan jidat nya tak lupa pula dengan bacaan ayat-ayat al-Qur`an.
Dan brakkk
“waduh pingsan nih” gumam ku, dan akhir nya karena sudah lelah pastinya dengan perdramaan ini aku memutuskan memanggil ustadz saja yang lebih pro dalam menangani hal ini.
Singkat cerita si rara bisa di tangani oleh ustdz rohmat walaupun butuh waktu semaleman tentunya dan di damping oleh pengurus. Setelah kejadian semalam, hingga aku dan rara menginjak kelas 11 semester akhir hal tersebut masih sering terjadi dan sudah menjadi rahasia umum, kami para pengurus pun suddah pasrah dan payah karena cukup menguras waktu dan tenaga, apalagi aku yang terus-terus an di panggil untuk menjadi garda terepan saat rara kesurupan. Karena ada beberapa problem pribadi dan yang lainnya, rara pun memutuskan keluar dari pondok tetapi masih sekolah di Yayasan pondok. Dan aku masih bertemu rara di sekolah tetapi kami sudah tidak terlalu dekat seperti dulu., yang jelas setelah rara keluar dari pondok aku tidak pernah dengar sama sekali kalau rara dirumah beraksi seperti di pondok padahal rumah nya samping kuburan. Itu keheranan aku dan teman-teman yang lain, logika nya kalau di pondok itu adem ayem tentrem, tapi yahh tetap saja harus berfikir yang baik mungkin saja rara sudah benar-benar sembuh setelah keluar dari pondok.
1 tahun kemudian aku sudah lulus dari pondok juga sekolah ku, dan memutuskan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Qodarullah aku dipertemukan lagi dengan mia yang kebetulan satu kampus hanya beda jurusan,
“apa kabar mia, lama ga denger kabar mu lohh” tanya ku dengan perasaan yang tidak disangka
“alhamdulillah baik bil, kamu sendiri gimana?” tanya mia padauk
“alhamdulillah baik juga mi, ga nyangka yaaa kita ketemu lagi” ujarku
“iyaaa ya dunia kok sekecil upil” canda mia
“ga sekecil upil juga kali wkwk” jawabku
Aku dan mia pun berbincang-bincang dengan asyik sampai nostalgia waktu SMA, yaaa pembahasanya pun tidak jauh dari keusurupanya rara
“aku ga percaya deh bil kalo itu beneran” celetuk mia
“aku juga sebernarnya iya si tapi yaa gimana ya, kalo kamu ga percaya nya tuh kek apa mi?” pensaran ku
“kamu inget ga pas kita jagain rara, aku tuh sempet bilang ke rara walaupun dia ga sadar tapi pas aku panggil dia masih ada respon hmm hmm gtu” ucap mia dengan serius
“terus terus mi” aku pun nambah penasaran
“nahh pas disitu aku coba lahh aku tes, `ra kamu liat apa? Coba deh kalo kamu liat ada cahaya putih atau titik putih kamu tunjuk yaaa, soalnya cahaya itu tuh posisi setannya ra` dan beneran bil dia nunjuk ke arah pintu, padahal aku ngarang poll karena aku tau itu dari film di tv pastinya yang ada di tv itu cuma akting” lanjut mia sambil cekikikan
“parah si miii bisa kepikiran sampe situ yaaa haha” aku pun ikut tertawa mengingat kekonyolan pada saat itu,
“tapi kamu bisa menangani rara loh, bener-bener santri dukun HAHAHA” lanjut mia dengan nada jail nya.
Itulah sedikit cerita nyata yang benar-benar terjadi di kehidupan saya dan sampai sekarang saya dengan mia masih sangat berteman baik bahkan sering bertemu dan nongki bareng, tapi sampai saat ini kita berdua tidak penah tau persis kabar rara. Sebenarnya banyak kejadian yang heboh dan aneh pada saat itu, dikarenakan ini cerpen jadi aku ceritakan salah satu dari inti ceritanya. Jangan lupa mendekatkan diri kepada Allah dan selalui meminta perlindunganya karena hanya perlindungan dari Allah yang selalu dating, Sekian .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H