Oleh : Nabilatul Hawa (Mahasiswa Sastra Indonesia)
Â
      'Selamat memasuki dunia pengangguran'
      'Menganggur dengan gaya'
      'Sarjana itu hanya pengangguran yang tertunda'
      Dahiku berkerut heran melihat kolom komentar dari sebuah postingan yang seharusnya banjir akan ucapan selamat serta syukur. Bagaimana tidak? Sebuah cuplikan video membahagiakan sekaligus yang penuh dengan tawa serta tangis haru. Memperlihatkan sekelompok muda-mudi memakai baju kebesaran serta sebuah topi kebanggaan yang disebut sebagai toga, tengah tersenyum dan tertawa lepas menyambut hari bahagia mereka sebagai seorang wisudawan/wisudawati. Tentu postingan itu banjir ucapan selamat dari berbagai pihak. Tetapi tidak sedikit kulihat netizen ikut membanjiri kolom komentar dengan kalimat-kalimat aneh seperti tadi.
      Komentar-komentar seperti ini tidak hanya kutemukan sekali dua kali. Dari beberapa video momentum wisuda yang kulihat, pasti ada saja netizen yang berkomentar seperti demikian. Tidak habis pikir dengan orang-orang yang tega melontarkan kalimat aneh itu pada saat moment berharga seseorang. Tiba-tiba ingatan akan percakapanku dan kakak mengenai wisuda berputar di kepalaku layaknya sebuah adegan film.
      Saat itu kami tengah bersantai di ruang keluarga. Tidak banyak hal yang dapat kami lakukan di hari libur. Aku dan kakak hanya terpaku pada ponsel masing-masing. Aku ingat bagaimana fokusnya aku berpetualang menelusuri laman instagram kala itu.
      "Ternyata wisudanya hari ini, kabarnya sih akan diadakan selama 4 hari." Ujarku setelah melihat postingan story salah satu temanku.
      "Memangnya berapa orang yang akan diwisuda? Mengapa pelaksanaannya bisa selama itu?" Kakak menimbrung. Aku mengendikkan bahu, isyarat memberi jawaban bahwasannya aku juga tidak tahu.