Gengsi seolah tak ada habisnya menjadi buah bibir di kalangan perempuan, terlebih di era sekarang. Banyak perempuan berlomba-lomba hanya ingin sekedar di berikan julukan "wah" dari orang lain.Â
"Tas kamu merk apa?" tak asing jika perempuan dengan berbagai kalangan ingin menunjukkan jika sesuatu yang dimilikinya lebih wah di bandingkan orang lain. Karena itu tak sedikit jika para perempuan memaksakan kehendak guna mengikuti ambisi yang menguasai diri.Â
"Brand baju langganan kamu apa?" seolah tak ada habisnya membicarakan segala macam merk yang semakin hari semakin menggila harganya. Tanpa pikir panjang hanya sekedar gengsi apapun cara yang dilakukan agar bisa memiliki.Â
Lingkungan menjadi dasar utama seseorang berubah. Misal saja, perempuan dari kalangan biasa masuk kedalam lingkungan sosialita. Mau tidak mau perempuan dari kalangan biasa di tuntut dengan gaya hidup ala sosialita yang serba glamor, barang-barang brandeed yang pasti dengan harga yang fantastis alias no kaleng-kaleng.Â
Alih-alih terlanjur gengsi gaya hidup mewah dengan gamblangnya memamerkan ke setiap orang dengan tujuan ingin menunjukkan seberapa berhasilnya kebebasan financial yang diraihnya dan mengharapkan sanjungan dari orang lain.Â
Tuntutan dalam hidup cukuplah besar yang mengharuskan individu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, tuntutan akan lebih besar lagi jika gengsi terus saja di turuti. Menyelimuti kebiasaan diri hingga lupa bagaimana seharusnya memanage diri.
Gengsi masih menjadi puncak trendi seolah sudah menjadi hak paten yang tak dapat di ganggu gugat oleh kaum perempuan semasa keinginan belum terpenuhi. Apappun dan bagaimanapun akan di lakukan demi menjaga gengsi yang semasa hidup telah di sandang sampai saat ini.Â
Lemah Ayu, Kertasemaya, Indramayu
Sabtu, 18 Juli 2020 20:26
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H