Mohon tunggu...
Nabila Shobawa
Nabila Shobawa Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Focus on the positives and be grateful

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bodohnya Saya

16 Juni 2020   10:33 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:19 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sooperboy.com

"Kamu ini beruntung bisa menaklukan hati dia," ucap salah satu teman laki-laki berpostur tubuh kekar.

Yahh, saat ini saya sedang dekat dengan dia seseorang yang berbeda dari orang kebanyakan. Ia amat berbeda dari mantan saya sebelumnya. Dia adalah wanita dengan segala kewibawaan juga keanggunana menjadikan saya rela di tolak puluhan kali olehnya. 

Hal yang membuat saya tercengang adalah ia belum pernah menerima laki-laki untuk mengisi hatinya. Lagi-lagi betapa beruntungnya saya bisa menjalin hubungan bersama wanita sepertinya.

Suatu malam saya mengajaknya makan di sebuah tempat makanan siap saji. Saat menuju tempat makan kami di hampiri dengan teman Arin kekasih saya, ia bernama Ani.

"Wahhhh, ternyata Arin sudah punya kekasih?" bisik Ani.

Arin hanya tersenyum sambil memandang saya. Kamipun duduk berhadapan menikmati hidangan yang telah di pesan.

Arin sungguh tak mempermasalahkan postur tubuh saya. Memiliki wajah pas-pasan jauh dari laki-laki tampan yang sudah lama menanti untuk menjadi kekasihnya. 

Sebagai seorang laki-laki yang amat mencintai kekasih, wajar jika tetap mengawasi pasangan agar tak jatuh hati pada orang lain. Saya pun memiliki perasaan yang tak mengenakan. Di malam itu saya bermimpi jika Arin sedang berjalan dengan laki-laki. Segera terbangun dn melihat jam di hp menunjukkan pukul 02.00 wib. Rasanya tak bisa saya lanjutkan lagi untuk memejamkan mata, ingin rasanya saya telpon Arin namun melihat waktu yang masih larut saya urungkan niat itu sampai besok pagi.

Saat saya telpon benar saja, Arin tengah di dekati laki-laki lain. Akan tetapi, ia tak menghiraukannya. Dengan emosi saya yang gegabah langsung memberikan pernnyataan yang membuatnya tercengang juga bersedih.

Semenjak kejadian itu, saya lebih protektif dengan Arin. Saya tak mau jika ada laki-laki yang mendekatinya apalagi sampai Arin jatuh hati padanya. Mengingat, waktu yang tak bisa setiap saat berada di dekatnya.

Seperti biasanya setiap malam saya menelpon Arin meski hanya bertanya kabar. Untuk malam ini saya putuskan untuk melakulan komunikasi dengan chatting dikarenakan ada suara berisik di sekitaran komplek.

Arin yang baru saja sampai dari pusat perbelanjaan langsung membalas pesan saya.

"Maaf, aku baru datang dari tempat perbelanjaan," balas Arin

Saya hawatir jika Arin tak kunjung membalas pesan. Dengan beranikan diri, saya kirimkan potongan sebuah gambar.

Saat saya mengirim pesan kembali Arin tak langsung membaca. Saat itu saya mulai curiga jika Arin sedang membalas chat orang lain dan mengesampingkan chat saya.

"Ya sudah jika ada pesan yang lebih penting daripada pesan saya," 

"Barusan aku sedang membaca gambar yang telah dikirim," balas Arin.

Dengan kesal saya langsung menyudahi chat dengan Arin.

Malam harinya, aku berpikir jika diamati saya memang keterlaluan dengannya ia begitu jujur, sabar, perhatian namun aku selalu curiga padanya. 

Pagi harinya saya chat lagi Arin "sayang," namun ia jawab begitu jutek. Setelah saya tanyakan alasannya kenapa ia menjawab jika semalam ia bersedih dan menangis apa yang dilakukannya selalu di curigai seolah sudah pudarnya dinding kepercayaan.

"Jika kamu memilihnya, aku iklas," itulah penutup chat malam itu.

Arin sudah mengatakn jika laki-laki yang terus mengejark tak pernah sekalipun di hiraukannya. Namun saya yang sudah kepalang emosi langsung mengatakan hal itu.

Saat saya telpon, nada bicara Arin masih sama, sepertinya ia masih kesal terdengar dari jawaban yang saya tanyakan. 

"Irwan, sudah berapa lama kita kenal?" tanya Arin saat telpon.

"Sudah berapa kali kita menyelesaikan sebuah permasalahan?"

"Lalu, kemana sikap sabar dan kepercayaan yang telah diberikan?"

"Aku lelah jika terus seperti ini, terus menerus diurigai. Jaga baik-baik dirimu juga kesehatanmu,"

"Terimakasih karena sudah satu tahun menjaga dan memberikan kenangan," 

"Maaf karena telah membuatmu kesal juga khawatir. Irwan, aku memilih mundur,"

"Semoga kelak kamu memdapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku,"

Arin segera menutup telponnya. Saya yang sedang berada di Jakarta saat itu juga segera membeli tiket dan pulang menuju Yogyakarta. 

Pagi harinya saya datangi rumah Arin dan langsung memeluknya. "Arin, maafkan saya, betapa bodohnya saya," saya peluk erat Arin yang hendak berangkat mengajar. Dengan uraian air mata saya tak ingin melepaskannya. Tak henti-hentinya saya mengucapkan kalimat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun