Lestari Alamku, Lestari desaku, di mana Tuhanku menitipkan aku. Sepotong dari lirik lagu yang diciptakan oleh musisi bernama Gombloh yang kerap berdendang di telingaku ketika aku menggoreskan halaman ini. Indonesia negara yang kaya akan satwa dan puspanya ibarat surga yang dititipkan Tuhan, kita sebagai manusia ditugaskan untuk menjaga dan melestarikannya. Tegakah kita menggoresnya hanya demi menuruti nafsu duniawi?Â
        Sinar sang surya dengan gagah menyapa hamparan tanah Kalimantan, arus rawa yang tenang mengalir dengan bebasnya. Serangga-serangga bersenandung dengan syahdunya menciptakan suasana damai khas alam Kalimantan. Disusul suara, "Hoonk, hooonk, hooonk" suara yang berat dan rendah dengan irama yang terputus-putus. Seakan-akan menggambarkan hidupnya yang memang berat.
        Bekantan atau dengan nama latin Nasalis larvatus hewan yang menjadi ikon Kalimantan, memiliki banyak julukan lain seperti kera belanda, pika, bahara bentangan, raseng, dan kahau. Spesies endemik dari Kalimantan ini memiliki status endangered di dalam red list IUCN. Byuuurrr....Suara air tercipta dari lompatan seekor Bekantan, rupanya hewan ini juga mampu melintasi sungai hingga 20 km jauhnya. Bekantan memiliki selaput kulit di kakinya sehingga dapat membantunya berenang dengan baik.
        Aku berpikir bagaimana hewan ini bisa berada di ujung tombak kepunahan. Sembari menyelam dalam fakta dan warta, aku melihat sekeliling, "panas" Ucapku. Pohon-pohon yang semakin berkurang, gunung-gunung yang hampir telanjang berdiri. Mungkin inilah yang menyebabkan hewan-hewan itu terancam punah. Dikutip dari Forum Bumi 3 dari National Geographic deforestasi, perubahan iklim, perburuan, dan perdagangan yang mengancam keanekaragaman hayati, yang berimbas pada peningkatan risiko penurunan populasi bahkan kepunahan di alam.
        Pada 20 November 2020 KPH Tanah Laut, Kalimantan Selatan mengadakan inventarisasi atau pendataan pada kera belanda ini, karena berada di wilayah kerjanya. Dengan menggunakan perahu motor menembus rawa Kalimantan. Terlihat 2 ekor bekantan melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, sesekali bergelayutan di ranting pohon. Bekantan memiliki peran yang vital di hutan Kalimantan sebagai penyebar biji-biji tumbuhan ke berbagai lokasi, proses ini yang dinamakan zookori, such a special nature's hero. Bekantan memiliki perut yang buncit dikarenakan proses pencernaan makanan, bekantan lebih memilih daun yang masih muda karena memiliki energi yang tinggi dan kandungan tanin yang rendah. Namun daun lebih sulit dicerna sehingga bekantan memiliki sistem pencernaan yang kompleks, di mana terdapat aktivitas fermentasi bakteri di dalam pencernaan yang menghasilkan gas sehingga menyebabkan perutnya buncit.
        Buah dan daun dari pohon pidada merah menjadi salah satu favorit bekantan, karena bekantan sendiri memakan makanan yang tersedia di alam, dengan hal itu artinya bekantan banyak membantu banyak tumbuhan di hutan untuk bereproduksi. Begitu juga dengan buah dan daun dari pohon rambai juga menjadi salah satu makanan favoritnya. Adanya bekantan menjadi bioindikator kualitas hutan di Kalimantan. Jika kalian melihat status merah bekantan di IUCN tentunya kalian bisa menilai sendiri bagaimana kualitas hutan akhir-akhir ini.
        Berita terbaru yang dikutip dari VOAindonesia juga mengabarkan bahwa hutan ingin diperluas dengan perkebunan kelapa sawit meskipun dengan melakukan deforestasi. Untuk daerah yang dituju untuk memperluas lahan kelapa sawit belum dirinci secara spesifik daerah mana yang akan diperluas. Tentunya ini menimbulkan banyak reaksi dari berbagai pihak. Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia M. Iqbal Damanik menyatakan bahwa, "Statement ini berbahaya bahwa deforestasi katanya tidak bermasalah, deforestasi itu bermasalah karena apa? Karena emisi karbon sudah sangat tinggi, bencana sudah dimana-mana. Jadi, salah satu benteng terakhir untuk mengatasi krisis iklim adalah hutan Indonesia dan itu tidak hanya mengatasi iklim atau bencana di Indonesia tetapi itu secara global," ungkap Iqbal saat berbincang dengan VOA.
        Dikutip dari BBC Indonesia, yang diambil dari sebuah kajian koalisi masyarakat sipil menunjukkan bahwa lahan sawit sebaiknya dibatasi seluas dengan maksimal di angka 18,15 juta hektare demi meminimalisir dampak ekologisnya, sedangkan saat ini jumlah lahan sawit di Indoneisa sudah melampaui batas di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip daya dukung dan daya tampungnya. Di mana di beberapa daerah daya tampungnya melebihi daya dukungnya. Jika hal ini terus berlanjut tanpa dipikir dan dikaji ulang dampaknya maka akan terjadi kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas hidup, seperti polusi, kekurangan sumber daya, atau kemacetan.
        Pulau Sumatra dan Kalimantan menjadi pulau terkaya keanekaraman satwanya setelah Pulau Papua, bahkan Pulau Kalimantan disebut sebagai paru-paru dunia. Entah apa jadinya satwa yang hidup di sana, patutlah mereka sering menerabas untuk mencari lingkungan yang lebih baik selama ini benar pernyataan seorang ibu yang pernah aku lihat di media sosial, sepertinya beliau juga kepala konservasi alam ia berkata bahwa satwa itu selalu melalui rute yang sama, bertahun-tahun lamanya juga akan terus begitu artinya jangan menganggap bahwa satwa memasuki wilayah atau rumah kita, melainkan kita yang memasuki wilayah mereka.
       Aktivitas manusia telah mengganggu kestabilan sistem alam yang merusak sistem keanekaragaman hayati dan iklim, dikutip dari materi talkshow national geographic. Hilangnya keanekaragaman hayati dapat mengancam kesehatan manusia dan jasa ekosistem. Saat ini, sekitar 1 juta spesies puspa dan satwa menghadapi ancaman kepunahan (IPBES 2019).
      Jika pernyataan tersebut dicocokkan dengan peristiwa yang terjadi baru-baru ini sangat relevan dan nyata adanya. Dampak yang dirasakan tidak langsung melainkan secara perlahan dan tentunya yang paling terasa adalah generasi-generasi selanjutnya. Lantas upaya seperti apa yang mampu dilakukan oleh warga sipil seperti kita?
      Teruslah bersuara selagi bisa entah di blog, media sosial, dan lain-lain. Jika ada kesempatan ikutlah kegiatan mengabdi kepada lembaga pegiat konservasi lingkungan, selain mendapat ilmu juga mendapat pengalaman baru juga sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan kehidupan di masa depan. Meleklah terhadap isu-isu terbaru terhadap keberlanjutan hutan di Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dikutip dari materi talkshow National Geographic yang terdapat dalam UU No. 5/ 1990 yaitu segitiga konservasi di mana terdapat 3 pilar yang mendukung dan mengerucut pada satu hal yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, di mana didukung oleh 2 hal di bawahnya yaitu pemanfaatan secara lestari SDA hayati dan ekosistemnya di mana sistem penyangga kehidupan mencakup semua proses alamiah yang mendukung kehidupan di bumi, seperti siklus air, kesuburan tanah, iklim stabil, dan penyediaan udara bersih. Perlindungan sistem ini penting untuk memastikan keberlanjutan hidup manusia dan makhluk lainnya. Pengawetan ekosistem, jenis tumbuhan dan satwa serta keanekaragaman genetik, pilar ini fokus pada pelestarian keanekaragaman hayati, termasuk spesies hewan, tumbuhan, dan genetiknya. Pengawetan ini bertujuan menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kepunahan.
Tulisan ini ditujukan sebagai langkah saya untuk menunjukkan kepedulian dan keterbukaan pikiran terhadap isu terkini melalui Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia.
       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H