Oleh:
Umniyatus Sabila Rosyad
Prodi IQT STAI Al-Anwar
Negara demokrasi yang pada dasarnya merupakan ruang partisipasi dalam aspek  politik dan bersifat adil bagi seluruh masyarakat, seolah kelihangan hakikatnya karena muncul indikasi politik dinasti oleh Presiden ke-7 Republik  Indonesia, Joko Widodo. Sosok  yang pada awal kepemimpinannya digadang-gadang sebagai pribadi egaliter karena citranya yang sederhana dan selalu membumi bersama masyarakat, bagai kehilangan kharisma.
 Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, politik dinasti sendiri dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Sebagai contoh adalah seorang ayah yang mewariskan jabatan atau kekuasaan kepada anaknya.
Beredarnya isu tentang adanya indikasi politik dinasti di era kepemimpinan Presiden  Joko Widodo ini dimulai ketika menantunya, Bobby Nasution maju dalam Pilkada Medan tahun 2020 dan putra sulungnya, Gibran Rakabumingraka mencalonkan diri sebagai Walikota Solo.Â
Mengingat Jokowi yang pada saat itu masih menjabat sebagai presiden, pencalonan ini pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Sebagian mengemukakan bahwa hal ini tidaklah etis dalam ranah politik Indonesia. Gibran yang notabene merupakan seorang pengusaha, juga dipandang belum memiliki kapasitas berpolitik yang memadai.
Dalam perspektif lain menyatakan bahwa siapapun berhak ikut berpartisipasi dalam pilkada selama tidak menyalahi aturan yang berlaku. Gibran dikatakan memiliki peluang cukup besar untuk memenangkan pilkada, hal ini disebabkan oleh mayoritas partai di Solo merupakan pendukung Presiden Joko Widodo dan partai PDIP.Â
Hal ini terbukti ketika Gibran meraih kemenangan telak dengan perolehan suara 85,6% dari total 260,532 suara sah. Kemenangan Gibran dalam pilkada Solo ini semakin memperkuat isu mengenai indikasi politik dinasti pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Isu politik dinasti ini semakin memanas ketika Gibran, yang bahkan belum selesai satu periode menjabat sebagai walikota, terindikasi menjadi bakal cawapres 2024. Dalam hal ini diduga adanya upaya meloloskkan Gibran menjadi cawapres melalui manuver politik yang kemudian menghasilkan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpemilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres. Yang kelak pada kenyataannya, berhasil mengantarkan Gibran menjadi cawapres  dalam pemilu 2024 mendampingi Prabowo Subianto.