Mohon tunggu...
Nabila Sella
Nabila Sella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kajian Wanita UnBraw

Sangat senang mengupas topik mengenai kesetaraan gender dan perlindungan perempuan. Semoga saja bisa terus menulis dan berbagi pendapat serta membuka ruang diskusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebebasan Berekspresi vs Diskriminasi

17 Juni 2023   10:00 Diperbarui: 17 Juni 2023   10:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, film adaptasi dari animasi The Little Mermaid yang tayang di bioskop pada tanggal 24 Mei 2023 ini menghadirkan begitu banyak opini-opini menarik mengenai pemilihan pemain, perdebatan tentang animasi atau adaptasi, dan banyak lagi. 

Dilansir dari Variety Magazine tanggal 28 Mei 2023, secara keseluruhan penonton The Little Mermaid didominasi oleh perempuan di Amerika Serikat, dengan 68% total penjualan tiket bioskop di akhir pekan. Film The Little Mermaid bahkan berhasil mengalahkan film Fast X dan Guardian of the Galaxy Vol. 3 dalam jumlah kepeminatan penonton, dengan pendapatannya yang tembus Rp1,7 triliun di akhir pekan pertama tayang.

Walaupun berhasil menarik banyaknya penonton dan menjadi film yang berhasil menembus box office, adaptasi The Little Mermaid tetap tidak mampu menahan pendapat-pendapat yang mendiskriminasikan perempuan, terutama perempuan kulit berwarna (people of color (POC)). Kebanyakan komentar dan kritik yang disampaikan oleh penggemar film animasi ini ditujukan oleh aktris Halle Bailey yang menjadi sosok pemeran Ariel, tokoh utama dalam film tersebut. 

Negara-negara seperti Korea Selatan dan Cina mengekspresikan ketidaksetujuan mereka akan Ariel yang diperankan oleh Halle dengan tidak menonton The Little Mermaid, yang membuat film ini gagal di Cina dan Korea Selatan. Dilansir dari CXO Media, tanggal 10 Juni 2023, ketidakpuasan ini diekspresikan secara eksplisit dengan menaikkan hashtag #NotMyAriel di media sosial seperti Twitter.

Dalam hashtag #NotMyAriel, banyak yang menyuarakan bahwa Ariel dipikiran mereka adalah perempuan berkulit putih, sementara Ariel dalam adaptasi ini diperankan oleh perempuan berkulit hitam. Banyak yang menyatakan film ini merusak imajinasi mereka terhadap tokoh Ariel. Kasus ini cukup menarik karena atensi yang diterima The Little Mermaid, tidak diterima oleh film Spider-Man: Across the Spider-Verse yang tokoh utamanya diperankan oleh laki-laki berkulit hitam. Walaupun kedua film sama-sama diperankan oleh POC (people of color), ada perbedaan yang menarik dari penerimaan masyarakat terhadap dua film ini.

Salah satu reviewer terkenal di TikTok dengan inisial GF menyebutkan, di detik pertama videonya, bahwa film adaptasi ini sangat absurd dalam memasukkan isu inklusifitas ras, karena keluarga Ariel memiliki ras yang berbeda-beda satu sama lain. Ia seakan lupa bahwa The Little Mermaid adalah film anak-anak, dimana anak cenderung tidak mempedulikan ras-ras putri duyung yang tengah mereka tonton.

Selain membicarakan tentang ras, GF juga menyatakan bahwa film adaptasi The Little Mermaid sangat tidak realistis menggambarkan situasi Ariel. Ia menyebutkan adegan ketika Ariel terdampar di pantai dalam keadaan telanjang dan kebingungan untuk mencari pria yang ia sukai. GF menyatakan bahwa tidak realistis orang-orang sekitar membantu seorang perempuan, apalagi berkulit hitam, terdampar di pantai dalam keadaan telanjang. 

“Paling di-rape atau human trafficking kali ya” ucap kritikus tersebut di video TikTok-nya pada menit 05.45. Pernyataannya tersebut cukup memperlihatkan bahwa masih ada pemikiran patriarkis, dimana orang-orang mengambil keuntungan ketika melihat perempuan dalam keadaan lemah. Adegan masyarakat yang membantu Ariel terlihat aneh di sudut pandang GF, sampai ia merasa adegan tersebut 'tidak realistis'.  Pandangan rasis pun juga dapat terlihat dari GF dalam kata-kata “Apalagi Ariel disini nih kulit hitam ya”, sebelum mengutarakan opininya tentang pemerkosaan dan human trafficking.

Walau begitu, GF mengelak dan menyatakan yang ia katakan tidaklah rasis maupun patriarkis. Ia menyatakan dalam video klarifikasinya di TikTok pada menit 00.32, bahwa ia tidak mengatakan bahwa tokoh Ariel seharusnya diperkosa atau dijadikan korban human trafficking, tetapi adegan tersebut tidaklah realistis baginya. Dan di menit-menit pertama videonya, ia menyebutkan bahwa orang-orang yang mengkritik review-nya mengenai The Little Mermaid kurang literasi dan salah menanggapi pernyataannya.

Kritikan yang dikeluarkan oleh GF mengenai film The Little Mermaid yang menyatakan bahwa ia tidak secara spesifik mengeluarkan kalimat tokoh Ariel seharusnya diperkosa atau dijadikan korban human trafficking, ini menggambarkan bahwa masih ada pola pikir seksis disini. Perempuan seakan tidak memiliki hak otonomi terhadap tubuhnya sendiri, karena dipandang sebagai objek pemuas nafsu.

 Dalam laporan berjudul My Body My Own yang dilansirkan oleh PBB di Deutsche Welle tahun 2021, mencantumkan bahwa serangan-serangan yang kerap dialami perempuan adalah termasuk pemerkosaan. Natalia Kanem, direktur UNFPA (United Nations Population Fund), menyatakan bahwa pelarangan sosial seputar seks dikhususkan ke perempuan dan patriarki yang mengakar, membuat laki-laki kerap merasa memiliki kekuasaan terhadap tubuh perempuan. Ini juga yang mendorong terjadinya pandangan seksual terhadap tubuh perempuan.

Walau memang dalam negeri ini, kita punya hak bebas menyampaikan opini. Tetapi perlu diingat, jika opini tersebut sudah bersifat diskriminatif, maka hal tersebut sudah melanggar hak orang lain untuk dipandang setara. Seperti yang disebutkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 Ayat 3, menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Sehingga walaupun kita memiliki kebebasan dalam memberikan pendapat mengenai tokoh Ariel yang diperankan oleh perempuan berkulit warna (women of color), kita tidak boleh mendiskriminasikan mereka hanya karena memiliki warna kulit yang berbeda.

Alasan menuliskan kasus ini adalah untuk menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi, bahkan di generasi kini, terutama pada perempuan berkulit warna di dunia entertainment. Diskriminasi dibalut dengan mengeluarkan opini, sehingga kerap kali mereka merasa bahwa mereka hanya menyampaikan pendapat mereka. 

Dan memang, kita memiliki hak kebebasan mengeluarkan pendapat. Setiap individu berhak memiliki preferensi terhadap apa yang disukai dan tidak sukai. Tetapi di Indonesia sudah ada UU yang mengatur Hak Asasi Manusia, terutama tentang diskriminasi. Pendapat-pendapat yang sudah disebutkan, terutama yang dikeluarkan oleh GF di TikTok, terdengar diskriminatif karena mengucilkan dan memberikan batasan terhadap individu berdasarkan jenis kelamin dan rasnya.

Maka dari itu, penting untuk kita lebih berhati-hati dalam menggunakan kebebasan berpendapat, terutama ketika kita akan membagikan pendapat di publik seperti internet. Penuturan bahasa dan cara penyampaian tentu sangat perlu diperhatikan, agar pendapat kita tidak diskriminatif. Penyampaian pendapat yang bersifat tidak setuju pun perlu dijaga untuk tetap saling menghargai dan menghormati sesama. Seperti nasihat Nabi Muhammad SAW, “Hendaknya ia berkata baik atau diam”.

Referensi: 

Antara. (2023). The Little Mermaid Rajai Box Office, Tembus Rp 1,7 Triliun di Akhir Pekan Pertama. Tempo. https://seleb.tempo.co/read/1731276/the-little-mermaid-rajai-box-office-tembus-rp-17-triliun-di-akhir-pekan-pertama

Debruge, P. (2023). ‘The Little Mermaid’ Review: Halle Bailey and Melissa McCarthy Erase Any Doubts About This Remake’s See-Worthiness. Variety Magazine. https://variety.com/2023/film/reviews/the-little-mermaid-review-halle-bailey-melissa-mccarthy-1235620560/

Pamugari, D. (2023). The Little Mermaid Gagal di China dan Korea Selatan, Kenapa?. CXO Media. https://www.cxomedia.id/art-and-culture/20230609160909-24-178865/the-little-mermaid-gagal-di-china-dan-korea-selatan-kenapa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun