Seperti yang kita ketahui, film adaptasi dari animasi The Little Mermaid yang tayang di bioskop pada tanggal 24 Mei 2023 ini menghadirkan begitu banyak opini-opini menarik mengenai pemilihan pemain, perdebatan tentang animasi atau adaptasi, dan banyak lagi.
Dilansir dari Variety Magazine tanggal 28 Mei 2023, secara keseluruhan penonton The Little Mermaid didominasi oleh perempuan di Amerika Serikat, dengan 68% total penjualan tiket bioskop di akhir pekan. Film The Little Mermaid bahkan berhasil mengalahkan film Fast X dan Guardian of the Galaxy Vol. 3 dalam jumlah kepeminatan penonton, dengan pendapatannya yang tembus Rp1,7 triliun di akhir pekan pertama tayang.
Walaupun berhasil menarik banyaknya penonton dan menjadi film yang berhasil menembus box office, adaptasi The Little Mermaid tetap tidak mampu menahan pendapat-pendapat yang mendiskriminasikan perempuan, terutama perempuan kulit berwarna (people of color (POC)). Kebanyakan komentar dan kritik yang disampaikan oleh penggemar film animasi ini ditujukan oleh aktris Halle Bailey yang menjadi sosok pemeran Ariel, tokoh utama dalam film tersebut.
Negara-negara seperti Korea Selatan dan Cina mengekspresikan ketidaksetujuan mereka akan Ariel yang diperankan oleh Halle dengan tidak menonton The Little Mermaid, yang membuat film ini gagal di Cina dan Korea Selatan. Dilansir dari CXO Media, tanggal 10 Juni 2023, ketidakpuasan ini diekspresikan secara eksplisit dengan menaikkan hashtag #NotMyAriel di media sosial seperti Twitter.
Dalam hashtag #NotMyAriel, banyak yang menyuarakan bahwa Ariel dipikiran mereka adalah perempuan berkulit putih, sementara Ariel dalam adaptasi ini diperankan oleh perempuan berkulit hitam. Banyak yang menyatakan film ini merusak imajinasi mereka terhadap tokoh Ariel. Kasus ini cukup menarik karena atensi yang diterima The Little Mermaid, tidak diterima oleh film Spider-Man: Across the Spider-Verse yang tokoh utamanya diperankan oleh laki-laki berkulit hitam. Walaupun kedua film sama-sama diperankan oleh POC (people of color), ada perbedaan yang menarik dari penerimaan masyarakat terhadap dua film ini.
Salah satu reviewer terkenal di TikTok dengan inisial GF menyebutkan, di detik pertama videonya, bahwa film adaptasi ini sangat absurd dalam memasukkan isu inklusifitas ras, karena keluarga Ariel memiliki ras yang berbeda-beda satu sama lain. Ia seakan lupa bahwa The Little Mermaid adalah film anak-anak, dimana anak cenderung tidak mempedulikan ras-ras putri duyung yang tengah mereka tonton.
Selain membicarakan tentang ras, GF juga menyatakan bahwa film adaptasi The Little Mermaid sangat tidak realistis menggambarkan situasi Ariel. Ia menyebutkan adegan ketika Ariel terdampar di pantai dalam keadaan telanjang dan kebingungan untuk mencari pria yang ia sukai. GF menyatakan bahwa tidak realistis orang-orang sekitar membantu seorang perempuan, apalagi berkulit hitam, terdampar di pantai dalam keadaan telanjang.
“Paling di-rape atau human trafficking kali ya” ucap kritikus tersebut di video TikTok-nya pada menit 05.45. Pernyataannya tersebut cukup memperlihatkan bahwa masih ada pemikiran patriarkis, dimana orang-orang mengambil keuntungan ketika melihat perempuan dalam keadaan lemah. Adegan masyarakat yang membantu Ariel terlihat aneh di sudut pandang GF, sampai ia merasa adegan tersebut 'tidak realistis'. Pandangan rasis pun juga dapat terlihat dari GF dalam kata-kata “Apalagi Ariel disini nih kulit hitam ya”, sebelum mengutarakan opininya tentang pemerkosaan dan human trafficking.
Walau begitu, GF mengelak dan menyatakan yang ia katakan tidaklah rasis maupun patriarkis. Ia menyatakan dalam video klarifikasinya di TikTok pada menit 00.32, bahwa ia tidak mengatakan bahwa tokoh Ariel seharusnya diperkosa atau dijadikan korban human trafficking, tetapi adegan tersebut tidaklah realistis baginya. Dan di menit-menit pertama videonya, ia menyebutkan bahwa orang-orang yang mengkritik review-nya mengenai The Little Mermaid kurang literasi dan salah menanggapi pernyataannya.
Kritikan yang dikeluarkan oleh GF mengenai film The Little Mermaid yang menyatakan bahwa ia tidak secara spesifik mengeluarkan kalimat tokoh Ariel seharusnya diperkosa atau dijadikan korban human trafficking, ini menggambarkan bahwa masih ada pola pikir seksis disini. Perempuan seakan tidak memiliki hak otonomi terhadap tubuhnya sendiri, karena dipandang sebagai objek pemuas nafsu.
Dalam laporan berjudul My Body My Own yang dilansirkan oleh PBB di Deutsche Welle tahun 2021, mencantumkan bahwa serangan-serangan yang kerap dialami perempuan adalah termasuk pemerkosaan. Natalia Kanem, direktur UNFPA (United Nations Population Fund), menyatakan bahwa pelarangan sosial seputar seks dikhususkan ke perempuan dan patriarki yang mengakar, membuat laki-laki kerap merasa memiliki kekuasaan terhadap tubuh perempuan. Ini juga yang mendorong terjadinya pandangan seksual terhadap tubuh perempuan.