Seminggu sebelum diadakannya KTT G20 di India, China mengeluarkan peta standar 2023 yang memasukkan sejumlah wilayah sengketanya dengan negara lain. Akan tetapi, munculnya peta baru tersebut memicu adanya beberapa negara yang protes. Didalam peta baru yang telah dirilis oleh Kementerian Sumber Daya Alam China pada Senin 28 Agustus 2023, pada peta ini wilayah China digambarkan lebih luar dibandingkan dengan sebelumnya.
Adapula Sembilan garis putus -- putus yang kini menjadi sepuluh garis putus -- putus akan tetapi dengan mengambil wilayah  Kepulauan Paracel yang juga diklaim oleh Vietnam dan Taiwan, hingga Kepulauan Spratly. Dan garis tersebut pun tetap melewati wilayah Natuna Utara. Di ujung garis batas Natuna yang diklaim oleh oleh China membuat para nelayan Indonesia mulai merasa khawatir apabila daerah tangkapannya semakin menipis.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa posisi Indonesia konsisten berpegangan pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982, dalam merespon peta baru China. UNCLOS 1982 ini merupakan suatu kesepakatan batas -- batas wilayah kelautan yang telah disetujui oleh lebih dari 100 negara termasuk Indonesia.
Kemunculan peta baru China telah memberikan pandangan kontra bagi sejumlah negara, serta membuat negara -- negara tersebut memanas. Berikut beberapa yang memanas akibat manuver Beijing tersebut :
- India
India memberikan reaksi atas hal ini karena negara bagian Arunachal Pradesh dan dataran tinggi Aksai Chin dimasukan sebagai wilayah resmi Beijing.
Juru Bicara Luar Negeri, Arindam Bagchi mengatakan bahwa "Kami telah mengajukan protes keras melalui saluran diplomatik dengan pihak China mengenai apa yang disebut 'peta standar' China 2023 yang mengklaim wilayah India. Kami menolak klaim tersebut karena tidak memiliki dasar. Langkah China seperti itu hanya akan mempersulit penyelesaian masalah perbatasan".
- Malaysia
Malaysia pun melakukan hal yang sama terkait Laut China Selatan (LCS). Kuala Lumpur menolak mentah -- mentah peta baru China tersebut yang mengkalim wilayah perairan lepas pantai Malaysia di LCS merupakan bagian wilayah Beijing.
Menteri Luar Negeri, Zambry Abdul Kadir mengatakan bahwa, " Malaysia tidak mengakui claim China di LCS yang mencakup wilayah maritim Malaysia. Masalah LCS merupakan masalah yang kompleks dan sensitive, perselisihan tersebut harus ditangani secara mulus dan rasional melalui dialog berdasarkan hukum internasional dan mendukung pembuatan kode etik di bidang kelautan".
- Filipina
Filipina menanggapi bahwa upaya terbaru Beijing untuk melitigimasi klaimnya atas zona maritime negara tersebut dijalur air yang disengketakan tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional, yakni Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.
"Putusan Arbitrase tahun 2016 membatalkan Sembilan garis putus -- putus. Pernyataan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa 'wilayah maritim di LCS yang termasuk dalam bagian yang relevan dari Sembilan garis putus -- putus bertentangan dengan Konvensi dan tidak memiliki dampat hukum sepanjang wilayah tersebut melampaui batas geografis dan substantif hak maritim China berdasarkan Konvensi. Oleh karena, Filipina menyerukan China untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya berdasarkan UNCLOS dan Keputusan Arbitrase tahun 2016 yang bersifat final dan mengikat," Departemen Luar Negeri Filipina.
- Vietnam
Vietnam menentang dimasukannya Kepulauan Paracel dan Spratly di Laut China Selatan sebagai bagian dari wilayah Tiongkok dalam peta baru. Mereka menuduh Tiongkok melanggar kedaulatan, hak kedaulatan dan hak yurisdiksi atas wilayah maritime sebagaimana ditentukan oleh UNCLOS 1982.
- Taiwan