Mohon tunggu...
Nabila Rusadi
Nabila Rusadi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi

Mahasiswi STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh (Aceh Barat) Pelatih renang akuatik lisensi D

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pulang Kampung Modal Nekat

14 Desember 2024   11:16 Diperbarui: 14 Desember 2024   11:24 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Perasaan saya mulai tidak enak saat kacamata tak kunjung ketemu. Akan tetapi, semangat saya tidak kurang sedikitpun, yang saya tidak sangka Aceh Besar itu sangatlah besar. Saya selalu bilang ke kakak saya kita sudah sampai mana. Lagi dan lagi ia jawab Aceh Besar. Tidak salah mereka memberi nama jalan. Jujur saya sangat menikmati pemandangan yang Tuhan berikan. Bukit Barisan di sepanjang perjalanan dan semakin terlihat jelas saat jam menunjukkan pukul delapan pagi. Ternyata sunyi juga jalan lintas Aceh-Medan hanya beberapa kendaraan, mungkin karena semua orang sibuk siap-siap untuk sholat idul fitri.

  Tibalah di perjalanan yang berliku-liku yaitu di Sigli. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi, perasaan saya tidak karuan saat motor ini di gas tetapi tak kunjung laju, terasa sangat berat. Panik bercampur takut, tidak ada orang, rumah warga banyak berjarak yang cukup jauh, dan pengendara lainnya juga tidak ada. Kami pun hanya bisa berdoa di sepanjang perjalanan. Tidak tau apa masalahnya, saya memutuskan untuk singgah di warung yang untungnya buka dan ada jual minyak eceran. Niat hati isi minyak motor di SPBU karena minyaknya masih banyak tapi kami tetap isi minyak dan berhenti sejenak. Pemilik warungnya adalah seorang nenek yang menyarankan untuk kami istirahat sebentar. Sekitar 20 menit kami melanjutkan perjalanan, Allamdulillah motornya kembali normal.  Ini perjalanannya bener-bener hanya satu atau dua pengendarayang lewat melintasi kami, sehingga saya melajukan motor sampai 90 km/jam.

   Perut sudah keroncongan, belum ada warung yang buka. Minyak motor juga tinggal dua titik, SPBU belum buka juga padahal sudah jam 10 pagi. Bersabar sedikit lagi akhirnya ada pom bensin yang buka tapi tidak ada warung nasi yang buka, apa karena hari raya ya jadi semua orang kumpul dengan keluarganya. Lagian siapa juga yang mau jualan saat hari raya pertama. Kami hanya mengandalkan roti dan air mineral. Pukul satu siang kami berhenti di masjid sekalian sholat dan istirahat. Kasihan juga itu motor kalau tidak istirahat. Sekitar satu jam kami istirahat dan kembali melanjutkan perjalanan. Mata melihat kanan dan kiri, berdoa akan ada warung nasi yang buka, dan bener saja ada dong sate matang yang buka tetapi setelah perjalanan yang sangat panjang. Kami makan di daerah Bireuen pukul dua siang, makanan ini sangat lezat entah itu karena lapar atau mamang enak. Saya melihat anak-anak yang banyak mendapatkan THR membuat saya segera ingin sampai ke Medan. Tak butuh waktu banyak untuk istirahat lagi, masih panjang perjalanan ini.

  Saya sangat menantikan Kota Lhokseumawe sebab dulu saya diterima di Unimal (Universitas Malikul Saleh) tapi takdir berkata lain. Sampai saat ini pun saya belum diizinkan Allah ke sana. Entah angin darimana kakak saya salah membaca maps. Tidak salah yang bagaimana sih, hanya saja kami lewat jalan belakang bukan jalan Kota Lhokseumawenya. Mungkin ini lokasi yang diberitakan kebakaran sebab ada sisa-sisa bekas hutan kebakaran, hawa panas masih terasa di perjalan kami. Sekali lagi kami lewat jalan yang sepi gegara maps. Akan tetapi tembusan jalan ini adalah dekat dengan IAIN Lhokseumawe, jadilah tidak lihat yang sana tapi lihat kampus yang ini. Cantik kampusnya.

    Mata saya mulai semakin rabun karena jalanan yang berganti menjadi malam. Tidak terasa kami sudah sampai di Stabat. Kami berhenti isi minyak dan makan bakso. Rasanya badan saya sangat Lelah dan ingin istirahat, kakak saya memesankan penginapan daerah dekat sini dengan metode bayar di Alfamart yang kebetulan dekat kami makan. Setelah itu kami melanjutkan perjalan untuk ke penginapan, kejadian yang sama terulang. Mapsnya nunjukan jalanan pintas. Suasannya sangat gelap dan menyeramkan, banyak pohon tinggi dan besar di pinggir jalan. Bulu kuduk saya berdiri. Aaaaaa Allahhu akbar, kakak saya teriak saat saya mau menabrak seseorang di depan motor, namun saya berhasil mengelak sebab suara terikan kakak saya. Akan tetapi, yang saya lihat itu adalah orang tanpa kepala. Saya lihat jelas sebelum kejadikan itu, hanya mundur satu langkah kakinya saat saya mau mendekat dengan sosok itu, celana warna coklat susu dan baju merah namun saya tidak bisa melihat kepalanya dengan lampu motor saya. Pengendara di belakang kami keheranan sampai mensejajarkan kecepatannya dengan kami. Menoleh ke arah kami dengan tatapan penuh tanda tanya, kenapa kami membelok tiba-tiba padahal tidak ada apa-apa di depan kami, kejadian ini tepat di jalan Megawati, Stabat yang dirumorkan masyarakat sekitar sering terjadinya kecelakaan tunggal.

  Sampai di penginapan pukul 12 malam, saat kami melakukan chek in kata petugasnya mereka tidak bekerja sama dengan aplikasi booking hotel manapun dan masalahnya tidak sampai disitu saja, mereka mengatakan bahwa penginapannya sudah penuh. Sungguh menyedihkan, tidak ada tenaga untuk berdebat dan memilih untuk melanjutkan perjalanan.

  Berharap ada masjid yang ramai oleh para pemudik seperti kami disana, namun tidak ada satupun orang di setiap masjid yang kami lewati. Hari semakin gelap, udara tengah malam menjadi ciri khas tersendiri. Separuh raga yang kian mengantuk dipaksa harus tetap fokus.

  Kami sampai di Binjai, sekiar empat jam lagi ke kampung halaman. Akan tetapi, bahaya kalau kami tetap melanjutkan perjalanan karena rawannya Kota Medan dengan begalnya. Apalagi kami perempuan berdua. Untungnya Kota Binjai ramai orang yang masih berkeliaran. Jangan senang dulu, rata-rata mereka adalah laki-laki. Ini membuat saya ingin menangis, tidak ada saudara daerah sini. Semua saudara yang ada di Kota Medan juga tidak ada di kota pada saat itu. Penyelamat kami hanya Indomaret 24 jam. Pegawainya sangat peduli kepada kami, mereka bilang akan menjaga motor kami saat kami istirahat. Untungnya di dalam Indomaret ini ada meja dan kursi sehingga kami dengan mudah untuk istirahat.

  Saya sesekali terjaga melihat motor saya dari kaca Indomaret, banyak preman yang berkeliaran di depan sana, mereka menghisap sesuatu yang saya tidak tampak dengan jelas. Kakak saya menyuruh saya agar segera tidur kerena sudah pukul tiga dini hari. Dia berjaga semalaman untuk saya. Pukul tujuh pagi kami melanjutkan perjalanan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada abang-abang Indomaret yang telah menjaga kami dan kamipun sampai ke kampung halaman dengan selamat.

Jangan coba-coba untuk melakukan hal seperti kami ini. Cukup ini menjadi pengalaman kami dan pembelajaran ke depannya. Pulkam modal nekat yang berujung selamat. Alhamdulillah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun