ALL EYES ON RAFAH
 Rafah, sebagai kota paling selatan di Gaza, berbatasan langsung dengan Mesir dan Israel. Kota ini terletak tepat di perbatasan antara Gaza dan Mesir, dengan populasi saat ini diperkirakan mencapai 1,5 juta orang Palestina, lima kali lipat lebih banyak daripada sebelum Gaza diserang oleh Israel. Luas wilayah Rafah mencapai sekitar 60 kilometer persegi, sebanding dengan Manhattan di New York atau Banda Aceh di Indonesia.Â
Satu-satunya titik penyeberangan resmi antara Jalur Gaza dan Mesir terletak di Rafah. Selama bertahun-tahun, Rafah berperan sebagai titik penting dalam distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sebelum konflik, ratusan truk melewati perlintasan ini setiap hari. Dulu, terdapat puluhan terowongan yang digunakan untuk menyelundupkan barang-barang di bawah perbatasan, menghindari blokade Israel-Mesir yang membatasi aliran barang ke Gaza. Rafah menjadi pusat perdagangan dan aktivitas ekonomi yang signifikan.
Israel melakukan serangannya terhadap Rafah, yang merupakan tempat perlindungan terakhir bagi sekitar 1,5 juta warga Gaza. Operasi militer Israel baru-baru ini di Rafah, yang terletak di bagian selatan Jalur Gaza, telah menimbulkan perhatian dan keprihatinan internasional yang besar.Â
Operasi ini dimulai pada awal Mei 2024 dan merupakan bagian dari strategi lebih luas Israel untuk menghancurkan kemampuan militer Hamas serta mengamankan perbatasan selatannya dengan Mesir. Israel melihat Rafah bukan hanya sebagai pos militer tetapi juga sebagai titik strategis untuk mengontrol bantuan kemanusiaan, lalu lintas komersial, dan rute evakuasi sipil.Â
Pengendalian strategis ini dianggap penting untuk mengurangi krisis kemanusiaan dan mempengaruhi dinamika politik di wilayah tersebut. Operasi militer yang terus berlangsung telah menyebabkan korban jiwa dan pengungsian massal.Â
Laporan menunjukkan bahwa puluhan ribu warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka di Rafah dan mencari perlindungan di daerah-daerah terdekat seperti Al Mawasi, Nuseirat, Deir El Balah, Maghazi, dan Az Zawayda.Â
Namun, organisasi kemanusiaan seperti UNWRA memperkirakan bahwa lebih dari 1,4 juta orang tetap tinggal di Rafah, di mana separuh dari mereka adalah anak-anak, menghadapi kondisi yang sangat sulit di tengah konflik ini. Kritik dan kecaman terhadap tindakan Israel meningkat, dengan menyuarakan keprihatinan atas korban sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di Gaza.
Penutupan Rafah dan pembatasan di perlintasan batas Kerem Shalom, titik utama masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, semakin memperparah penderitaan sipil dengan membatasi akses terhadap pasokan penting seperti makanan, air, dan bantuan medis.Â
Komunitas internasional telah menyerukan penghentian segera atas pertempuran ini dan meningkatkan upaya untuk mencapai gencatan senjata. Namun, operasi militer Israel terus berlanjut, memicu protes dan upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan serta melindungi nyawa sipil.
Situasi di Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza, semakin memburuk akibat serangan berkelanjutan yang dilancarkan oleh Israel sejak awal Mei 2024. Otoritas kesehatan Gaza mencatat bahwa serangan terbaru pada akhir Mei menyebabkan kematian 45 orang, termasuk wanita, anak-anak, dan lanjut usia di sebuah kamp pengungsi.Â