Mohon tunggu...
Nabila rahma
Nabila rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif STEI SEBI

sharia economic law

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meminimalkan Risiko dalam Pengelolaan Dana Investasi/ Dana Haji dalam Perbankan Syariah

2 Agustus 2024   00:05 Diperbarui: 2 Agustus 2024   00:10 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meminimalkan risiko dalam pengelolaan dana investasi/ dana haji dalam perbankan syariah

M Fakhri Arrijal Kasim, STEI SEBI, fakhriarrijal@gmail.com

 

Abstrak

Penelitian ini adalah ketidakpastiaan seputar waktu dan jumlah keuntungan yang diterima investor.oleh karena itu perbankan syariah sebagai salah satu pengelola dana haji harus meminimalkan risiko dengan menerapkan manajemen risiko investasi yang tepat. penelitian ini mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan dalam investasi sukuk menggunakan dana haji dalam sudut pandang islam, dijelaskan melalui data dan informasi dari buku,majalah,artikel,bertia dan laporan terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung bank syariah dalam mengelola dana haji yang diinvestasikan pada sukuk adalah risiko likuiditas,risiko gagal bayar, dan risiko ketidakpatuhan syariah. Upaya bank syariah sebagai bentuk dalam pengelolaan risiko likuiditas pada investasi (termasuk dana haji) terdiri dari perhitungan proyeksi rencana anggaran dana haji. Sedangkan untuk mengelola risiko gagal bayar, bank syariah menyediakan dana untuk mempersiapkan kerugian investasi.

Abstrac

This research is about uncertainty surrounding the timing and amount of profits received by investors. Therefore, Islamic banking as one of the Hajj fund managers must minimize risk by implementing appropriate investment risk management. This research tries to provide answers to questions about investing in sukuk using Hajj funds from an Islamic perspective, explained through data and information from books, magazines, articles, articles and related reports. The results of this research show that the risks borne by Islamic banks in managing Hajj funds invested in sukuk are liquidity risk, risk of default and risk of non-compliance with sharia. Sharia banks' efforts as a form of managing liquidity risk in investments (including Hajj funds) consist of calculating projected budget plans for Hajj funds. Meanwhile, to manage the risk of default, Islamic banks provide funds to prepare for investment losses.

PENDAHULUAN

                Indonesia merupakan salah satu negara yang masyarakat nya merupakan mayoritas beragama islam. Dan antusiasme masyarakat indonesia (beragama islam) dalam menjalakan ibadah haji pun sangat tinggi, dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Kemenag RI selaku Penyelenggara haji di Indonesia mencatat sebanyak 5.283.777 yang masuk dalam waiting list di periode dibulan maret 2023, sedangkan untuk kuota haji yang disediakan  oleh Kemenag RI hanya 190.897 orang. Alokasi dana haji yang dikelola oleh Perbankan Syariah dalam rangka pengembangan dana haji diantaranya dialokasikan untuk Investasi Sukuk Negara (SBSN/SDHI-PBS), Sukuk Korporasi, dan Pembiayaan Syariah melalui BISA/UUS, dan APIF-IsDB sebesar 70%. Sementara itu, 30% dana haji yang dikelola oleh Bank Syariah ditempatkan dalam bentuk Giro, Tabungan, dan Deposito (Beny Witjaksono, 2020). Pengelolaan dana haji yang dilakukan oleh Bank Syariah baik yang di investasikan dalam Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, dan Pembiayaan Syariah maupun yang ditempatkan dalam bentuk Giro, Tabungan, dan Deposito wajib memegang prinsip syariah dan juga harus minim risiko. Dalam dunia investasi, segala bentuk investasi sudah pasti terdapat risiko seperti halnya tidakpastian hasil yang diperoleh (Thesa Elisabet & Iwan Setya Putra, 2022). Risiko yang timbul dalam melakukan investasi disebabkan adanya ketidakpastian waktu dan besarnya return yang akan diterima oleh investor (Ainun Mardhiyah, 2017). Jenis risiko yang sering terjadi yaitu risiko likuiditas, risiko gagal bayar, dan risiko kepatuahan syariah pada dana yang ditempatkan di Bank Syariah. Sehingga Perbankan Syariah sebagai salah satu pengelola dana haji harus meminimalisir risiko dengan membuat manajemen risiko investasi yang tepat supaya Perbankan Syariah dapat menjalankan perannya sebagai lembaga keuangan syariah yang mengelola investasi dana haji sebagaimana semestinya sesuai amanah undang-undang yang diberlakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Indra Syafii & Saparuddin Siregar, 2020).

METODE PENELITIAN

                Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian pada saat ini yaitu metode kualitatif, metode yang bersifat umum,berubah,dan berkembang sesuai dengan perkembangan dilapangan. Penelitian kualitatif bersifat global, tidak detail, tidak pasti dan sangat fleksibel sehingga sifatnya sangat terbuka (Sugiyono, 2019). Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian studi kepustakaan dan jenis penelitian kepustakaan (library research). Metode penelitian deskriptif adalah metode atau alat yang digunakan peneliti untuk menjawab serangkaian pertanyaan penelitian dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai topik Manajemen Risiko Investasi Sukuk dengan Pengelolaan Dana Haji (Dwi Astuti Wahyu Nurhayati, 2020). Selanjutnya, teknik penelitian studi kepustakaan digunakan dengan cara meneliti dan memahami buku, dokumen atau sumber tertulis lainnya yang relevan dengan topik Manajemen Risiko Investasi Dana Haji Pada Perbankan Syariah.

PEMBAHASAN

                Islam menolak adanya jaminan dalam perdagangan, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa dalam perdagangan harus ada prinsip "alkharaj bil-Dhaman," yang berarti bahwa keuntungan harus seiring dengan adanya risiko atau biaya (Rachmad Risqy & Umi Aslimah, 2021). Prinsip hak atas pendapatan dalam syariah didasarkan pada tanggung jawab untuk menanggung kerugian. Tidak diperbolehkan bagi individu atau lembaga untuk meraih keuntungan tanpa menanggung tanggung jawab. Risiko menjadi elemen penting dalam menghasilkan keuntungan karena risiko tersebut membentuk dasar bagi pembagian laba antara perusahaan dan investor (Sri Rahmany, 2017). Untuk menghindari atau mengurangi risiko, Islam secara khusus memperbolehkan tindakan pencegahan yang bijaksana melalui manajemen risiko. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tidak ada kesamaan dengan keuangan konvensional yang sering mendasarkan sistemnya pada hutang saat menghadapi risiko. Manajemen risiko juga diperlukan dalam instrumen keuangan syariah, termasuk Sukuk (Asy'ari Suparmin, 2018). Sukuk memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan obligasi konvensional. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sukuk juga dapat menghadapi berbagai jenis risiko yang tidak ada pada obligasi konvensional (Faridatuz Zakiyah, 2017). Sukuk dan industri keuangan syariah pada umumnya menghadapi beberapa risiko unik. Beberapa diantara nya seperti:

  • Risiko likuiditas lembaga keuangan Islam tidak memberikan jaminan pengembalian atas simpanan atau investasi dari para investor. Akibatnya, investor dapat memindahkan dana mereka ke lembaga keuangan lain jika pengembaliannya tidak memenuhi harapan mereka (Dewi Oktayani, 2017). Nasabah atau investor juga dapat dengan cepat menarik dananya. Untuk meminimalkan risiko ini, dapat dilakukan metode kemitraan di mana pemodal menyediakan modal ekuitas dan saham, berbagi risiko dan imbalan usaha (Rijal Allamah Harahap & Saparuddin Siregar, 2022). Selain itu, struktur modal pada perusahaan Islam dapat berfungsi sebagai manajemen risiko, karena kemitraan dalam perusahaan Islam mendorong para mitra untuk melakukan upaya yang diperlukan dalam mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko.

  • Risiko gagal bayar terjadi ketika peminjam tidak dapat melunasi pinjaman pada saat jatuh tempo. Default sukuk juga terjadi jika peminjam gagal membayar bunga. Kondisi ini akan mempengaruhi tingkat suku bunga yang dikenakan pada instrumen utang; semakin besar risiko default, semakin tinggi suku bunga yang dibebankan oleh pemberi pinjaman (Dini Wulandari dan Mangasa Augustinus Sipahutar, 2021). Peningkatan risiko dalam arus kas operasi peminjam juga meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal bayar (Utami dan Uluan Silaen, 2018). Gagal bayar pada sukuk terjadi ketika ada pelanggaran terhadap kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian awal antara penerbit sukuk dan pemegangnya. Meskipun demikian, sukuk dianggap lebih aman dibandingkan obligasi konvensional karena sukuk didukung oleh aset yang dapat menjamin pengembalian, sedangkan obligasi konvensional bergantung pada bunga dan tidak didukung oleh aset.

  • Risiko ketidakpatuhan syariah adalah risiko yang muncul ketika instrumen keuangan syariah atau suatu kontrak gagal mematuhi aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan oleh dewan pengawas syariah (Fita Ishfah A'ini, 2016). Risiko ini pada sukuk diartikan sebagai risiko penurunan nilai aset, karena ketidakpatuhan terhadap syariah dapat memengaruhi reputasi sukuk serta mengurangi kepercayaan investor terhadapnya (Sri Nurul Komariyah, 2016). Oleh karena itu, penerbitan sukuk harus disusun dengan melibatkan Dewan Pengawas Syariah untuk mengidentifikasi risiko kepatuhan yang mungkin terjadi. Selain itu, penting untuk melibatkan penasihat internal dan eksternal selama proses pengembangan produk sukuk. Meskipun fatwa yang menyatakan suatu sukuk halal atau tidak telah dikeluarkan, perbedaan pendapat tetap bisa terjadi, dan pihak-pihak terkait perlu mempertimbangkan berbagai pandangan yang ada (Dede, 2019).

Penempatan dana haji dalam investasi sukuk memungkinkan Bank Syariah untuk menentukan sendiri tenor atau jangka waktu investasi sukuk tersebut, karena bersifat private placement. Ini memberikan peluang untuk pengembangan dana haji melalui instrumen sukuk negara, karena investasi sukuk menguntungkan dalam mengelola likuiditas sesuai dengan rencana penggunaan dana haji. Namun, sukuk dana haji bersifat nontradable, artinya tidak bisa ditarik kapan saja, yang merupakan kelemahan dalam investasi ini. Untuk mengatasi masalah nontradability, Bank Syariah juga mengalokasikan dana haji ke SBSN seri lain, seperti sukuk seri PBS atau Project Based Sukuk, yang dapat diperdagangkan (tradeable). Dengan demikian, Bank Syariah dapat dengan mudah menarik dana tersebut di pasar sekunder, yang juga berfungsi sebagai cadangan kerugian dengan struktur yang lebih fleksibel. 

Selain sukuk dana haji, Bank Syariah juga berinvestasi pada SBSN yang tradable, memungkinkan pengelolaan likuiditas yang lebih mudah. Likuiditas yang ada terkait dengan minat dan kebutuhan umat Muslim untuk beribadah haji setiap tahun yang terus meningkat. Dengan waktu tunggu yang mencapai lebih dari 33 tahun, Bank Syariah memiliki waktu untuk mengelola dana haji guna menghindari risiko inflasi. Kebutuhan likuiditas BPIH setiap tahun, karena pengeluaran untuk keperluan calon jamaah haji, menjadikan SBSN sebagai alternatif investasi utama dengan imbal hasil dan risiko yang terkendali (Indin Rarasati, 2022). Penerbitan Sukuk Dana Haji dengan jangka waktu tetap setiap tahunnya memudahkan Bank Syariah dalam memperoleh likuiditas untuk memenuhi kewajiban kepada calon jamaah haji yang berangkat setiap tahun. Tingkat likuiditas pasar diukur berdasarkan perbedaan harga (spread) antara harga penawaran (bid) dan harga permintaan (ask).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun