Mohon tunggu...
Nabila Nosa Amelia Putri
Nabila Nosa Amelia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

Halo, perkenalkan nama saya Nabila Nosa Amelia Putri. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang program studi Bimbingan dan Konseling. Prospek karier di masa depan saya yang memiliki kemungkinan paling besar adalah menjadi seorang konselor profesional.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Faktor Kognitif Yang Memengaruhi Rendahnya Minat Siswa Terhadap Konseling Individual Di SMA

3 Januari 2025   02:11 Diperbarui: 3 Januari 2025   02:10 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rendahnya minat siswa dalam melakukan sesi konseling dengan guru BK ternyata dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Hal ini dipicu karena adanya rasa tidak percaya siswa, yang mana mereka beranggapan jika guru BK bukanlah orang yang bisa dipercaya sebagai tempat bercerita dan membagikan masalah mereka. Tujuan dari diadakannya artikel ini adalah untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif analisis deskriptif dengan pengumpulan data studi literatur, diperoleh hasil jika permasalahan ini dapat diatasi dengan cara menerapkan bimbingan klasikal dan menerapkan konseling teknik Cognitive Behavior Therapy (CBT).

           

Kata Kunci : Konseling, Individu, Siswa, CBT, Guru BK

 

PENDAHULUAN

            Sekolah menengah atas merupakan masa dimana siswa mulai berkembang dan sadar akan kesehatan mentalnya. Usia remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang mencakup perubahan kognitif dan sosial siswa. Masa remaja dapat terbilang masih cukup labil dalam menentukan hal yang negatif dan positif. Kehadiran dari layanan konseling individu bagi siswa oleh guru BK merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menangani setiap permasalahan yang siswa miliki. Menurut pengertian dari (Drever, 2004) dalam jurnal penelitian (Nasution, 2023), kognitif merupakan istilah umum yang mencakup segala hal dalam proses pembelajaran dan adaptasi pada anak di dalam lingkungannya. Proses pembelajaran yang dilalui oleh seorang anak meliputi proses pemahaman, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, penalaran dalam menyelesaikan dan menghadapi masalah, tidak hanya menyangkut seberapa tinggi tingkat intelegensi anak tersebut, tetapi kognitif dari seorang siswa dapat dilihat melalui seberapa bisa ia dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

            Data menunjukkan jika hasil survei terbaru dari I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) tahun 2022 menemukan, sekitar 1 dari 20 atau 5,5 persen remaja usia 10-17 tahun didiagnosis memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir, Hal ini disebabkan karena kurangnya penanganan layangan mengenai kesehatan mental yang seharusnya didapatkan oleh siswa. Masalahnya, pada saat ini banyak sekali terjadi fenomena siswa yang takut untuk melakukan sesi konseling bersama guru atau konselornya karena kurangnya rasa kepercayaan mereka terhadap konselor sekolah, karena adanya persepsi yang negatif kepada konselor sekolah. Aaron T. Beck mendefinisikan Cognitive Behavior Therapy sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan klien pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang, konseling ini dapat diterapkan kepada siswa, dengan cara melakukan pendekatan secara perlahan terlebih dahulu kepada mereka dan membangun kepercayaan mereka sebelum memutuskan untuk melakukan sesi konseling.

            Pada penelitian yang dilakukan oleh (Yulisman, 2022) menyebutkan jika guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan dan kendala yang siswa miliki serta mengembangkan potensi diri. Seperti yang disebutkan dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014:3 jika, bimbingan dan konseling adalah sebagai bagian integral dari pendidikan adalah upaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal. Hal ini dapat dilaksanakan dengan diadakannya layanan konseling individual. Pentingnya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi siswa tidak mau untuk melaksanakan konseling dan mengetahui solusinya, sedangkan perbedaan yang ada terhadap penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah, pada penelitian terdahulu masih belum ada solusi yang begitu efektif untuk diterapkan dan hanya ada hasil analisis permasalahannya saja tanpa solusi.    

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan memahami faktor-faktor kognitif yang menjadi penyebab rendahnya minat siswa terhadap konseling individual di SMA. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi stigma yang mungkin terkait dengan pencarian bantuan psikologis dan untuk menyediakan rekomendasi yang konkret dan praktis untuk meningkatkan minat siswa serta memperkuat pemahaman tentang pentingnya konseling individual di lingkungan sekolah menengah atas.

            Berdasarkan pemaparan contoh penelitian di atas dapat disimpulkan jika awal dari munculnya masalah atau gejala kesehatan mental remaja, terutama siswa SMA adalah adanya ketidakpercayaan dan pemikiran negatif terhadap konselor yang ada di sekolahnya, yang mana dengan diadakannya artikel ini, diharapkan dapat menemukan solusi atau menuntaskan tujuan dalam mengatasi permasalahan kognitif siswa tentang rendahnya minat mereka terhadap konseling individual di SMA.

 

METODE

            Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif, yang mana pengertian dari pendekatan ini bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai situasi dan kejadian yang ada. Menurut Sugiyono (2022), metode penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Rumusan masalah yang ada dapat memandu jalannya penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur.

            Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan cara mengkaji studi literatur yang telah ada dan menemukan hasil dari pembahasan penelitian yang sedang dipermasalahkan, yaitu mengenai siswa yang memiliki rasa ketidakpercayaan terhadap konselor yang ada di sekolahnya. Analisis data dapat digunakan dengan tahapan: (1) pemilihan sumber, (2) pengumpulan data, (3) klasifikasi, (4) analisis, (5) interpretasi, dan (6) penyajian (Zed. M, 2008).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

            Dalam sebuah jurnal penelitian (Zuli dkk. 2015) dikatakan bahwa dari 103 subjek dalam penelitian, terdapat 1 siswa memiliki minat konseling yang sangat tinggi, 23 siswa tinggi, 69 siswa rendah, dan 10 siswa sangat rendah. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa masih banyak siswa yang memiliki minat rendah terhadap konseling. Melalui wawancara, diketahui bahwa salah satu penyebab rendahnya minat konseling siswa adalah tidak percayanya siswa dengan guru bimbingan dan konseling mereka. Siswa merasa takut jika ceritanya akan dibicarakan kepada orang lain dan takut untuk datang ke ruang bimbingan konseling juga merupakan alasan lainnya. Selain itu, sifat dan sikap guru bimbingan dan konseling menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kedekatan siswa dan minat mereka untuk melakukan konseling. Di atas semuanya, persepsi yang sudah melekat dalam pikiran siswa menjadi faktor utama yang menghalangi minat siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling.

            Data di atas dapat menunjukkan jika kepercayaan siswa pada guru BK masih terbilang cukup rendah. Hal ini dapat dikaitkan dengan siswa berupa anak remaja yang saat ini sedang duduk di bangku SMA, yang mana pada saat ini usia mereka masih berkisar di antara 15-18 tahun. Para remaja tersebut memang berada di dalam usia yang rentan banyak berpikir, baik itu terhadap pencarian jati dirinya, masa depan yang akan datang, perguruan tinggi, masalah keluarga, dan lain-lain. Mereka cenderung menyimpan permasalahan yang mereka miliki sendiri sehingga mereka tidak memiliki tempat untuk bercerita terhadap orang lain.

            Hal ini dapat menghasilkan sebuah fakta baru yang dimana faktor penyebab dari anak-anak remaja terutama siswa SMA tersebut merasa enggan untuk membagikan cerita maupun masalah mereka terhadap orang lain adalah karena mereka memiliki kepercayaan yang cenderung rendah kepada orang lain. Banyak dari mereka yang merasa takut untuk bercerita, terutama kepada guru BK atau konselor sekolah mereka. Hal ini juga disebabkan karena banyaknya rumor yang beredar jika guru BK atau seorang konselor sekolah tidak bisa menjaga rahasia mereka dengan baik, sehingga mereka memiliki persepsi jika guru BK bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan sebagai teman curhat.

 

Pembahasan

Pendekatan Guru BK untuk Membangun Kepercayaan Siswa

            Pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru BK adalah dengan melakukan layanan bimbingan klasikal di SMA yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kepercayaan siswa terhadap guru bimbingan dan konseling (BK). Layanan ini dapat dilakukan secara langsung dengan siswa dalam satu rombongan belajar, memungkinkan guru BK untuk berinteraksi secara lebih dekat dan memahami kebutuhan individu siswa. Dalam pelaksanaan layanan bimbingan klasikal, guru BK menggunakan berbagai metode seperti diskusi, bermain peran, dan ekspositori untuk memfasilitasi proses belajar siswa dan meningkatkan kesadaran mereka terhadap pentingnya bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

            Adanya layanan bimbingan klasikal ini, memudahkan guru BK untuk melakukan pendekatan secara langsung terhadap siswa. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di saat proses bimbingan klasikal sedang berlangsung, di situ terdapat sebuah interaksi antara guru BK dan juga siswa. Dari sinilah siswa akhirnya dapat membangun kepercayaan mereka kembali terhadap guru BK di sekolah mereka. Pada layanan bimbingan ini, guru BK juga membantu untuk menjelaskan dan mencoba untuk meyakinkan kepada siswa jika apapun yang akan mereka ceritakan nanti akan dijaga sesuai dengan asas kerahasiaan yang ada, dan dapat dijamin jika masalah mereka nanti tidak akan tersebar.

Dalam layanan bimbingan klasikal, guru BK juga membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan kesadaran mereka terhadap pentingnya kepercayaan diri dalam berbagai aspek kehidupan. Guru BK juga membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi, seperti kebingungan dalam memilih jurusan di perguruan tinggi dengan memberikan informasi yang relevan dan bantuan dalam mengambil keputusan yang tepat.

Layanan bimbingan klasikal di SMA juga membantu guru BK dalam meningkatkan kepercayaan siswa terhadap diri mereka sendiri. Guru BK dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan kesadaran mereka terhadap pentingnya kepercayaan diri dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada di dalam hidup mereka.

Penerapan Konseling CBT terhadap Siswa SMA

            Aaron T. Beck mendefinisikan Cognitive Behavior Therapy sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan klien pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang, pendekatan konseling ini didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu pada keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Konseling Cognitive Behavioral Therapy (CBT) telah terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam membantu siswa SMA mengatasi berbagai masalah mental dan emosional terutama dalam meningkatkan kepercayaan kepada orang lain (Rani, dkk. 2022). Dengan fokus pada hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku, CBT memberikan kerangka kerja yang kuat untuk mengubah pola-pola negatif menjadi positif, terutama dalam membantu mengatasi permasalahan mereka dan mengubah persepsi mereka. Hal ini dapat dirumuskan dengan langkah sebagai berikut :

  1. Evaluasi dan Identifikasi Masalah

Konselor perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap siswa untuk memahami masalah atau tantangan yang dihadapinya. Ini bisa meliputi wawancara, observasi, dan penggunaan alat evaluasi psikologis yang relevan. Identifikasi masalah yang spesifik akan membantu menentukan fokus dan tujuan konseling.

  1. Kolaborasi dengan Siswa

Konselor atau guru BK melibatkan siswa secara aktif dalam proses konseling. dengan menjelaskan konsep dasar CBT kepada mereka dengan bahasa yang sesuai dengan pemahaman mereka. Konselor juga membuat tujuan bersama untuk sesi konseling, sehingga siswa merasa memiliki tanggung jawab dalam perubahan yang ingin dicapai.

  1. Pemahaman Pikiran-Perasaan-Perilaku

Siswa perlu memahami bagaimana pikiran mereka memengaruhi perasaan dan perilaku mereka. Konselor dapat menggunakan diagram lingkaran CBT untuk membantu siswa memvisualisasikan hubungan ini. Dengan menyadari pola-pola pikiran yang negatif dan distorsi kognitif, siswa dapat belajar menggantikannya dengan pikiran yang lebih realistis dan adaptif.

  1. Teknik Kognitif

Siswa dapat diperintahkan untuk mengidentifikasi dan menantang pikiran-pikiran negatif atau distorsi kognitif yang mungkin mereka alami. Ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang memicu refleksi, seperti "Apakah ada bukti yang mendukung pikiran ini?" atau "Apakah ada cara lain untuk melihat situasi ini?" Latihan ini membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk mengelola pikiran mereka dengan lebih baik.

  1. Teknik Perilaku

Selain mengubah pola pikiran, penting juga untuk mengubah pola perilaku yang tidak sehat. Konselor dapat membantu siswa mengidentifikasi perilaku yang merugikan dan mengajarkan strategi untuk mengubahnya. Misalnya, jika seorang siswa mengalami kecemasan sosial yang parah, konselor dapat mengajarkan teknik relaksasi atau melakukan eksposur terkontrol terhadap situasi-situasi sosial yang menakutkan.

  1. Penerapan Teknik dalam Kehidupan Sehari-hari

Konseling bukan hanya tentang sesi di ruang konseling, tetapi juga tentang menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Konselor perlu membantu siswa merencanakan cara untuk menggunakan teknik CBT dalam situasi nyata, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

  1. Evaluasi dan Pemantauan Progres

Konselor dan siswa dapat secara teratur meninjau tujuan yang telah ditetapkan dan mengevaluasi apakah ada perubahan positif yang terjadi. Jika diperlukan, tujuan konseling dapat disesuaikan untuk mencerminkan perubahan situasi atau kebutuhan siswa.

 

SIMPULAN

            Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan jika layanan bimbingan klasikal di SMA memiliki tujuan yang sangat signifikan dalam meningkatkan kepercayaan siswa terhadap guru BK. Layanan ini harus dilakukan secara efektif dan efisien dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru BK harus memiliki kemampuan yang baik dalam berinteraksi dengan siswa dan memiliki strategi yang tepat dalam membantu siswa mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan demikian, layanan bimbingan klasikal di SMA dapat membantu siswa mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap guru BK.

            Penerapan Konseling CBT terhadap siswa SMA dapat dilakukan untuk membantu siswa dalam mengembalikan kepercayaan mereka dan merupakan proses yang memerlukan komitmen dan kerja sama antara konselor dan siswa. Dengan mengintegrasikan teknik-teknik CBT ke dalam konseling, siswa dapat memperoleh keterampilan yang dapat membantu mereka mengatasi tantangan mental dan emosional dengan lebih efektif, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

 

DAFTAR RUJUKAN

Zed, M. (2008). Metode penelitian kepustakaan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Zuli Maria Ulfa, Muh. Farozin, A. T. (2015). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling Ideal dengan Minat Konseling Siswa. In Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling (Vol. 1).

Setiawati, E. (2016). Konseling traumatik pendekatan Cognitif-Behavior Therapy. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 5(2), 81-96.

            Saleh, Z. (2021). Pengembangan potensi diri anak melalui program kegiatan islami majelis anak saleh kota parepare (Doctoral dissertation, IAIN Parepare).

Sugiyono (2022). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.

YULISMAN, N. (2022). Faktor Kurangnya Minat Siswa Mengikuti Konseling Individual di SMPN 1 Tanjung Mutiara Tiku Selatan Kabupaten Agam.

Nasution, F., Maharani, P., Ritonga, N., & Fadillah, F. (2023). Perkembangan Kognitif dan Bahasa Pada Anak. JURNAL EDUKASI NONFORMAL, 4(1), 251-263.

Rani, R. K., Sugiharto, D. Y. P., & Sugiyo, S. (2022). Keefektifan Konseling Kelompok Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan Teknik Cognitive Restructuring untuk Meningkatkan Self-Esteem pada Siswa. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 4(1), 44-48.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun