Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan soal legalisasi ganja. Apa itu ganja sebenarnya?. Istilah ganja umumnya mengacu pada pucuk daun, bunga dan batang tanaman yang dipotong, dikeringkan dan dicincang dan biasanya dibentuk menjadi rokok. Ganja atau "Cannabis Sativa" sering kita kenal sebagai zat yang memiliki efek yang sama dengan opium yang memiliki fungsi mengurangi perubahan kesadaran, kehilangan rasa, keracunan dan dapat menimbulkan kecanduan. Namun, siapa sangka ternyata tanaman ganja memiliki potensi positif dalam dunia medis yang jarang diangkat ke media massa. Hal ini pun menjadi perdebatan yang kontroversial bagi masyarakat Indonesia.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) memperkirakan sekitar 192 juta orang menggunakan ganja di seluruh dunia. Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa sekitar 65,5% orang Indonesia telah menyalahgunakan narkoba menggunakan ganja. Dengan ramainya persoalan legalisasi ganja ini, beberapa pakar juga menyampaikan bahwa melegalkan ganja bukan berarti memakai tanaman ini dengan seenaknya. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah terhadap permintaan legalisasi ganja untuk kepentingan medis ini?.
Tak dapat dipungkiri bahwa ganja saat ini merupakan tanaman ilegal di Indonesia. Indonesia telah mengeluarkan undang-undang yang melarang proses produksi dan peredaran tanaman ganja sampai dengan tahap konsumsi. Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 dijelaskan dalam Pasal 7, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan medis dan/atau pelayanan medis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Pelayanan rehabilitasi medik termasuk dalam pengertian "pelayanan kesehatan" yang diatur dalam Pasal 7 UU 35/2009. Penggunaan narkotika untuk tujuan terapeutik dan rehabilitasi, serta untuk pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan, serta untuk keterampilan dan tugas yang dilakukan oleh instansi pemerintah, disebut sebagai "Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi." Namun pada nyatanta, pemerintah terus menentang penggunaan ganja untuk tujuan medis.
Nicoll dan Alger dalam artikel yang berjudul "The Brain's Own Cannabis" di Scientific American, Menunjukkan bahwa ganja sebagai tanaman memiliki berbagai manfaat karena mengandung tetrahydrocannabinol (THC). Mereka mengklaim bahwa otak manusia juga menghasilkan zat yang sama dengan THC. Berasal dari catatan Kaisar Shennong pada tahun 2900 SM, "Bi Cao Jing" salah satu buku kedokteran tertua di dunia menyatakan bahwa penggunaan tanaman ganja (marijuana) dapat berguna untuk meredakan nyeri haid, asam urat, rematik, malaria, arthritis berries, gangguan pencernaan, gangguan kehamilan dan alzheimer.
Di luar negeri, ganja dibagi menjadi dua jenis penggunaan yaitu ganja industri medis atau ganja rami dan ganja ilegal atau sering disebut ganja cannabis. Ganja rami biasanya mengandung kurang dari 0,3% THC, sedangkan ganja ilegal dapat mencapai 6% hingga 20%.
Indonesia, di sisi lain tidak mengakui perbedaan ini karena Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa ganja termasuk dalam golongan narkotika I.
Manfaat tanaman ganja telah ditulis dalam manuskrip Cina kuno, tetapi seiring waktu, beberapa peneliti telah menunjukkan efek negatif dari penggunaan tanaman ganja. Dengan pesatnya perkembangan zaman dan modernisasi, isu legalisasi ganja yang menyebar di berbagai belahan dunia telah sampai ke Indonesia yang dibawa oleh pelajar. Soal gerakan legalisasi ganja, anggapan bahwa ganja perlu dilegalkan karena banyak manfaatnya, tentu sangat bertentangan dengan hukum Indonesia yang menggolongkan ganja sebagai narkotika golongan I. Gerakan ini terus disosialisasikan sebagai bentuk legalitas tanaman ganja Indonesia untuk kebutuhan medis yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Dari fenomena ganja yang diatur ketat dalam hukum Indonesia saat ini, lahirlah sebuah gerakan yang mendukung legalisasi ganja. Mereka sampai saat ini memperjuangkan hak legal ganja khususnya bagi orang-orang yang menamannya untuk keperluan kesehatan. Gerakan Lingkar Ganja Nusantara (LGN) adalah kelompok pertama yang percaya bahwa ganja memiliki manfaat yang signifikan bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Legalisasi ganja adalah hal fundamental yang menjadi nilai perjuangan sebuah organisasi LGN.Â
Legalisasi ganja kemudian menjadi tujuan dan pertumbuhan anggota yang merasa perlu dikaji kembali terkait tanaman ganja karena tanaman ini dipercaya memiliki lebih banyak efek positif daripada efek negatifnya. Alhasil, hasil perjuangan legalisasi semakin digaungkan karena di sisi lain, banyak penelitian tentang ganja dan banyak negara di dunia yang kemudian melegalkan ganja juga menjadi faktor pentingnya ganja perlu dilegalkan di Indonesia. Bisa dillihat bahwa nilai yang diperjuangkan organisasi ini yakni legalisasi ganja, yang notabennya terbilang cukup unik. Ini sebabnya sebuah gerakan sosial yang berfokus pada perjuangan melegalkan ganja di Indonesia hanyalah LGN.Â
Sesuai dengan visi organisasi LGN, tujuan gerakan ini adalah menanam pohon ganja sebanyak-banyaknya untuk kepentingan masyarakat Indonesia yanf sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ini berarti mengubah undang-undang tentang narkoba. Seperti yang dinyatakan oleh LGN pada 35 Maret 2009 , kebijakan antinarkoba dinilai kurang bijak padahal seharusnya ada, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Karena menganggap tanaman ganja juga memiliki hak hidup, undang-undang antinarkoba dianggap tidak sejalan dengan Pancasila sebagai dasar negara yang harus ditegakkan.Â
Misalnya, undang-undang antinarkoba tentang pemusnahan tanaman ganja dan penangkapan warga yang menanam ganja untuk keperluan penyembuhan penyakit dianggap sangat bertolak belakang dengan nilai pancasila.