Meski sulit menjual jamu tradisional di tengah maraknya obat-obatan modern, Mbak Karmi mengaku senang dan tetap bersyukur berapapun hasil yang ia dapatkan. Baginya, jumlah pelanggan yang saat ini saja sudah cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Bisa melanjutkan usaha almarhum orang tua sampai di titik ini saja saya sudah senang banget, Mbak. Kalau masalah rejeki biar diatur yang di atas,” ucapnya seraya membersihkan gelas jamu dengan kain bersih.
Lewat usahanya itu, Mbak Karmi mengaku sudah dapat memenuhi beberapa impiannya yakni membeli hunian secara tunai serta menguliahkan putrinya di perguruan tinggi negeri.
Saat itu, Pasar Nongko sedang berada di puncak aktivitasnya. Di tengah hiruk-pikuk para pelaku jual-beli, Mbak Karmi sempat menitip harap.
“Saya cuma pengen masyarakat gencar konsumsi minuman herbal, Mbak. Salah satunya ya jamu ini. Soalnya kalau keseringan minum obat buatan pabrik itu bahaya efek sampingnya buat badan kita,” katanya.
Kala itu jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat 52 menit. Gerobak jamu Mbak Karmi makin dipadati pelanggan yang tak henti-hentinya berdatangan. Hingga dari kejauhan, gerobak kecil itu tak nampak lagi karena dikerubungi lautan manusia. Satu yang pasti, senyum Mbak Karmi akan tetap terpatri hingga penghujung hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H